Tampilkan postingan dengan label makalah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label makalah. Tampilkan semua postingan

MAKALAH KRISIS PENDIDIKAN ISLAM

23.35 1 Comment

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada .
Harapan saya semoga Makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi Makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.


Jayasakti, 19 Oktober 2011
Penulis


















BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Agama Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad Saw. Mengandung implikasi kependidikan yang bertujuan untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam. Dalam agama Islam terkandung suatu potensi yang mengacu kepada kedua fenomena perkembangan
Pendidikan Islam masa kini dihadapkan kepada tantangan yang jauh lebih berat dari tantangan yang dihadapi pada masa permulaan penyebaran Islam. Tantangan tersebut berupa timbulnya aspirasi dan idealitas umat manusia yang serba multiinteres yang berdimensi nilai ganda dengan tuntutan hidup yang multikompleks pula. Tugas pendidikan Islam dalam proses pencapaian tujuannya tidak lagi menghadapi problema kehidupan yang simplisistis, melainkan sangat kompleks. Akibat permintaan yang bertambah (rising demand) manusia semakin kompleks pula, hidup kejiwaannya semakin tidak mudah diberi nafas agama.
Permasalahan baru yang harus dipecahkan oleh pendidikan Islam khususnya adalah dehumanisasi pendidikan, netralisasi nilai-nilai agama, atau upaya pengendalian dan mengarahkan nilai-nilai transisional kepada suatu pemukiman yang Ilahi, kokoh dan tahan banting. Baik dalam dimensi individual maupun sosiokultural.
Rumusan Masalah
            Melalui pembahasan dalam makalah ini penulis ingin mengetahui tentang : 1. Krisis pendidikan Islam yang sedang terjadi dewasa ini
2. Solusi dari problematika pendidikan yang sedang dihadapi

