Tampilkan postingan dengan label TASAWUF. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TASAWUF. Tampilkan semua postingan

SINGA PADANG PASIR

10.45 Add Comment
Suatu ketika, seorang sufi yang masih muda datang dengan maksud ingin berguru kepada Abu Said Abul Khair, seorang tokoh sufi yang terkenal karena ‘karamah’nya dan gemar mengajar tasawuf di pengajian-pengajian. Rumah guru sufi itu terletak di tengah-tengah padang pasir. Ketika sufi muda itu tiba di rumahnya, Abul Khair sedang memimpin Majelis simaan (acara mendengarkan orang membaca doa, -red.) di tengah-tengah para pengikutnya.

Waktu itu Abul Khair membaca surah Al-Fatihah. Ia tiba pada ayat: ghairil maghdubi 'alaihim, wa ladh dhallin. Sufi muda itu berpikir, "Bagaimana mungkin ia seorang sufi terkenal, makhraj bacaan Al Fatehahnya tidak bagus. Bagaimana mungkin aku bisa berguru kepadanya. Baca Al-Quran saja, ia tidak bagus." Sufi muda itu mengurungkan niatnya untuk belajar kepada Abul Khair.

Begitu orang itu keluar, ia langsung dihadang oleh seekor singa padang pasir yang buas. Ia mundur tetapi di belakangnya ada seekor singa lain yang menghalanginya. Lelaki muda itu menjerit keras karena ketakutan. Mendengar teriakannya, Abul Khair turun keluar meninggalkan majelisnya. Ia menatap kedua ekor singa itu dan menegur mereka, "Wahai Singa, Bukankah sudah kubilang padamu, jangan pernah kalian menganggu para tamuku!"

Kedua singa itu lalu bersimpuh di hadapan Abul Khair. Sang sufi lalu mengelus telinga keduanya dan menyuruhnya pergi. Lelaki muda itu keheranan, "Bagaimana mungkin Anda dapat menaklukkan singa-singa yang begitu liar?"

Abul Khair menjawab, "Anak muda, selama ini Aku sibuk memperhatikan urusan hatiku.Bertahun-tahun aku berusaha menata hatiku, hingga aku tidak sempat berprasangka buruk kepada orang lain. Untuk kesibukanku menaklukkan hati ini, Allah SWT menaklukkan seluruh alam semesta kepadaku. Semua binatang buas di sini termasuk singa padang pasir yang buas tadi semua tunduk padaku. Kamu tahu kekuranganmu wahai anak muda ?

“Tidak , wahai Guru”, jawab anak muda itu.“Selama ini kamu sibuk memperhatikan hal-hal lahiriah hingga nyaris lupa memperhatikan hatimu, karena itu kamu takut kepada seluruh alam semesta."

Saudaraku,Betapa indah sekiranya kita memiliki hati atau qolbu yang senantiasa tertata terpelihara terawat dengan sebaik-baiknya. Kita akan senantiasa merasakan lapang tenteram tenang sejuk dan indah hidup di dunia ini. Semua ini akan tercermin dalam tiap gerak-gerik perilaku tutur kata , senyum tatapan mata riak air muka bahkan diam sekalipun.

Orang yang hatinya telah tertata dengan baik, ia tidak pernah merasa resah gelisah tidak pernah gundah gulana. Kemana pun pergi dan dimana pun berada ia senantiasa mampu mengendalikan hatinya. Diri senantiasa berada dalam kondisi damai dan mendamaikan tenang dan menenangkan tenteram dan menenteramkan. Ia yakin dengan keyakinan yang amat sangat bahwa hanya dengan mengingat dan merindukan Allah, hanya dengan menyebut-nyebut namaNYA setiap saat, meyakini dan mengamalkan ayat-ayat-Nya maka hati menjadi tenteram. Tantangan seberat apapun diterima dengan ikhlas.

Sebaliknya orang yang hati-nya tidak tertata akan mendapatkan kerugian yang berlipat-lipat. Tidak saja hati yang selalu gelisah namun juga orang lain yang melihat pun tidak akan menaruh hormat sedikit pun jua. Ia akan dicibir dan dilecehkan orang. Ia akan tidak disukai sehingga sangat mungkin akan tersisih dari pergaulan. Terlepas siapa orangnya. Adakah ia orang berilmu berharta banyak pejabat atau siapapun; kalau hatiya tidak ditata dengan baik alias berhati busuk niscaya akan mendapat celaan dari masyarakat yang mengenalnya. Derajat pun mungkin akan sama atau bahkan lebih hina dari pada apa yang dikeluarkan dari perutnya.

Orang yang hati tertata rapih adalah orang yang telah berhasil merintis jalan ke arah kebaikan. Ia tidak akan tergoyahkan dengan aneka rayuan dunia yang tampak menggiurkan. Ia akan melangkah pada jalan yang lurus. Dititi tahapan kebaikan itu hingga mencapai titik puncak. Sementara itu ia akan berusaha sekuattenga untuk memelihara diri dari sikap riya ujub dan perilaku rendah lainnya.

Sungguh betapa beruntung orang yang senantiasa bersungguh-sungguh menata hati karena berarti ia telah menabung aneka kebaikan yang akan segera dipetik hasil dunia akhirat. Sebalik alangkan malang orang yang selama hidup lalai dan membiarkan hati kusut masai dan kotor. Karena jangankan akhirat kelak bahkan ketika hidup di dunia pun nyaris tidak akan pernah merasakan ni’mat hidup tenteram nyaman dan lapang.

Saudaraku,Seperti Sufi Besar, Abu Said Abul Khair dalam kisah di atas dengan Kecintaan Allah Pada Hambanya ia dapat menaklukkan alam semesta akibat ia sibuk menata hatinya, bahka sepasang singa padang pasir yang buas dan kelaparan bisa dengan mudah ia tundukkan. Sebaliknya sufu muda yang hendak berguru, akibat sibuk mengurus makhraj bacaan Al Qur’an orang lain, dan berprasangka buruk pada Gurunya, maka ia dihantui ketakutan akan alam semesta. Bahkan diantara kita mungkin mempunyai penyakit serupa misalnya Takut dengan Kematian dan Cinta Dunia.. Hal-hal yang bersifat Lahiriyah inilah yang cenderung membutakan Mata hati Kita.. Sibuk Mengurusi yang nampak dimata namun melupakan hal yang tidak tampak.. Terjebak dalam Ilusi Semu (Lihat catatan Rahasia Dibalik Materi).. Padahal Fakta Nyatanya kita tidaklah mati melainkan Tetap hidup dan Hanyalah Ruh yang tetap setia menjadi Jatidiri hakiki manusia di Alam manapun.

Saudaraku, marilah kita bersama-sama senantiasa melatih diri untuk menyingkirkan segala penyebab yang potensial bisa menimbulkan ketidaknyamanan di dalam hati ini. Karena dengan hati yang nyaman indah dan lapang niscaya akan membuat hidup ini terasa damai karena berseliweran aneka masalah sama sekali tidak akan pernah membuat diri terjebak dalam kesulitan hidup karena selalu mampu menemukan jalan keluar terbaik dengan izin Allah. Insya Allah!**

Sebaik-baik kehidupan adalah yang tidak menguasaimu dan tidak pula mengalihkan perhatiaanmu (dari mengingat Allah SWT)
(Ali bin abi Thalib)

sumber : Imam Puji Hartono dan Editor SB(Semesta Bertasbih)

TERJEMAH SERAT WUJIL

01.44 Add Comment

Sunan Bonang
1
Inilah ceritera si Wujil Berkata pada guru yang diabdinya Ratu Wahdat. Ratu Wahdat nama gurunya Bersujud ia ditelapak kaki Syekh Agung Yang tinggal di desa Bonang Ia minta maaf Ingin tahu hakikat Dan seluk beluk ajaran agama Sampai rahasia terdalam


2
Sepuluh tahun lamanya Sudah Wujil Berguru kepada Sang Wali Namun belum mendapat ajaran utama Ia berasal dari Majapahit Bekerja sebagai abdi raja Sastra Arab telah ia pelajari Ia menyembah di depan gurunya Kemudian berkata Seraya menghormat Minta maaf

3
"Dengan tulus saya mohon Di telapak kaki tuan Guru Mati hidup hamba serahkan Sastra Arab telah tuan ajarkan Dan saya telah menguasainya Namun tetap saja saya bingung Mengembara kesana-kemari Tak berketentuan. Dulu hamba berlakon sebagai pelawak Bosan sudah saya Menjadi bahan tertawaan orang

4
Ya Syekh al-Mukaram! Uraian kesatuan huruf Dulu dan sekarang Yang saya pelajari tidak berbedaTidak beranjak dari tatanan lahir Tetap saja tentang bentuk luarnya Saya meninggalkan Majapahit Meninggalkan semua yang dicintai Namun tak menemukan sesuatu apa Sebagai penawar

5
Diam-diam saya pergi malam-malam Mencari rahasia Yang Satu dan jalan sempurna Semua pendeta dan ulama hamba temui Agar terjumpa hakikat hidup Akhir kuasa sejati Ujung utara selatan Tempat matahari dan bulan terbenam Akhir mata tertutup dan hakikat maut Akhir ada dan tiada

6
Ratu Wahdat tersenyum lembut "Hai Wujil sungguh lancang kau Tuturmu tak lazim Berani menagih imbalan tinggi Demi pengabdianmu padaku Tak patut aku disebut Sang Arif Andai hanya uang yang diharapkan Dari jerih payah mengajarkan ilmu Jika itu yang kulakukan Tak perlu aku menjalankan tirakat

