Tidak sepatutnya bagi seorang hamba hanya melihat lahiriyyah perwujudan dari keta’aan atau maksiat, sebaliknya lihatlah isi atau hakikatnya. Karena wujudnya ta’at bukan berarti pertanda diterimanya amal ibadah atau keta’atan itu sendiri, karena dalam ta’at ada bahaya yang mengancam bisa berupa riya atau ujub. Begitu juga dengan maksiat, tidak selamanya wujud maksiat dan dosa menjauhkan hamba dari Tuhannya dan tertolak segala amal perbuatannya. Boleh jadi maksiat dan dosa tersebut menjadi sebab dalam mendekatkan diri (taqarrub) kepada Alloh.
” Terkadang Alloh menolong hambaNya sehingga bisa menunaikan keta’atan, namun tidak dibukakan baginya pintu diterimanya keta’atan tersebut, dan terkadang Alloh menggariskan bagi hambaNya terperosok kedalam dosa dan kemaksiatan, dengannya hamba itu mencapai (wushul) kepadaNya.”
Karena dalam keta’atan terdapat bahaya yang bisa menghilangkan nilai dari keta’atan itu, bisa berupa pamer,bangga diri, mengandalkan amalnya, atau menghina orang lain yang tidak menjalankan amal ibadah, yang demikian ini menjadikan amal/keta’atan tersebut menjadi tidak diterima oleh Alloh SWT.
Sedangkan orang yang tergelincir kejurang dosa dan maksiat terkadang merasa dirinya hina, menganggap orang lain yang tidak terjebak dosa itu lebih mulia dari dirinya, selanjutnya dia sangat mengharapkan pertolongan Alloh, yang demikian ini bisa menjadi sebab diampuninya dosa-dosanya,dan menjadi perantara dekatnya dia dengan Alloh.
” Maksiat yang menyebabkan merasa hina dan mengharap pertolongan Alloh, itu lebih baik daripada ta’at yang menyebabkan diri merasa mulia dan takabbur “
______________________________________________________
0 Komentar