BAB II
PEMBAHASAN

Krisis Pendidikan Islam
Hubungan antara pendidikan dengan masyarakat erat sekali, maka dalam proses pengembangannya saling mempengaruhi. Mesin pendidikan yang kita namakan sekolah dalam proses pengembangannya tidak terlepas dari mesin social. Mesin social menggerakkan segenap komponen kehidupan manusia, terdiri dari sector-sektor social, politik dan agama. Masing-masing sector ini bergerak dan berkembang saling mempengaruhi menuju kearah tujuan social yang telah ditetapkan.
Bilamana kesemuanya berada di dalam pola yang harmonis dan serasi, maka masyarakat pun bergerak dan bergerak secara harmonis. Akan tetapi, jika salah satu atau beberapa sektornya mengalami ketidakharmonisan, maka sektor-sektor lainnya akan terpengaruh. Dari sinilah awal dari terjadinya krisis kehidupan masyarakat yang pada gilirannya melanda sekolah, bahkan sekolah ditekan dan dibebani tugas untuk memberikan konsep-konsep penyelesaiannya.
Fenomena sosial yang telah diteliti oleh para ahli perencanaan kebijakan pendidikan misalnya, menunjukkan bukti bahwa setiap tahap kemajuan ilmu dan teknologi canggih, selalu membawa perubahan sosial yang sepadan atau bahkan lebih besar dari pada perkiraan atau peramalan mereka. Dampak positif dan negatifnya terhadap kehidupan manusia kadang-kadang tidak dapat lagi dikontrol atau diarahkan oleh lembaga-lembaga social dan cultural atau moral yang sengaja dibangun oleh masyarakat seperti sekolah.
Dalam arena kehidupan masyarakat yang dipetakan oleh para ahli sebagai suatu kesuraman dan kekusutan karena berbagai dampak iptek yang mengerosi nilai-nilai seluruh bidang-bidang kehidupan, maka apa dan bagaimana lembaga-lembaga pendidikan Islam pada khususnya dan lembaga pendidikan pada umumnya harus berperan yang paling baik ? Inilah pertanyaan yang layak diajukan kepada umat Islam yang kedudukannya sebagai umat  di tengah-tengah masyarakat.
Pendidikan baru dari berbagai disiplin keilmuan yang dilakukan secara integralistik amat diperlukan, untuk mendorong pendidikan Islam yang mampu menghadapi masyarakat teknologi masa depan yang makin teknologis.
Self kritik terhadap kondisii pendidikan islam masa kini antara lain di lontarkan oleh Prof.Dr.Fadhil al-Djamaly yang menyatakan sebagai berikut :
Dunia Islam yang sedang dilanda kemunduran dan keterbelakangan, kemiskinan, serta ketinggalan iptek, tidak dapat diatasi dengan mengimpor system pendidikan barat yang tidak sesuai dengan aspirasi bangsa-bangsa Islam.Sistem dari luar itu hanya lebih mementingkan kulit daripada isi dan mutiara: juga hanya lebih mementingkan kualitas daripada kuantitas: tidak pula sesuai dengan makna dan cita-cita anak didik dalam proses pengembangan kemampuan pembawaanya.Oleh karena itu, system tersebut tidak dapat memecahkan permasalahan Negara yang sedang  membangun bahkan bahkan seringkali menimbulkan permasalahan-permasalahan baru bagi masyarakat yang menerapkan system itu.”
Dr.Fadhil al-Djamaly menghimbau agar umat Islam menciptakan pendidikan yang didasari keimanan kepada Allah, karena hanya dengannya adalah merupakan suatu dasar yang benar untuk menuntut ilmu.
Pendidikan islam yang diharapkan mencapai sukses menurut seorang pemikir pembaharuan umat Islam, Syekh Sayyid Qutb,  ( This Religion Of Islam ) bila mengacu kepada :
1.      Sistem kehidupan yang mengartikulasikan dan mengaktualisasikan sifat dasar manusia ( Human Nature), dimana Islam di turunkan oleh Allah justru untuk mengembalikan sifat dasar manusia itu.
2.      Sistem kehidupan Islam menananmkan cita-cita untuk melepaskan diri dari segala bentuk penindasan oleh orang-orang yang kuat terhadap orang yang lemah, membebaskan manusia dari kebodohan dan kemiskinan serta keterbelakangan.
Imbauan tersebut meskipun bernada pareanilistik dan esensialistik, namun dapat kita resapi maknanya, yaitu bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang di harapkan oleh umat Islam yang mampu menjadi obor yang menerangi kebingungan dan kegelapan hidup manusia masa kini.Sehingga secara maksimal dapat menjadi benteng moral bagi masyarakat dan teknologi yang pragmatis anti moralitas Illahi yang Absolut.
Diharapkan dengan menyerap nilai-nilai Islam seperti yang muncul dan berkemampuan tinggi pada permulaan risalahnya , kemudian di konseptualisasikan kedalam system nilai yang mengacu kepada tuntutan baru, maka validitas pendidikan Islam akan bangkit kembali.
Pendidikan baru dari berbagai disiplin  keilmuan yang dilakukan secara integralistik sangat diperlukan untuk mendorong pendidikan islam yang mampu menghadapi masyarakat teknologi masa depan yang makin teknologis.Barangsiapa menguasai iptek, maka ia akan dipertahankan dengan system pendidikannya di masa depan.
Inilah suatu orientasi baru pendidikan Islam kepada masa depan yang serba ditakuti dan dicemaskan oleh para futurologiyang mengeluhkan bahwa “Disorientasi yang memusingkan kepala yang ditimbulakn oleh kedatangan hari esok begitu cepat “, menyebabkan  sekolah kedodoran mengejar ketertinggalan.