7
Siapa mengharap imbalan uang Demi ilmu yang ditulisnya Ia hanya memuaskan diri sendiri Dan berpura-pura tahu segala hal Seperti bangau di sungai Diam, bermenung tanpa gerak. Pandangnya tajam, pura-pura suci Di hadapan mangsanya ikan-ikan Ibarat telur, dari luar kelihatan putih Namun isinya berwarna kuning

8
Matahari terbenam, malam tiba Wujil menumpuk potongan kayu Membuat perapian, memanaskan Tempat pesujudan Sang Zahid Di tepi pantai sunyi di Bonang Desa itu gersang Bahan makanan tak banyak Hanya gelombang laut Memukul batu karang Dan menakutkan

9
Sang Arif berkata lembut "Hai Wujil, kemarilah!" Dipegangnya kucir rambut Wujil Seraya dielus-elus Tanda kasih sayangnya "Wujil, dengar sekarang Jika kau harus masuk neraka Karena kata-kataku Aku yang akan menggantikan tempatmu"…

11
"Ingatlah Wujil, waspadalah! Hidup di dunia ini Jangan ceroboh dan gegabah Sadarilah dirimu Bukan yang Haqq Dan Yang Haqq bukan dirimu Orang yang mengenal dirinya Akan mengenal Tuhan Asal usul semua kejadian Inilah jalan makrifat sejati"

12
Kebajikan utama (seorang Muslim) Ialah mengetahui hakikat salat Hakikat memuja dan memuji Salat yang sebenarnya Tidak hanya pada waktu isya dan maghrib Tetapi juga ketika tafakur Dan salat tahajud dalam keheningan Buahnya ialah menyerahkan diri senantiasa Dan termasuk akhlaq mulia

13
Apakah salat yang sebenar-benar salat? Renungkan ini: Jangan lakukan salat Andai tiada tahu siapa dipuja Bilamana kaulakukan juga Kau seperti memanah burung Tanpa melepas anak panah dari busurnya Jika kaulakukan sia-sia Karena yang dipuja wujud khayalmu semata

14
Lalu apa pula zikir yang sebenarnya? Dengar: Walau siang malam berzikir Jika tidak dibimbing petunjuk Tuhan Zikirmu tidak sempurna Zikir sejati tahu bagaimana Datang dan perginya nafas Di situlah Yang Ada, memperlihatkan Hayat melalui yang empat

15
Yang empat ialah tanah atau bumi Lalu api, udara dan air Ketika Allah mencipta Adam Ke dalamnya dilengkapi Anasir ruhani yang empat: Kahar, jalal, jamal dan kamal Di dalamnya delapan sifat-sifat-Nya Begitulah kaitan ruh dan badan Dapat dikenal bagaimana Sifat-sifat ini datang dan pergi, serta ke mana

16
Anasir tanah melahirkan Kedewasaan dan keremajaan Apa dan di mana kedewasaan Dan keremajaan? Dimana letak Kedewasaan dalam keremajaan? Api melahirkan kekuatan Juga kelemahan Namun di mana letak Kekuatan dalam kelemahan? Ketahuilah ini

17
Sifat udara meliputi ada dan tiada Di dalam tiada, di mana letak ada? Di dalam ada, di mana tempat tiada? Air dua sifatnya: mati dan hidup Di mana letak mati dalam hidup? Dan letak hidup dalam mati? Kemana hidup pergi Ketika mati datang? Jika kau tidak mengetahuinya Kau akan sesat jalan

18
Pedoman hidup sejati Ialah mengenal hakikat diri Tidak boleh melalaikan shalat yang khusyuk Oleh karena itu ketahuilah Tempat datangnya yang menyembah Dan Yang Disembah Pribadi besar mencari hakikat diri Dengan tujuan ingin mengetahui Makna sejati hidup Dan arti keberadaannya di dunia

19
Kenalilah hidup sebenar-benar hidup Tubuh kita sangkar tertutup Ketahuilah burung yang ada di dalamnya Jika kau tidak mengenalnya Akan malang jadinya kau Dan seluruh amal perbuatanmu, Wujil Sia-sia semata Jika kau tak mengenalnya. Karena itu sucikan dirimu Tinggalah dalam kesunyian Hindari kekeruhan hiruk pikuk dunia

20
Keindahan, jangan di tempat jauh dicari Ia ada dalam dirimu sendiri Seluruh isi jagat ada di sana Agar dunia ini terang bagi pandangmu Jadikan sepenuh dirimu Cinta Tumpukan pikiran, heningkan cipta Jangan bercerai siang malam Yang kaulihat di sekelilingmu Pahami, adalah akibat dari laku jiwamu!

21
Dunia ini Wujil, luluh lantak Disebabkan oleh keinginanmu Kini, ketahui yang tidak mudah rusak Inilah yang dikandung pengetahuan sempurna Di dalamnya kaujumpai Yang Abadi Bentangan pengetahuan ini luas Dari lubuk bumi hingga singgasana-Nya Orang yang mengenal hakikat Dapat memuja dengan benar Selain yang mendapat petunjuk ilahi Sangat sedikit orang mengetahui rahasia ini

22
Karena itu, Wujil, kenali dirimu Kenali dirimu yang sejati Ingkari benda Agar nafsumu tidur terlena Dia yang mengenal diri Nafsunya akan terkendali Dan terlindung dari jalan Sesat dan kebingungan Kenal diri, tahu kelemahan diri Selalu awas terhadap tindak tanduknya

23
Bila kau mengenal dirimu Kau akan mengenal Tuhanmu Orang yang mengenal Tuhan Bicara tidak sembarangan Ada yang menempuh jalan panjang Dan penuh kesukaran Sebelum akhirnya menemukan dirinya Dia tak pernah membiarkan dirinya Sesat di jalan kesalahan Jalan yang ditempuhnya benar

24
Wujud Tuhan itu nyata Mahasuci, lihat dalam keheningan Ia yang mengaku tahu jalan Sering tindakannya menyimpang Syariat agama tidak dijalankan Kesalehan dicampakkan ke samping Padahal orang yang mengenal Tuhan Dapat mengendalikan hawa nafsu Siang malam penglihatannya terang Tidak disesatkan oleh khayalan

25
Diam dalam tafakur, Wujil Adalah jalan utama (mengenal Tuhan) Memuja tanpa selang waktu Yang mengerjakan sempurna (ibadahnya) Disebabkan oleh makrifat Tubuhnya akan bersih dari noda Pelajari kaedah pencerahan kalbu ini Dari orang arif yang tahu Agar kau mencapai hakikat Yang merupakan sumber hayat

26
Wujil, jangan memuja Jika tidak menyaksikan Yang Dipuja Juga sia-sia orang memuja Tanpa kehadiran Yang Dipuja Walau Tuhan tidak di depan kita Pandanglah adamu Sebagai isyarat ada-Nya Inilah makna diam dalam tafakur Asal mula segala kejadian menjadi nyata

28
Renungi pula, Wujil! Hakikat sejati kemauan Hakikatnya tidak dibatasi pikiran kita Berpikir dan menyebut suatu perkara Bukan kemauan murni Kemauan itu sukar dipahami Seperti halnya memuja Tuhan Ia tidak terpaut pada hal-hal yang tampak Pun tidak membuatmu membenci orang Yang dihukum dan dizalimi Serta orang yang berselisih paham

29
Orang berilmu Beribadah tanpa kenal waktu Seluruh gerak hidupnya Ialah beribadah Diamnya, bicaranya Dan tindak tanduknya Malahan getaran bulu roma tubuhnya Seluruh anggota badannya Digerakkan untuk beribadah Inilah kemauan murni

30
Kemauan itu, Wujil! Lebih penting dari pikiran Untuk diungkapkan dalam kata Dan suara sangatlah sukar Kemauan bertindak Merupakan ungkapan pikiran Niat melakukan perbuatan Adalah ungkapan perbuatan Melakukan shalat atau berbuat kejahatan Keduanya buah dari kemauan.

Catatan Kitab Al-Hikam: Keutamaan Dzikir "Allahu Akbar"

10.52 Add Comment
Ibnu Athaillah As Sakandary
Begitu pula "Allahu akbar", yang di dalamnya ada lima perspektif :
Pertama: Dalam "Allahu Akbar" ada penyebutan Allah Ta'ala pada diriNya Sendiri, pentauhidan, pengagungan dan penghormatan atas
keagunganNya, yang lebih agung dan lebih besar dibanding penyebutan makhlukNya yang lemah, sangat butuh, dan pentauhidan makhluk kepadaNya. Karena Allah swt-lah Yang Maha Mencukupi dan Maha Terpuji.
Kedua: Dzikir dengan Nama tersebut lebih agung dibanding dzikir dengan Asma'-asma'Nya yang lain.
Ketiga: Bahwa Dzikirnya Allah Ta'ala pada hambaNya di zaman Azali sebelum hambaNya ada, adalah Dzikir teragung dan terbesar, yang menyebabkan dzikirnya hamba saat ini.

Dzikirnya Allah Ta'ala tersebut lebih dahulu, lebih sempurta, lebih luhur, lebih tinggi, lebih mulia dan lebih terhormat. Dan Allah Ta'ala berfirman : "Niscaya Dzikirnya Allah itu lebih besar."
Keempat: Sebenarnya mengingat Allah swt, di dalam sholat lebih utama dan lebih besar dibanding mengingatNya di luar sholat. Menyaksikan (musyahadah) pada Allah Ta'ala (Yang Diingat) di dalam sholat lebih agung dan lebih sempurna serta lebih besar ketimbang sholatnya.
Kelima: Bahwa mengingat Allah atas berbagai nikmat yang agung dan anugerah mulia, serta doronganNya kepadamu melalui ajakanNya kepadamu agar taat kepadaNya, adalah nikmat paling besar dibanding dzikir anda kepadaNya, dengan mengingat nikmat-nikmat itu, karena anda semua tidak akan pernah mampu mensyukuri nikmatNya.
Karena itu Nabi Muhammad saw, bersabda: "Aku tidak mampu memuji padaMu, Engkau, sebagaimana Engkau memujiMu atas DiriMu."
Artinya, "aku tidak mampu," padahal beliau adalah makhluk paling tahu, paling mulia, dan paling tinggi derajatnya dan paling utama. Justru Nabi saw, menampakkan kelemahannya, padahal beliau adalah paling tahu dan paling ma'rifat - semoga sholawat dan salam Allah melimpah padanya dan keluarganya -.

Setelah kita mentauhidkan Allah swt, yang dinilai lebih agung ketimbang sholat, sehingga sholat menjadi rukun islam yang kedua. Dalam sabda Rasulullah saw:
"Islam ditegakkan atas lima: Hendaknya menunggalkan Allah dan menegakkan sholat… dst". Takbiratul Ihram dijadikan sebagai pembukanya, Allahu Akbar.
Allah tidak menjadikan salah satu Asma-asma'Nya yang lain, untuk Takbirotul Ihrom, kecuali hanya Allahu Akbar. Karena Nabi saw, melarangnya , demikian juga untuk Lafadz Adzan, tetap menggunakan Takbir tersebut, begitu pun setiap takbir dalam gerakan sholat. Jadi Nama agung tersebut lebih utama dibanding Nama-nama lainnya, lebih dekat bagi munajat-munajat, bukan hanya dalam sholat atau lainnya.
Dalam hadits disebutkan:
"Aku berada pada dugaan hambaKu apabila hamba berdzikir padaKu. Maka apabila ia berdzikir kepadaKu dalam jiwanya, Aku mengingatnya dalam JiwaKu. Dan jika ia berdzikir padaKu dengan kesendirianNya, maka Aku pun mengingat dengan KemahasendirianKu. Dan jika ia berdzikir di tengah padang (keramaian) maka Aku pun mengingatnya di keramaian lebih baik darinya."
Allah swt. Berfirman:"Dzikirlah kepadaKu maka Aku berdzikir kepadamu."


Hal yang menunjukkan keutamaan dzikir dibanding sholat dari esensi ayat tersebut, yaitu firman Allah swt:
"Sesungguhnya sholat itu mencegah keburukan dan kemungkaran."
Yang walau demikian merupakan dzikir teragung, namun Dzikir "Allah" itu lebih besar daripada sholat dan dibanding setiap ibadah Abu Darda' meriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda :
"Ingatlah, maukah aku beri kabar kalian tentang amal terbaikmu dan lebih luhur dalam derajatmu, lebih bersih di hadapan Sang Rajamu, dan lebih baik bagimu ketimbang memberikan emas dan perak, dan lebih baik ketimbang kalian bertemu musuhmu lalu bertempur di mana kalian memukul leher mereka dan mereka pun membalas memukul lehermu?" Mereka menjawab, "Ya, kami mau.." Rasulullah saw, bersabda, "Dzikrullah."

Juga dalam hadits yang diriwayatkan Mu'adz bin Jabal :
"Tak ada amal manusia mana pun yang lebih menyelamatkan baginya dari azdab Allah, disbanding dzikrullah."

Makna Dzikrullah bagi hambaNya adalah bahwa yang berdzikir kepadaNya itu disertai Tauhid, maka Allah mengingatnya dengan syurga dan pahala. Lalu Allah swt berfirman :
"Maka Allah memberikan balasan kepada mereka atas apa yang mereka katakana, yaitu syurga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya."

Dengan dzikir melalui Ismul Mufrad, yaitu "Allah", dan berdoa dengan ikhlas kepadaNya, Allah swt berfirman :
"Dan apabila hambaKu bertanya kepadaKu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku Maha Dekat…"
Siapa yang berdzikir dengan rasa syukurnya, Allah memberikan tambahan ni'mat berlimpah :
"Bila kalian bersyukur maka Aku bakal menambah (ni'matKu) kepadamu…"
Tak satu pun hamba Allah yang berdzikir melainkan Allah mengingat mereka sebagai imbalan padanya. Bila sang hamba adalah seorang 'arif (orang yang ma'rifat) berdzikir dengan kema'rifatannya, maka Allah swt, mengingatnya melalui penyingkapan hijab untuk musyahadahnya sang 'arif.

Bila yang berdzikir adalah mukmin dengan imannya, Allah swt, mengingatnya dengan rahmat dan ridloNya.

Bila yang berdzikir adalah orang yang taubat dengan pertaubatannya, Allah swt, mengingatnya dengan penerimaan dan ampunanNya.
Bila yang berdzikir adalah ahli maksiat yang mengakui kesalahannya, maka Allah swt, mengingatnya dengan tutup dan pengampunanNya.
Jika yang berdzikir adalah sang penyimpang dengan penyimpangan dan kealpaannya, maka Allah swt mengingatnya dengan adzab dan laknatNya.

Bila yang berdzikir adalah si kafir dengan kekufurannya, maka Allah swt, mengingatnya dengan azab dan siksaNya.
Siapa yang bertahlil padaNya, Allah swt, menyegerakan DiriNya padanya
Siapa yang bertasbih, Allah swt, membagusinya
Siapa yang memujiNya Allah swt, mengukuhkannya.
Siapa yang mohon ampun padaNya, Allah swt mengampuninya.
Siapa yang kembali kepadaNya, Allah swt, menerimanya.

Kondisi sang hamba itu berputar pada empat hal :
Pertama: Ketika dalam keadaan taat, maka Allah swt, mengingatkannya dengan menampakkan anugerah dalam taufiqNya di dalam taat itu.
Kedua: Ketika si hamba maksiat, Allah swt mengingatkannya melalui tutup dan taubat.
Ketiga: Ketika dalam keadaan meraih nikmat, Allah swt mengingatkannya melalui syukur kepadaNya.
Keempat: Ketika dalam cobaan, Allah mengingatkannya melalui sabar.

Karena itu dalam Dzikrullah ada lima anugerah :
1. Adanya Ridlo Allah swt.
2. Adanya kelembutan qalbu.
3. Bertambahnya kebaikan.
4. Terjaga datri godaan syetan.
5. Terhalang dari tindak maksiat.

Siapa pun yang berdzikir, Allah pasti mengingat mereka.

* Tak ada kema'rifatan bagi kaum a'rifin, melainkan karena pengenalan Allah swt kepada mereka.
* Dan tak seorang pun dari kalangan Muwahhidun (hamba yang manunggal) melainkan karena ilmunya Allah kepada mereka.
* Tak seorang pun orang yang taat kepadaNya, kecuali karena taufiqNya kepada mereka.
* Tak ada rasa cinta sang pecinta kepadaNya, kecuali karena anugerah khusus CintaNya kepada mereka.
* Tak seorang pun yang kontra kepada Allah swt, kecuali karena kehinaan yang ditimpakan Allah swt, kepada mereka.
* Setiap nikmat dariNya adalah pemberian. Dan setiap cobaan dariNya adalah ketentuan. Sedangkan setiap rahasia tersembunyi yang mendahului, akan muncul secara nyata di kemudian hari.


Perlu diketahui bahwa kalimat tauhid merupakan sesuatu antara penafiaan dan penetapan. Awalnya adalah "Laa Ilaaha", yang merupakan penafian, pembebasan, pengingkaran, penentangan, dan akhinya adalah "Illallah", sebagai kebangkitan, pengukuhan, iman, tahid, ma'rifat, Islam, syahadat dan cahaya-cahaya.

"Laa" adalah menafikan semua sifat Uluhiyah dari segala hal yang tak berhak menyandangnya dan tidak wajib padanya. Sedangkan "Illallah" merupakan pengukuhan Sifat Uluhiyah bagi yang berhak dan wajib secara hakikat.

Secara maknawi terpadu dalam firman Allah swt :
"Siapa yang kufur pada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka benar-bvenar telah memegang teguh tali yang kuat."

"Laa Ilaaha Illallah", untuk umum berarti demi penyucian terhapad pemahaman mereka,.dari kejumbuhan khayalan imajiner mereka, untuk suatu penetapan atas Kemaha-Esaan, sekalgus menafikan dualitsme.
Sedangkan bagi kalangan khusus sebagai penguat agama mereka, menambah cahaya harapan melalui penetapan Dzat dan Sifat, menyucikan dari perubahan sifat-sifat baru dan membuang ancaman bahayanya.

Untuk kalangan lebih khusus, justru sebagai sikap tanzih (penyucian) terhadap perasaan mampu berdzikir, mampu memandang anugerah serta fadhal dan mampu berssyukur, atas upaya syukurnya.

Pengenalan Kitab Al-Hikam

10.48 1 Comment
Kitab al Hikam yang dikarang oleh Syeikh Ibn Ata’illah
al-Sakandari (709H/1309H) adalah merupakan kitab tasawwuf yang tidak asing di
dalam dunia islai. Ia merupakan kitab yang mempunyai maksud yang dalam dan
jarang orang yang dapat memahaminya kecuali mereka betul-betul memahami uslub
dan kaedah-kaedahnya.