Beberapa ahli perencanaan kependidikan masa depan telah mengidentifikasikan krisis pendidikan yang bersumber dari krisis orientasi masyarakat masa kini, dapat pula dijadikan wawasan perubahan system pendidikan Islam, yang mencakup fenomena-fenomena antara lain sebagai berikut :
1.      Krisis nilai-nilai.
Krisis nilai berkaitan dengan masalah sikap menilai sesuatu perbuatan tentang baik dan buruk, pantas dan tidak pantas, benar dan salah, dan hal-hal lain yang menyangkut perilaku etis individual dan sosial. Sikap penilaian yang dahulu diterapkan sebagai “benar, baik, sopan, atau salah, buruk, tak sopan” mengalami perubahan drastis  menjadi ditoleransi, sekurang-kurangnya tak diacuhkan orang.
2.      Krisis Konsep tentang kesepakatan arti hidup yang baik
Masyarakat mulai mengubah pandangan tentang cara hidup bermasyarakat yang baik dalam bidang ekonomi, politik, kemasyarakatan, dan implikasinya terhadap kehidupan individual. Nilai-nilai apa yang dijadikan ukuran, menjadi kabur. Sekolah yang menjadikan cermin idealitas masyarakat, risau tentang adanya kekaburan konsep tersebut, sehingga sulit untuk dipantulkan ke dalam program-program kependidikan. Kalau mau mengambil konsep  etika Islam, sekolah kita tidak akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai sarana pembudidayaan manusia.
3.      Adanya kesenjangan kredibilitas
Dalam masyarakat manusia saat ini dirasakan adanya erosi kepercayaan di kalangan kelompok penguasa dan penanggung jawab social. Di kalangan orang tua, guru, penegak hukuim dan sebagainya mengalami keguncangan jiwa, mulai diremehkan orang yang semestinya manaati atau mengikuti petuahnya
4.      Beban Institusi sekolah kita terlalu besar melebihi kemampuannya.
Sekolah kita dituntut untuk memikul beban tanggungjawab moral dan sosiokultural yang tidak termasuk program instruksional yang didesain, oleh karenanya sekolah tidak siap memikul tanggung jawab tersebut.Sistem birokrasilah yang telah memperberat beban yang yang diluar kemampuan sekolah.Sperti membebani titipan-titipan matapelajaran yang bersifat menunjang kebijaksanaan teknis departemental atau sektoral
5.      Kurangnya sikap idealisme dan citra remaja kita tentang peranannya di masa depan bangsa.
Sekolah dituntut untuk mengembangkan idealism dan self-image generasi muda untuk berwawasan masa depan yang realistis. Sehingga mereka mau mempersiapkan diri untuk berperan serta dalam pembangunan bangsanya sesuai dengan keahlian, ketrampilan, dan IPTEK yang amat diperlukan oleh Negara.
6.      Kurang sensitif  terhadap kelangsungan masa depan
Falsafah hidup yang dogmatis dan statis yang tidak mengacu kepada kelangsungan hidup masa depan, tidak lagi dapat diandalkan untuk menjadi landasan sikap sekolah masa kini. Tradisi-tradisi yang membelenggu kebebasan berfikir dan berkreasi anak didik harus dibuang jauh, sehingga sekolah kita akan menjadi institusi kependidikan yang dinamis. Ini mendorong anak didik belajar secara intensif berorientasi kearah masa depan tekno, sosio, dan bio yang realistis, tapi moralistis.
7.      Kurangnya relevansi program pendidikan di sekolah dengan kebutuhan pembangunan.
Sekolah yang mendukung kepentingan elit nonpopulis, tidak demokratis, tidak berorientasi kea rah kepentingan pembangunan tidak akan dapat mempertahankan eksistensi dalam masyarakat yang sedang membangun.
8.      Adanya tendensi dalam pemanfaatan secara naïf kekuatan teknologi canggih
Kenaifan dalam pemanfaatan kekuatan teknologi modern menimbulkan keprihatinan para pecinta lingkungan.Bahkan menimbulkan kerawanan yang dapat menghancurkan kehidupan umat manusia sendiri seperti timbulnya krisis energy, polusi air dan udara,dll
9.      Makin membesarnya kesenjangan antara si kaya dan si miskin
Sekolah yang kita andalkan menjadi tumpuan harapan bagi peningkata kesejahteraan hidup ekonomis, memerlukan dukungan berimbang agar para orang tua dapat menyekolahkan anaknya entah itu dari golongan kaya ataupun miskin.Dalam hal ini sekolah dituntut untuk berlaku adildan demokratis dalam pendidikan.
10.   Ledakan pertumbuhan jumlah penduduk
Dilihat dari grafis pertumbuhan, Indonesia termasuk dalam Negara di dunia, Indonesia masuk kedalam golongan Negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.Hal ini menimbulkan dampak semakin membengkaknya jumlah pengangguran.
Benarlah teori Malthus yang mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi langsung menurut deret hitung.Sekolah kita terus menerus memproduksi tenaga kerja yang bertarget setiap tahun.Sampai saat ini sekitar 9 juta lebih yang menganggur.
11.  Makin bergesernya sikap manusia kea rah pragmatis yang pada gilirannya akan membawa kepada sikap matrealistis dan individualis.
Kecenderungan sikap hidup manusia modern saat ini seolah lebih mengedepankan sikap dan pola hidup yang lebih mementingkan dekadensi moral dan kekayaan materi, sehingga mengurangi sikap dan pola hidup sederhana dan beroriesntasi pada nilai-nilai agama.
12.  Makin menyusutnya jumlah ulama tradisional dan kualitasnya
Kecenderungan tersebut sudah tampak didaerah perkotaan dalam era pembangunan negeri saat ini hingga menimbulkan suatu pertanyaan “Hingga berapa besarkah yang harus dipertanggung jawabkan oleh institusi pendidikan dan social yang dapat kita tunaikan.”








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sebagaimana pembahasan dari makalah yang telah kami sampaikan di muka dapat di tarik beberapa kesimpulan, antara lain :
1.      Beberapa ahli perencanaan kependidikan masa depan telah mengidentifikasi krisis pendidikan yang mencakup fenomena-fenomena antara lain sebagai berikut: (1) krisis nilai-nilai, (2) krisis konsep tentang kesepakatan arti hidup yang baik, (3) adanya kesenjangan kredibilitas, (4) beban institusi sekolah kita terlalu besar melebihi kemampuannya, (5) kurangnya sikap idealisme dan citra remaja kita tentang peranannya di masa depan bangsa, (6) kurang sensitif terhadap kelangsungan masa depan, (7) kurangnya relevansi program pendidikan di sekolah dengan kebutuhan pembangunan, (8) adanya tendensi dalam pemanfaatan secara naïf kekuatan teknologi canggih, (9) makin membesarnya kesenjangan di antara kaya dan miskin, (10) ledakan pertumbuhan penduduk, (11) makin bergesernya sikap manusia ke arah pragmatisme yang pada gilirannya membawa ke arah materialisme dan individualisme, (12) Makin menyusutnya jumlah ulama tradisional dan kualitasnya.
2.      Pendidikan islam yang diharapkan mencapai sukses bila mengacu kepada :
a.       Sistem kehidupan yang mengartikulasikan dan mengaktualisasikan sifat dasar manusia ( Human Nature), dimana Islam di turunkan oleh Allah justru untuk mengembalikan sifat dasar manusia itu.
b.      Sistem kehidupan Islam menanamkan cita-cita untuk melepaskan diri dari segala bentuk penindasan