Oleh kerana manfaat kitab ini begitu besar kepada umat
Islam, ia telah diulas oleh begitu ramai ulama, sehingga ke zaman kita ini. Di
dalam Kitab al- Hikam yang diulas oleh Syeikh Said Hawa ini, gaya ulasan beliau
adalah mudah dipahami. Beliau mengaitkannya dengan uslub haraki. Ini tidak heran
memandangkan beliau sendiri adalah seorang pemimpin gerakan Ikhwan al-Muslimin
di Jordan. Dalam ulasan kitab al-Hikam ini, beliau turut menjelaskan kekeliruan
faham sesetengah kalangan terhadap isi kandungan kitab al-Hikam ini dan
kegagalan mereka menjelaskan maksudnya yang sebenar.



Kitab arab ini telah diterjemahkan dan ada dijual dipasaran
berjudl Syarah al-Hikam Ibn 'Athoillah as-Sakandari - Mencapai Maqam Siddiqun
dan Rabbaniyun.

Terbitan Pustaka Dini.



Syarah Hikam oleh Sa'id Hawwa ini, beliau susun dengan
mengambil syarah-syarah

kitab hikam seperti:

- Iqazul Himam oleh Ibn 'Ajibah

- Ghaisul Mawaahibil 'Aliyyah fi Syarh Hikam al-'Atho'iyyah oleh Ibn 'Abbad

- al Manh al–Qudsiyyah ‘ala al–Hikam al–Atho’iyyah oleh Syeikh Abdullah al -
Hijazi al ESyarqawi disamping catatan pelajaran dari gurunya iaitu Sheikh
Muhammad al-Hamid

al-Kholidi an-Naqsyabandi.





Sekilas...
Tokoh ini terkenal di seluruh dunia Islam sebagai pengarang kitab al-Hikam
al-'Ataiyyah. Beliau telah meninggal dunia di kota al-Qahirah (Cairo) pada tahun
709 Hijrah. Perkataan Hikam adalah bentuk jamak (plural) bagi perkataan Hikmah
(wisdom).




Tarekat Syadziliyah

Secara pribadi Abul Hasan asy-Syadzili tidak meninggalkan
karya tasawuf, begitu juga muridnya, Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya sebagai
ajaran lisan tasawuf, Doa, dan hizib. Ibn Atha'illah as- Sukandari adalah orang
yang prtama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya,
sehingga kasanah tareqat Syadziliyah tetap terpelihara. Ibn Atha'illah juga
orang yang pertama kali menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan tareqat
tersebut, pokok-pokoknya, prinsip-prinsipnya, bagi angkatan-angkatan setelahnya.

Melalui sirkulasi karya-karya Ibn Atha'illah, tareqat
Syadziliyah mulai tersebar sampai ke Maghrib, sebuah negara yang pernah menolak
sang guru. Tetapi ia tetap merupakan tradisi individualistik, hampir-hampir
mati, meskipun tema ini tidak dipakai, yang menitik beratkan pengembangan sisi
dalam. Syadzili sendiri tidak mengenal atau menganjurkan murid-muridnya untuk
melakukan aturan atau ritual yang khas dan tidak satupun yang berbentuk
kesalehan populer yang digalakkan. Namun, bagi murid-muridnya tetap
mempertahankan ajarannya. Para murid melaksanakan Tareqat Syadziliyah di
zawiyah-zawiyah yang tersebar tanpa mempunyai hubungan satu dengan yang lain.

Sebagai ajaran Tareqat ini dipengaruhi oleh al-Ghazali dan
al-Makki. Salah satu perkataan as-Syadzili kepada murid-muridnya: "Seandainya
kalian mengajukan suatu permohonanan kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu
Hamid al-Ghazali". Perkataan yang lainnya: "Kitab Ihya' Ulum ad-Din, karya
al-Ghozali, mewarisi anda ilmu. Sementara Qut al-Qulub, karya al-Makki, mewarisi
anda cahaya." Selain kedua kitab tersebut, as-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya
Hakim at-Tarmidzi, Al-Mawaqif wa al-Mukhatabah karya An-Niffari, Asy-Syifa karya
Qadhi 'Iyad, Ar-Risalah karya al-Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn
Atah'illah.

Ketaqwaan terhadap Allah swt lahir dan batin, yang diwujudkan dengan jalan
bersikap wara' dan Istiqamah dalam menjalankan perintah Allah swt.
Konsisten mengikuti Sunnah Rasul, baik dalam ucapan maupun perbuatan, yang
direalisasikan dengan selalau bersikap waspada dan bertingkah laku yang luhur.
Berpaling (hatinya) dari makhluk (dunia), baik dalam penerimaan maupun
penolakan, dengan berlaku sadar dan berserah diri kepada Allah swt (Tawakkal).
Ridho kepada Allah sepenuhnya, baik dalam kecukupan maupun kekurangan, yang
diwujudkan dengan menerima apa adanya (qana'ah/ tidak rakus) dan menyerah.
Kembali kepada Allah (tawakal), baik dalam keadaan senang maupun dalam
keadaan susah, yang diwujudkan dengan jalan bersyukur dalam keadaan senang dan
berlindung kepada-Nya dalam keadaan susah.

Kelima dasar tersebut juga berdiri diatas lima dasar berikut:

Semangat yang tinggi, yang mengangkat seorang hamba kepada derajat yang
tinggi.
Berhati-hati dengan yang haram, yang membuatnya dapat meraih penjagaan Allah
atas kehormatannya.
Berlaku benar/baik dalam berkhidmat sebagai hamba, yang memastikannya kepada
pencapaian tujuan kebesaran-Nya/kemuliaan-Nya.
Melaksanakan tugas dan kewajiban, yang menyampaikannya kepada kebahagiaan
hidupnya.
Menghargai (menjunjung tinggi) nikmat, yang membuatnya selalu meraih tambahan
nikmat yang lebih besar.

Selain itu tidak peduli sesuatu yang bakal terjadi (merenungkan
segala kemungkinan dan akibat yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang)
merupakan salah satu pandangan tareqat ini, yang kemudian diperdalam dan
diperkokoh oleh Ibn Atha'illah menjadi doktrin utamanya. Karena menurutnya,
jelas hal ini merupakan hak prerogratif Allah. Apa yang harus dilakukan manusia
adalah hendaknya ia menunaikan tugas dan kewajibannya yang bisa dilakukan pada
masa sekarang dan hendaknya manusia tidak tersibukkan oleh masa depan yang akan
menghalanginya untuk berbuat positif.

Sementara itu tokohnya yang terkenal pada abad ke delapan
Hijriyah, Ibn Abbad ar-Rundi (w. 790 H), salah seorang pensyarah kitab al-Hikam
memberikan kesimpulan dari ajaran Syadziliyah: Seluruh kegiatan dan tindakan
kita haruslah berupa pikiran tentang kemurahan hati Allah kepada kita dan
berpendirian bahwa kekuasaan dan kekuatan kita adalah nihil, dan mengikatkan
diri kita kepada Allah dengan suatu kebutuhan yang mendalam akan-Nya, dan
memohon kepada-Nya agar memberi syukur kepada kita."

Mengenai dzikir yang merupakan suatu hal yang mutlak dalam
tareqat, secara umum pada pola dzikir tareqat ini biasanya bermula dengan
Fatihat adz-dzikir. Para peserta duduk dalam lingkaran, atau kalau bukan, dalam
dua baris yang saling berhadapan, dan syekh di pusat lingkaran atau diujung
barisan. Khusus mengenai dzikir dengan al-asma al-husna dalam tareqat ini,
kebijakjsanaan dari seorang pembimbing khusus mutlak diperlukan untuk mengajari
dan menuntun murid. Sebab penerapan asma Allah yang keliru dianggap akan memberi
akibat yang berbahaya, secara rohani dan mental, baik bagi sipemakai maupun
terhadap orang-orang disekelilingnya. Beberapa contoh penggunaan Asma Allah
diberikan oleh Ibn Atha'ilah berikut: "Asma al-Latif," Yang Halus harus
digunakan oleh seorang sufi dalam penyendirian bila seseorang berusaha
mempertahankan keadaan spiritualnya; Al-Wadud, Kekasih yang Dicintai membuat
sang sufi dicintai oleh semua makhluk, dan bila dilafalkan terus menerus
dalam kesendirian, maka keakraban dan cinta Ilahi akan semakin berkobar; dan
Asma al-Faiq, "Yang Mengalahkan" sebaiknya jangan dipakai oleh para pemula,
tetapi hanya oleh orang yang arif yang telah mencapai tingkat yang tinggi .

Tareqat Syadziliyah terutama menarik dikalangan kelas menengah,
pengusaha, pejabat, dan pengawai negeri. Mungkin karena kekhasan yang tidak
begitu membebani pengikutnya dengan ritual-ritual yang memberatkan seperti yang
terdapat dalam tareqat-tareqat yang lainnya. Setiap anggota tareqat ini wajib
mewujudkan semangat tareqat didalam kehidupan dan lingkungannya sendiri, dan
mereka tidak diperbolehkan mengemis atau mendukung kemiskinan. Oleh karenanya,
ciri khas yang kemudian menonjol dari anggota tareqat ini adalah kerapian mereka
dalam berpakaian. Kekhasan lainnya yang menonjol dari tareqat ini adalah
"ketenagan" yang terpancar dari tulisan-tulisan para tokohnya, misalnya:
asy-Syadzili, Ibn Atha'illah, Abbad. A Schimmel menyebutkan bahwa hal ini dapat
dimengerti bila dilihat dari sumber yang diacu oleh para anggota tareqat ini.
Kitab ar-Ri'ayah karya al-Muhasibi. Kitab ini berisi tentang telaah psikologis
mendalam mengenai Islam di masa awal. Acuan lainnya
adalah Qut al-Qulub karya al-Makki dan Ihya Ulumuddin karya al-Ghozali. Ciri
"ketenangan" ini tentu sja tidak menarik bagi kalangan muda dan kaum penyair
yang membutuhkan cara-cara yang lebih menggugah untuk berjalan di atas Jalan
Yang Benar.

Disamping Ar-Risalahnya Abul Qasim Al-Qusyairy serta Khatamul
Auliya'nya, Hakim at-Tirmidzi. Ciri khas lain yang dimiliki oleh para pengikut
tareqat ini adalah keyakinan mereka bahwa seorang Syadzilliyah pasti ditakdirkan
menjadi anggota tareqat ini sudah sejak di alam Azali dan mereka percaya bahwa
Wali Qutb akan senantiasa muncul menjadi pengikut tareqat ini.

Tidak berbeda dengan tradisi di Timur Tengah, Martin menyebutkan
bahwa pengamalan tareqat ini di Indonesia dalam banyak kasus lebih bersifat
individual, dan pengikutnya relatif jarang, kalau memang pernah, bertemu dengan
yang lain. Dalam praktiknya, kebanyakan para anggotanya hanya membaca secara
individual rangaian-rangkaian doa yang panjang (hizb), dan diyakini mempunyai
kegunaan-kegunaan megis. Para pengamal tareqat ini mempelajari berbagai hizib,
paling tidak idealnya, melalui pengajaran (talkin) yang diberikan oleh seorang
guru yang berwewenang dan dapat memelihara hubungan tertentu dengan guru
tersebut, walaupun sama sekali hampir tidak merasakan dirinya sebagai seorang
anggota dari sebuah tareqat.

Hizb al-Bahr, Hizb Nashor, disamping Hizib al-Hafidzah, merupaka
salah satu Hizib yang sangat terkenal dari as-Syadzilli. Menurut laporan, hizib
ini dikomunikasikan kepadanya oleh Nabi SAW. Sendiri. Hizib ini dinilai
mempunyai kekuatan adikodrati, yang terutama dugunakan untuk melindungi selama
dalam perjalanan. Ibnu Batutah menggunakan doa-doa tersebut selama
perjalanan-perjalanan panjangnya, dan berhasil. Dan di Indonesia, dimana doa ini
diamalkan secara luas, secara umum dipercaya bahwa kegunaan megis doa ini hanya
dapat "dibeli" dengan berpuasa atau pengekangn diri yang liannya dibawah
bimbingan guru.

Hizib-hizib dalam Tareqat Syadzilliyah, di Indonesia, juga
dipergunakan oleh anggota tareqat lain untuk memohon perlindungan tambahan
(Istighotsah), dan berbagai kekuatan hikmah, seperti debus di Pandegelang, yang
dikaitkan dengan tareqat Rifa'iyah, dan di Banten utara yang dihubungkan dengan
tareqat Qadiriyah.

Para ahli mengatakan bahwa hizib, bukanlah doa yang sederhana,
ia secara kebaktian tidak begitu mendalam; ia lebih merupakan mantera megis yang
Nama-nama Allah Yang Agung (Ism Allah A'zhim) dan, apabila dilantunkan secara
benar, akan mengalirkan berkan dan menjamin respon supra natural. Menyangkut
pemakaian hizib, wirid, dana doa, para syekh tareqat biasnya tidak keberatan
bila doa-doa, hizib-hizib (Azhab), dan wirid-wirid dalam tareqat dipelajari oleh
setiap muslim untuk tujuan personalnya. Akan tetapi mereka tidak menyetujui
murid-murid mereka mengamalkannya tanpa wewenang, sebab murid tersebut sedang
mengikuti suaru pelatihan dari sang guru.

Tareqat ini mempunyai pengaruh yang besar di dunia Islam.
Sekarang tareqat ini terdapat di Afrika Utara, Mesir, Kenya, dan Tanzania
Tengah, Sri langka, Indonesia dan beberapa tempat yang lainnya termasuk di
Amerika Barat dan Amerika Utara. Di Mesir yang merupakan awal mula penyebaran
tareqat ini, tareqat ini mempunyai beberapa cabang, yakitu: al-Qasimiyyah, al-
madaniyyah, al-Idrisiyyah, as-Salamiyyah, al-handusiyyah, al-Qauqajiyyah,
al-Faidiyyah, al-Jauhariyyah, al-Wafaiyyah, al-Azmiyyah, al-Hamidiyyah,
al-Faisiyyah dan al- Hasyimiyyah.

Yang menarik dari filosufi Tasawuf Asy-Syadzily, justru
kandungan makna hakiki dari Hizib-hizib itu, memberikan tekanan simbolik akan
ajaran utama dari Tasawuf atau Tharekat Syadziliyah. Jadi tidak sekadar doa
belaka, melainkan juga mengandung doktrin sufistik yang sangat dahsyat.

Di antara Ucapan Abul Hasan asy-Syadzili:

Pengelihatan akan yang Haqq telah mewujud atasku, dan takkan meninggalkan
aku, dan lebih kuat dari apa yang dapat dipikul, sehingga aku memohon kepada
Tuhan agar memasang sebuah tirai antara aku dan Dia. Kemudian sebuah suara
memanggilku, katanya " Jika kau memohon kepada-Nya yang tahu bagaimana memohon
kepada-Nya, maka Dia tidak akan memasang tirai antara kau dan Dia. Namun
memohonlah kepada-Nya untuk membuatmu kuat memiliki-Nya."Maka akupun memohon
kekuatan dari Dia pun membuatku kuat, segala puji bagi Tuhan!
Aku pesan oleh guruku (Abdus Salam ibn Masyisy ra): "Jangan anda melangkahkan
kaki kecuali untuk sesuatu yang dapat mendatangkn keridhoan Allah, dan jangan
duduk dimajelis kecuali yang aman dari murka Allah. Jangan bersahabat kecuali
dengan orang yang membantu berbuat taat kepada Allah. Jangan memilih sahabat
karib kecuali orang yang menambah keyakinanmu terhadap Allah."
Seorang wali tidak akan sampai kepada Allah selama ia masih ada syahwat atau
usaha ihtiar sendiri.
Janganlah yang menjadi tujuan doamu itu adalah keinginan tercapainya hajat
kebutuhanmu. Dengan demikian engkau hanya terhijab dari Allah. Yang harus
menjadi tujuan dari doamu adalah untuk bermunajat kepada Allah yang memeliharamu
dari-Nya.
Seorang arif adalah orang yang megetahui rahasia-rahasia karunia Allah di
dalam berbagai macam bala' yang menimpanya sehari-hari, dan mengakui
kesalahan-kesalahannya didalam lingkungan belas kasih Allah kepadanya.
Sedikit amal dengan mengakui karunia Allah, lebih baik dari banyak amal
dengan terus merasa kurang beramal.
Andaikan Allah membuka nur (cahaya) seorang mu'min yang berbuat dosa, niscaya
ini akan memenuhi antara langit dan bumi, maka bagaimanakah kiranya menjelaskan
: "Andaikan Allah membuka hakikat kewalian seorang wali, niscaya ia akan
disembah, sebab ia telah mengenangkan sifat-sifat Allah SWT.

Berbesar Hati Dalam Hidup

10.33 Add Comment
Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya
belakangan ini selalu tampak murung.

“Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di
dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?” sang Guru bertanya.

“Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk
tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya,” jawab sang
murid muda.

Sang Guru terkekeh. “Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam.
Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu.”
Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan
gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana
yang diminta.

“Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu,” kata
Sang Guru. “Setelah itu coba kau minum airnya sedikit.”
Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air
asin.

“Bagaimana rasanya?” tanya Sang Guru.

“Asin, dan perutku jadi mual,” jawab si murid dengan wajah yang masih
meringis.

Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis
keasinan.

“Sekarang kau ikut aku.” Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat
tempat mereka. “Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau.”
Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa
bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa
asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah
di hadapan mursyid, begitu pikirnya.

“Sekarang, coba kau minum air danau itu,” kata Sang Guru sambil
mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir
danau.

Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan
membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin
dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanya
kepadanya, “Bagaimana rasanya?”

“Segar, segar sekali,” kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan
punggung tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber
air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah.
Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang
tersisa di mulutnya.

“Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?”

“Tidak sama sekali,” kata si murid sambil mengambil air dan
meminumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya,
membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas.

“Nak,” kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. “Segala masalah
dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih.
Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus
kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai
untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang
dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun
demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang
bebas dari penderitaan dan masalah.”

Si murid terdiam, mendengarkan.

“Tapi Nak, rasa `asin’ dari penderitaan yang dialami itu sangat
tergantung dari besarnya ‘qalbu’(hati) yang menampungnya. Jadi Nak, supaya
tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu
jadi sebesar danau.”

Syarat Belajar Ilmu Tasawuf

10.32 Add Comment
Telah menyebut oleh Al-Arif Al-Rabbani Kamil Mukamil Wali Qutub Sheikh Abi Madyan r.a. dalam kitabnya “Kanzul Manan” sebagaimana berikut;Tiada patut mendengar bagi Ilmu ini (Thoriqat / Tasauf) melainkan bagi orang yang bersifat dengan empat sifat ini iaitu;

* Zahid dengan meninggalkan segala yang lebih daripada yang halal
* Ilmu Syariat yang membaikkan zhohirnya,
* Tawakkal dan
* Keyakinan kepada Allah dan Rasul

Inilah syarat-syarat utama yang perlu dimiliki oleh seseorang yang ingin mengikut jalan atau thoriqat Ilmu Tasauf ini. Tegasnya bagi sesiapa yang ingin belajar atau menuntut ilmu ini, atau mendengar ilmu ini, membicara dan membahaskan ilmu ini, mereka hendaklah memperlengkapkan diri mereka dengan empat perkara tersebut. Tanpa salah satu atau mana-mana dari empat syarat-syarat yang tersebut itu, maka tidaklah patut bagi seseorang itu mendengar apatah lagi memperkatakan sesuatu mengenai Ilmu Tasauf ini.1. Zahid.

Adalah makna zahid ialah meninggalkan segala yang lebih-lebih daripada yang halal. Ini adalah kerana seorang yang Salik itu merupakan orang musafir kepada Tuhannya. Maka manakala jika ada sertanya sesuatu yang melebihi dari kadar keperluan dan hajatnya dalam perjalanannya, nescaya ianya akan menjadi penegah dan penghalang untuknya melangkahkan kaki. Ini adalah kerana Hadrat Haq Subhanahuwa Taala itu diharamkan masuk atas orang yang membawa di belakangnya sesuatu tanggungan(sangkutan keduniaan).

Dalam erti kata yang lain, hendaklah disucikan tangannya daripada mengambil sesuatu yang lebih daripada dunia dan disucikan hatinya daripada berhadap kepadaNya kerana adalah pada Hadrat yang Qudsi itu ditegahkan masuk orang yang penuh hatinya dengan Akdar dunia yang Masyiwallah(sesuatu selain daripada Allah) seperti kata Sheikh Ibni Athoillah As-Kandari;

* Bagaimana terang bercahaya hatinya sedangkan segala rupa Akuan(cita-cita dunia) termeteri pada muka cerminnya atau;
* Bagaimana ia suka berjalan kepada Allah Taala padahal tertambat dengan segala keinginan syahwatnya atau;
* Bagaimana ia loba masuk pada Hadrat Allah Taala sedangkan ia tiada bersuci dari segala junub kelalaiannya atau;
* Bagaimana ia harap hendak faham akan keindahan Asror atau rahsia-rahsia yang halus(yang dalam) pada hal ia tidak taubat daripada kesalahannya.

Antara alamat orang yang zahid ialah sebagaimana yang disebut dalam Kitab Sira Ssalikin di mana telah berkata Imam Ghazali;Adapun alamat Zahid itu tiga perkara iaitu;

* 1. Tiada ia suka dengan suatu yang ada kepadanya dan tiada dukacita di atas ketiadaan sesuatu padanya seperti firman Allah yang bermaksud; “Supaya tiada dukacita kamu atas sesuatu yang luput dan tiada suka dengan sesuatu yang datang kepada kamu”.
* 2. Bersamaan padanya orang yang memuji dan menghinanya.

2. IlmuYang dimaksudkan dengan ilmu di sini ialah Ilmu Syariat yang ruang lingkupnya bergantung dengan perkara-perkara yang membaikkan zhohirnya. Maka manakala tiada mengetahui oleh orang yang Salik ilmu-ilmu atau jalan untuk membaikkan zhohirnya nescaya tiadalah dapat ia mengetahui akan jalan untuk membaikkan batinnya. Ini adalah kerana orang yang tiada berhenti pada pintunya tiadalah masuk di dalam tempat perhentian ahbabnya(kekasihnya). Dengan kerana itulah, maka hiasilah olehmu wahai orang Salik dengan pakaian syariat dan berhiaslah dengan adab thoriqat, nescaya teranglah atasmu beberapa cahaya hakikat dan jadilah kamu ahli bagi Mukhotobah yakni berkhabar-khabaran dan ahli Musyawarah yakni orang yang berkhabar-khabaran pada malam dan dapatlah kamu akan lazat Mukhotobah. Ini adalah kerana untuk terbukanya sesuatu yang hakikat yang didapati dari Alam Ghaib, perlulah ada sesuatu Wirid atau amalan syariat yang sempurna.

Tersebut dalam bicara Kitab Hikam Ibni Athoillah As-Kanddari bahawa tidak akan ada Warid tanpa Wirid. Yang dimaksudkan dengan wirid ialah apa sahaja amalan zhohir atau batin yang dilakukan secara Istiqamah dan terhasilah Warid Ilahiyyah iaitu pembukaan dan pencampakan Nur Ketuhanan yang membukakan sesuatu yang sebelum ini tertutup atau terhijab. Dengan terbukanya sesuatu rahsia di Alam Ghaib ini, maka terserlah bahagian-bahagian hakikat atau makrifat mengikut kadar yang diizinkan.
3. Tawakkal

Amat perlu bagi seorang Salik itu memakai pakaian tawakkal kerana Tawakkal itu ialah memadai dengan pengetahuan Allah pada mu daripada bergantung hati akan yang lain. Maka apabila engkau ketahui bahawasanya;

* Allah itu Tuhan Yang ‘Alim yakni yang mengetahui dengan segala hal kamu; lagi
* Allah itu Amat Kuasa atas memadakan(menjamin) akan segala hajatmu;
* lagi Allah itu terlebih kasih sayang bagimu lebih daripada kasih sayang ibu-bapamu malah melebihi akan kasih-sayangmu pada dirimu sendiri,

nescaya berhimpunlah hatimu itu atas Allah dan tiada berhadap dengan hatimu melainkan kepadaNya(Allah). Dan tiada engkau jatuhkan pandangan dan ingatan itu melainkan padanya(berhadap kepada Allah).Adalah tawakkal ini terlebih-lebih sangat dikehendaki oleh orang yang Salik itu pada perjalannnya melebihi sangat berkehendaknya seorang yang dahaga kepada air.

4. Yakin

Yakin ialah I’tiqad(pegangan) yang putus dengan barang yang mengkhabarkan oleh Allah dan RasulNya. Dengan keyakinan itulah ia akan berpegang kepada perkara yang sebenarnya dengan tiada syak pada Allah dan Rasul atas jalan putus sekira-kira gholib atas hatinya dan jadilah segala yang ghaib itu seperti dilihatnya. Maka diketahui dengan perasaannya bahawasanya Allah Taala tiada menjadikan Jin dan Manusia melainkan untuk beribadat kepadaNya. Maka tiada dijadikan akan segala pancainderanya melainkan kerana disuruh mengerjakan taat dengannya dan tiadalah dijadikan hati melainkan kerena tempat untuk berzikir(ingat/yakin) akan Dia dan supaya jangan hati itu tidak bimbangkan(cenderung dan kasih) dengan sesuatu yang lain selain daripada Allah.

Maka barangsiapa berhasil baginya yakin yang zauqi(rasa yang melenyapkan isyarat) atas jalan ini nescaya;

* mereka tiada akan memalingkan lidahnya melainkan di dalam zikir akan Dia dan
* tiadalah mereka memalingkan telinganya melainkan dengan mendengar kalam Allah dan kalam RasulNya dan kalam AuliyaNya dan kepada tiap-tiap sesuatu yang menyampaikan dia kepada TuhanNya dan
* tiada berpaling matanya melainkan pada barang yang memberi manfaat dan menunjuk akan dia kepada jalan Allah.

Dan demikianlah dikirakan(ditilik) dirinya pada tempat penerimaan segala nikmat yang memberi nikmat dengan dia oleh MaulaNya(Allah) hinggalah tercapailah ia akan Maqam orang yang Syaakirin iaitu orang yang memalingkan pandangannya bahawa sekelian nikmat yang diberikan Allah ke atasnya kepada sesuatu yang dijadikan untuk tujuan kembali kepada jalan Allah. Maka tatkala itu tercapailah ia akan bertambah pemberianNya seperti maksud Allah Taala (Walai in syakar tum laiziidannakum).“Dan apabila kamu bersyukur, pasti Allah menambahnya”Bermula Maqam yakin itu ialah diketahui oleh seseorang bahawa Allah Taala melihat atas tiap-tiap waktu dan ketika seperti kata Sheikh Abi Madyan r.a

Bermula Haq Taala itu melihat atas segala rahsia hambaNya dan zhohirnya pada tiap-tiap nafas dan tiap-tiap hal(kelakuannya). Maka di mana ada hati melihat akan Dia(Allah) hal keadaannya memberi bekas akan TuhanNya daripada yang lain, nescaya dipeliharakan akan dia daripada kedatangan percubaan dan daripada fitnah yang menyesatkan dia daripada memandang yang lain daripada Allah.

Inilah hikmah atau edaran(pusingan) Ahli Sufiah iaitu Maqam Muroqobah dan Maqam Ihsan iaitu mengetahui bahawasnya Allah Taala melihat ia pada sekelian ketikanya dan mengetahui pula Allah Taala akan barang yang di dalam dirinya . Maka jadilah ia;

* bersamaan pada zhohir dan batinnya dan
* bersamaan pada khulwatnya(sendirian) dan jalwahnya (di dalam tengah orang ramai) bersamaan padanya zhohir.

Maka tiada dilihat dalam segala kelakuannya itu melainkan MaulaNya(Allah) dan tiada berhadap pada menyampaikan hajatnya melainkan kepadaNya. Dan hasillah daripada Sheikh Abi Madyan r.a;Bahawasanya pati jalan untuk sampai kepada Allah itu bahawa mengetahui orang yang Salik akan bahawasnya Allah Taala itu Tuhan Yang Melihat atas segala rahsianya dan zhohirnya pada tiap-tiap nafas dan tiap-tiap kelakuannya.

Petikan dari Kitab “Kanzul Manan” ‘ala Hikam Abi Madyan r.a

Hakikat tasawuf

10.26 Add Comment
Ada tiga unsur dalam diri manusia yaitu: ruh, akal, dan jasad. Kemulian manusia dibanding dengan makhluk lainnya adalah karena manusia memiliki unsur ruh ilahi. Ruh yang dinisbahkan kepada Allah. SWT sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Hijr ayat 29 yang artinya : "Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud".
Ruh Ilahi inilah yang menjadikan manusia memiliki sisi kehidupan rohani yang dapat diistilahkan dengan makna tasawuf. Dimana kecondongan ini juga dimiliki oleh semua manusia dalam setiap agama. Karena perasaan itu merupakan fitrah manusia. Secara umum dapat juga kita ibaratkan makna tasawuf dengan filsafat kehidupan dan metode khusus sebagai jalan manusia untuk mencapai akhlak sempurna, menyingkap hakikat dan kebahagiaan jiwa.
Yang membedakan antara sufi dengan sufi yang lainnya adalah tatacara riyadhohnya (latihan) yang kadang tidak luput dari pengaruh luar. Seperti tercemar oleh pemikiran filsafat sesat yang berkembang saat itu, atau gerakan-gerakan tatacara ibadah agama lain, dan sebagainya.
Tasawuf pada mulanya adalah bagian dari ajaran zuhud dalam islam. Yaitu lebih berkonsentrasi dalam pendekatan diri kepada Allah SWT dengan ketaatan dan ibadah. Semakin jauh dari zaman Rasul SAW semakin banyak aliran-aliran tasawuf berkembang. Dari perbedaan tatacara yang digunakan oleh masing-masing aliran itu tasawuf menjadi istilah yang terpisah dari ajaran zuhud. Karena tasawuf telah menjadi aliran yang memiliki makna khusus sebab kekhususan praktek ajaran yang ditempuhnya. Mungkin dapat diibaratkan sebagai madrasah (lembaga pendidikan) yang masing-masing memiliki tata cara khusus dalam menggembleng murid-muridnya untuk mencapai taqarub kepada Allah SWT. Dari pengertian ini maka tidak setiap ahli ibadah dapat disebut sufi tapi sufi diharapkan menjadi ahli ibadah. Juga tidak setiap orang yang berakhlak mulia dapat disebut sebagai sufi tapi sufi diharapkan memiliki akhlak mulia. Karena dalam ajaran tasawuf, orang bisa disebut sufi jika dia telah masuk dan terikat dalam aliran tasawuf tertentu (madrasah). Dimana dalam madrasah tasawuf terdapat guru dengan sebutan mursyid atau syeikh yang akan membimbing murid tentang tata cara bagaimana mendekatkan diri pada Allah.
Ibnu Taimiyah pernah berkomentar bahwa para sufi adalah orang-orang yang berijtihad menuju ketaatan Allah SWT seperti halnya orang-orang yang telah berijtihad dalam suatu perkara sebelumnya. Dan dalam berijtihad itu mereka ada yang salah dan ada yang benar, bahkan ada yang memang keluar dari ajaran Islam. Maka disinilah peran penting ilmu untuk menyikapi aliran tasawuf tersebut.

Korelasi antara ilmu dan tasawuf

Lebih khusus ilmu yang dimaksud disini adalah ilmu syari'at atau fiqih. Karena fiqih adalah ilmu yang membahas tentang perkara zhohir dari suatu ibadah. Fiqih hanya membahas apakah suatu ibadah itu dapat dinilai sah atau tidak. Selama ibadah itu dilakukan sesuai dengan syari"at dan rukunnya maka pelakunya telah bebas dari kewajibannya secara hukum fiqih. Fiqih tidak melihat apakah anda sudah melaksanakan ibadah itu dengan kekhusyu'an dan memperhatikan adab-adabnya atau tidak. Adapun hakikat tasawuf adalah yang memperhatikan perkara hati ketika beramal, apakah saat itu ada keterikatan hati kepada Allah atau tidak. Dengan tasawuf akan membuahkan keindahan akhlak dari fiqih (ilmu). Contohnya adalah seorang yang melaksanakan sholat akan tampak khusyuk, bacaannya indah, gerakannya indah karena hatinya terikat dengan Allah SWT sehingga merasakan pengawasan dalam setiap bacaan dan gerakannya.
Dalam tasawuf, hati memang menjadi obyek utama yang lebih diperhatikan. Karena itu keikhlasan para sufi sudah teruji dan mungkin sudah tidak dapat diragukan lagi. Disamping keikhlasan, unsur yang terpenting yang harus dipenuhi dalam setiap amal ibadah adalah unsur kesesuaian amalan tersebut dengan tuntunan atau ajaran Nabi Muhammad SAW. Dari sisi inilah aliran tasawuf banyak yang tergelincir. Sehingga banyak terlihat mengadakan praktek amalan ibadah yang kurang atau bahkan tidak sesuai dengan tuntunan sunah Nabi SAW. dalam hal ini kaum sufi bisa termasuk golongan orang yang disebut dalam surat al-Kahfi ayat 104 yang artinya : "Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya"

Diantara kesesatan aliran tasawuf yang terlihat adalah:
1. mengambil mentah-mentah kisah-kisah yang berbau mistik dan khurafat tanpa ada landasan syari'atnya.
2. Tidak menyaring antara hadits-hadits yang shohih dan yang dho'if. Bahkan sering juga mengamalkan hadits-hadits yang maudu'.
3. Mentaati syeikhnya secara mutlak, bahkan ada yang meningkat ketaraf mengkultuskan. Menganggap bahwa syeikhnya tidak pernah jatuh pada kesalahan, sehingga semua perintahnya harus dilaksanakan.
4. Lebih meyakini dan mengikuti kata hatinya daripada mengikuti syari'at, apalagi jika diyakini itu adalah ilham, atau kasyf.
5. Tidak memperhatikan tuntunan syari'at dalam amal ibadah, zikiran, dan apa yang dianggap amal kebajikan. Seperti lebih mengutamakan zikiran yang disusun oleh syeikhnya daripada susunan dan aturan yang telah diajarkan Nabi SAW. Juga berlebihan dalam praktek ibadah (ghuluw) dan menafsirkan ayat atau hadits.

Kesalahan yang diperbuat para kaum sufi itu adalah akibat dari kurangnya perhatian mereka terhadap ilmu syari'at. contohnya lagi yaitu mereka mengangap bahwa gerakan yang menyertai zikiran itu dapat menambah kekhusyu'an dalam berzikir. Tetapi mungkin dapat kita katakan untuk menjawab anggapan ini adalah bahwa gerakan spontan ketika berzikir itu boleh saja seperti gerakan spontan ketika kita sedang menikmati membaca alqur'an. Kesalahannya adalah jika gerakan itu bukan secara spontan adanya. Tetapi gerakan itu adalah sengaja dibuat tata caranya oleh seorang syeikh dan kadang menjadi keharusan bagi anggota aliran tasawuf tersebut ketika berzikir. Karena dalam tuntunan Nabi SAW tidak ada keharusan melakukan gerakan khusus ketika berzikir. dalam kaidah disebutkan bahwa sesuatu yang mutlak (tidak terikat) jika di ikatkan maka telah menyalahi (termasuk bid'ah) dan sebaliknya bahwa sesuatu yang terikat (waktu, tempat atau tata cara) jika di mutlakan maka juga berarti bid'ah. Kesalahan sufi dalam hal zikir ini adalah mereka mengikatkan zikiran yang dimutlakan dengan gerakan atau tata cara khusus yang mengiringinya. Untuk contoh kaidah yang kedua misalnya adalah tawaf yang dilakukan orang awam pada kuburan-kuburan para wali. Bid'ah disini adalah mereka memutlakan ibadah tawaf yang sudah terikat dengan tempat yaitu hanya di ka'bah saja menjadi ibadah yang boleh dilakukan selain di ka'bah.

Contoh lainnya tentang kesalahan golongan sufi adalah tentang konsep cinta kepada Allah yang berlebihan. Ini terjadi karena kurang memperhatikan kaidah-kaidah penafsiran ayat atau hadits yang telah disepakati oleh para ulama. Ungkapan cinta yang berlebihan secara spontan mungkin dapat dimaklumkan, tapi jika ungkapan itu dijadikan konsep ajaran maka disitulah letak kesalahannya. Karena dengan begitu telah membingungkan orang awam dan bisa menyulitkan diri dengan memaksakan untuk melakukan amalan yang diluar kemampuannya. Dan ini berarti telah menyalahi ajaran Islam yang asalnya bersifat mudah dan tidak menyulitkan diri.

Pengetahuan tentang tuntunan Nabi SAW itulah yang dimaksud dengan ilmu disini. Dengan ilmu itu juga dapat menjadi penilaian, apakah aliran itu dapat diterima atau tidak (sesat). Dalam hal ini kalangan ulama sufi generasi awal sendiri menegaskan bahwa tarikat yang tidak berlandaskan ajaran murni Islam dari kitab dan sunah adalah bukan temasuk tasawuf Islam. Sebagaimana pernyataan syeikh para sufi al-Junaed bin Muhammad : "Semua aliran tarikat tertutup bagi makhluk kecuali yang mengikuti jejak Rasulullah SAW". Berkata juga yang lain: "Aliran kita adalah terikat dengan kitab dan sunah".
Segala bentuk ibadah dari zikir, sholat, puasa, berdoa, dan lain sebagainya itu pada asalnya adalah haram hukumnya. Karena ibadah adalah perkara yang yang hanya terbatas pada apa yang telah diperintahkan Allah SWT saja. Atas dasar ini, segala bentuk ibadah yang tidak sesuai dengan tuntunan Nabi SAW adalah sesat dan tidak dapat diterima. Sebagaimana sabda Nabi SAW: "Barang siapa yang mengerjakan amalan yang tidak berasal dari tuntunan kita, maka hal itu ditolak".(HR. Bukhory dan Muslim)
Dengan pondasi syari'at yang kuat tasawuf ini akan lebih terjaga keabsahannya. Karena syari'at adalah petunjuk. Barang siapa yang memanfaatkan petunjuk tidak akan tersesat jalan. Sebaliknya, barang siapa yang meneluri jalan tanpa petunjuk tidak akan pernah sampai tujuan. Dari sini, jelaslah bahwa syarat kebenaran sebuah aliran adalah harus berlandaskan ilmu. Sebagimana kaidah arab yang menguatkan pernyataan ini: "barang siapa salah jalan berarti dia akan sesat".
Imam Syafi'i membagi manusia berdasarkan hal ini menjadi tiga yaitu: ahli fiqih, sufi dan ahli fiqih yang sufi. Dalam syairnya beliau menggambarkan hubungan ilmu dan tasawuf ini:
فقيها و صوفيا فكن ليس واحد ا فإنى - و حق الله – إياك أنصح
فذلك قاس لم يذق قلبه تقى و هذا جهول كيف ذو الجهل يصلح
Seorang ahli fiqih dan sufi selayaknya tak boleh terpisah
Demi Allah aku akan menasihati kamu (tentang hal ini)
Kalau yang itu ( ahli fiqih) keras hatinya karena belum merasakan ketakwaan
Dan yang ini (sufi) bodoh, bagaimana dia bisa berbuat perbaikan jika dia bodoh

Merupakan kenikmatan jika memiliki isteri yang memahami bahwa menyiapkan sarapan dan perlengkapan suami yang akan berangkat pagi hari adalah lebih utama dari menghabiskan waktu berzikir dengan hitungan ribuan kali. Juga kenikmatan bagi seorang isteri jika memiliki suami yang memahami bahwa mencari nafkah adalah bentuk ibadah yang lebih utama dari duduk bermalasan walau sambil berzikir dengan hitungan ribuan kali. Seperti halnya pemahaman sahabat bahwa membantu menyelesaikan keperluan saudaranya adalah lebih utama dari beri'tikaf dalam masjid nabawy sekalipun.

Karakteristik kehidupan robany dalam Islam

Jika kita sepakat bahwa inti ajaran tasawuf adalah untuk mencapai kehidupan robany, maka pada hakikatnya adalah bahwa dari yang awam hingga para ualma semuanya membutuhkan pembinaan iman untuk menggapai kehidupan yang robany. Dan pembinaan itu tentunya harus berlandaskan ilmu. Seorang yang memiliki ilmu bisa tampak lebih sufi dari orang yang berada dalam aliran tasawuf. Sebagaimana orang bisa tampak lebih berilmu dari orang yang duduk di bangku sekolah.
Dari uraian sebelumnya diharapkan dapat mengantarkan kita dalam menyikapi aliran tasawuf yang ada dengan sikap yang moderat. Artinya tidak memihak kepada golongan yang menganggap bahwa semua aliran tasawuf adalah sesat, juga tidak memihak kepada golongan yang tenggelam meyakini bahwa aliran tasawuf itu adalah tampilan ideal Islam. Adapun tampilan Islam yang ideal mungkin dapat kita lihat dari karakteristik kehidupan yang robany dalam Islam sebagai berikut:
1. Tauhid
Tauhid adalah mengesakan Allah SWT dalam ibadah dan mohon pertolongan. Seorang muslim hanya beribadah kepada Allah SWT dan hanya memohon pertolongan kepada Allah SWT. Kehidupan robany dalam Islam adalah yang berlandaskan tauhid yang intinya dapat tercangkup dalam empat perkara:
a.Tidak mencari tuhan selain Allah SWT. (lih: QS: Al-An'am: 164)
b.Tidak mengambil wali selain Allah SWT. (lih: QS: Al-An'am: 14)
c.Tidak mengharap hukum selain hukum Allah SWT.(lih: QS: Al-An'am: 114)
d.Tidak mengharap keridhoan selain dari Allah SWT.(lih: QS: Al-An'am: 162-163)

2. Mengikuti Tuntunan
Seorang muslim adalah yang melandaskan segala amalannya dengan syari'at. Karena syarat diterimanya sebuah amalan adalah harus memenuhi dua syarat yaitu : keikhlasan kepada Allah SWT semata dan harus sesuai dengan tuntunan Nabi SAW. Sebagaimana sabda Nabi SAW yaang artinya: "Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami, yang tidak kami perintahkan atasnya, maka hal itu ditolak". (HR: Bukhory dan Muslim)

3. Menjaga Keseimbangan
Muslim adalah yang menjaga keseimbangan dalam beribadah dan menjalani kehidupannya. Kegiatan untuk akheratnya dan amal ibadahnya tidak sampai berlebihan dan tidak sampai melupakan urusan duniaannya apalagi hak-hak orang lain. Dia sholat, puasa, zakat, haji, berzikir, tapi juga mencari nafkah, bercanda dengan keluarga dan olahraga. Dalm hal ini ada hadits Nabi SAW tentang sikap Beliau SAW terhadap sahabatnya yang salah memahami ajaran sehingga ada yang ingin puasa terus tanpa berbuka, ada yang ingin qiyamulail tanpa istirahat, dan ada yang tidak ingin menikah. Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya aku adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah SWT tetapi aku puasa juga berbuka, aku qiyamulail juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Dan barang siapa yang tidak menyukai sunahku, maka bukan termasuk golonganku". (HR: Bukhory dan Muslim)
4. Berkesinambungan
Setiap nafas seorang muslim hendaknya terus dipenuhi zikir dan bernilai ibadah. Perintah-perintah ibadah yang ada seperti ada sholat lima waktu, sholat jum'at, sholat hari raya, juga haji misalnya, itu semua menuntun muslim untuk menjaga hubungan yang berkesinambungan dan tidak terputus dengan Allah. SWT. (lih:QS: Al-Hijr: 99)
5. Mudah dan Luas
Meskipun ibadah dalam Islam itu sifatnya berkesinambungan, tetapi ada kemudahan dan tidak ada pemaksaan untuk melakukan amalan yang diluar kemampuan hamba. (lih: QS: Al-Maidah: 6). Kehidupan robany dalam ajaran Islam juga kita dapatkan adanya kelonggaran bagi muslim sesuai dengan tingkat keimanannya dan kemampuannya. Sehingga kita dapatkan kelonggaran Islam bagi orang yang hanya sanggup menjaga amalan yang wajib-wajib saja. Islam tidak menutup jalan bagi para pendosa yang ingin bertaubat. Disamping para pemilik keimanan yang tinggi seperti para sahabat Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali Radliyallâhu'anhum yang sanggup melaksanakan amalan-amalan sunah sebagai tambahan.
6. Beragam
Seorang muslim dapat menjadikan segala amalan hidupnya bernilai ibadah. Dalam Islam ada ibadah badaniyah dan ibadah hati. Ada perintah dan larangan. Ada yang wajib, sunah, haram, makruh dan yang mubah. Itu semua menuntut muslim untuk dapat memperhatikan hal-hal prioritas dalam beramal. Contohnya bersedekah kepada tetangganya yang membutuhkan lebih diutamakan dari melaksanakan ibadah haji sunah.
7. Universal
Muslim hendaknya memahami keuniversalan ajaran Islam, tidak sebatas dalam amalan ibadah. Segala aspek kehidupan muslim yang mencangkup urusan dunia atau akhirat harus berlandaskan ajaran Islam. Muslim tidak memisahkan antara masalah ibadah, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Kehidupan muslim bukan hanya di dalam masjid, tapi juga dapat mengikat hatinya dengan masjid meskipun jasadnya di luar masjid.
Sesungguhnya Islam menuntun umatnya untuk dapat memperhatikan semua aspek kehidupanya secara seimbang. Seorang muslim yang moderat memiliki karakteristik kehidupan robany. Pemahamannya akan makna ibadah tidaklah sempit, hanya sebatas amalan ibadah ritual saja seperti shalat, puasa, zikir sebagaimana yang dipahami oleh sebagian besar golongan sufi.
Karakteristik muslim moderat ini semua ada dan telah dicontohkan dalam kehidupan Nabi SAW. Sehingga Aisyah Radliyallâhu'anha berkata ketika mensifati kehidupan Beliau SAW: "Sesungguhnya akhlak Beliau SAW adalah Qur'an".