DAFTAR PUSTAKA


Prof. H. Muzayyin Arifin,M.Ed. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta .Bumi Aksara, 2008
Agustin, Ari Ginanjar. ESQ –Emotional Spiritual Quotient. Jakarta: Arga, 2002
Arifin. Muzayyin,Prof.M.Ed, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta .Bumi Aksara, 2008
Gordon Dryden & Jeannette Vos. Revolusi Cara Belajar I. Bandung: Kaifa, 2000

MAKALAH TENTANG PEMBELAJARAN PAI

23.47 1 Comment

BAB  I
PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran.
Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran.
Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran ekonomi. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh sang guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.
BAB II
PEMBAHASAB


A.      Definisi Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.[1] Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.
Dalam pembelajaran guru harus memahami materi pelajaran yang diajarkan sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan memahami barbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencaan pengajaran yang matang oleh guru. Oleh sebab itu diperlukan adanya teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif dikelas.
Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi. [2] Dalam hal ini pembelajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah melalui tahapan perancangan pembelajaran.
Proses pembelajaran aktivitasnya dalam bentuk interaksi belajar mengajar dalam suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan, artinya interaksi yang telah dicanangkan untuk suatu tujuan tertentu setidaknya adalah pencapaian tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada satuan pelajaran. Kegaitan pembelajaran yang diprogramkan guru merupakan kegiatan integralistik antara pendidikan dengan peserta didik. Kegiatan pembelajaran secara metodologis berakar dari pihak pendidik yaitu guru, dan kegiatan belajar secara pedagogis berakar dari pihak peseta didik.
Pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar. [3]
Dalam proses, pembelajaran dikembangkan melalui pola pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta peran pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Secara implisit dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada.
Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Oleh karena itu pembelajaran memusatkan perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa” bukan pada “apa yang dipelajari siswa”.
Pembelajaran yang akan direncanakan memerlukan berbagai teori untuk merancangnya agar rencana pembelajaran yang disusun benar-benar dapat memenuhi harapan dan tujuan pembelajaran.
Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Beberapa prinsip yang menjadi landasan definisi di atas, yaitu :
1.  Pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini mengandung makna bahwa cirri utama proses pembelajaran adalah perubahan perilaku dalam diri individu. Artinya seseorang yang telah mengalami pembelajaran akan berubah perilakunya. Tetapi tidak semua perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.    Perubahan yang disadari. Individu yang melakukan proses pembelajaran menyadari bahwa pengetahuannya telah bertambah, ketrampilannya telah bertambah, ia lebih yakin terhadap dirinya sendiri, dan sebagainya.
b.   Perubahan yang bersifat kontinue. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran akan berlangsung secara berkesinambungan, artinya suatu perubahan yang terjadi menyebabkan terjadinya perubahan perilaku yang lain.
c.    Perubahan yang bersifat fungsional. Perubahan yang telah diperoleh sebagai hasil pembelajaran memberikan manfaat bagi individu yang bersangkutan.
d.   Perubahan yang bersifat positif. Terjadi aanya pertambahan perubahan dalam diri individu. Perubahan yang diperoleh senantiasa bertambah sehingga berbeda dengan keadaan sebelumnya. Orang yang telah belajar akan merasakan sesuatu yang lebih luas dalam dirinya.
e.    Perubahan yang bersifat aktif. Perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi melalui aktivitas individu. Perubahan yang terjadi karena kematangan, bukan hasil pembelajaran karena terjadi dengan sendirinya, sesuatu dengan tahapan-tahapan perkembangannya. Dalam kematangan, perubahan itu akan terjadi dengan sendirinya meskipun tidak ada usaha pembelajaran.
f.    Perubahan yang bersifat permanen. Perubahan yang terjadi sebagai hasil pembelajaran akanberada secara kekal dalam diri individu, setidak-tidaknya untuk masa tertentu. Ini berarti bahwa perubahan yang bersifat sementara, seperti sakit, keluar air mata karena menangis, berkeringat, mabuk, bersin dsb adalah bukan perubahan sebagai hasil pembelajaran, karena bersifat sementara saja.
g.   Perubahan yang bertujuan dan terarah. Perubahan itu terjadi karena ada sesuatu yang akan dicapai. Dalam proses pembelajaran, semua aktivitas terarah pada pencapaian suatu tujuan tertentu.
2.  Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan. Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran meliputi semua aspek peirlaku dan bukan hanya satu aspek atau dua aspek saja. Perubahan perilaku itu meliputi aspek-aspek kognitif, afektif, konatif dan motorik.
3.  Pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ketiga ini mengandung makna bahwa pembelajaran itu merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan. Di dalam aktivitas itu terjadi adanya tahapan-tahapan aktivitas yang sistematis dan terarah. Jadi, pembelajaran bukan sebagai suatu benda atau keadaan statis, melainkan merupakan suatu rangkaian aktivitas-aktivitas yang dinamis dan saling berkaitan. Pembelajaran tidak dapat dilepaskan dengan interaksi individu dengan lingkungannya. Jadi, selama proses pembelajaran itu berlangsung individu akan senantiasa berada dalam berbagai aktivitas yang tidak terlepas dari lingkungannya. Dengan demikian, suatu pembelajaran yang efektif adalah apabila pelajar-pelajar melakukan perilaku secara aktif.
4.  Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan ada sesuatu tujuan yang hendak dicapai. Prinsip inti mengandung makna bahwa aktivitas pembelajaran terjadinya karena adanya kebutuhan yang harus dipuaskan, dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Atas dasar prinsip ini, maka pembelajaran akan terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan yang mendorong dan ada sesuatu yang perlu dicapai untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan mencapati tujuan. Belajar tidak akan efektif tanpa adanya dorongan dan tujuan.
5.  Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah kehidupan melalui situasi yang nyata dengan tujuan tertentu. Pembelajaran merupakan bentuk interkasi individu dengan lingkungannya sehingga banyak memberikan pengalaman pada situasi nyata. Perubahan perilaku yang diperoleh dari pembelajaran, pada dasarnya merupakan pengalaman. Ini berarti bahwa selama individu dalam proses pembelajaran hendaknya tercipta suatu situasi kehidupan yang menyenangkan sehingga memberikan pengalaman yang berarti.

B.      Pendekatan Sistem Pembelajaran PAI
1.     Perencanaan dan Desain pembelajara
a.       Secara Umum
Dalam cakupan pengertian sistem termuat adanya berbagai komponen (unsur), berbagai kegiatan (menunjuk fungsi dari setiap komponen), adanya saling hubungan yang ketergantungan antar komponen, adanya keterpaduan (kesatuan organis = integrasi) antar komponen, adanya keluasan sistem (ada kawasan di dalam sistem dan di luar sistem), dan gerak dinamis semua fungsi dari semua komponen tersebut mengarah (berorientasi = berkiblat) ke pencapaian tujuan system yang telah ditetapkan lebih dahulu.
Dari sini dapat diambil sebuah pengertian bahwasanya sistem secara umum diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dalam usahanya mencapai sebuah tujuan. Sehingga sistem tidak hanya mencakup aspek materi, melainkan juga masuk di dalamnya berupa prosedur, fasilitas, media dll.
b.       Secara Khusus
Menurut Hayanto, “pendekatan system adalah merupakan jumlah keseluruhan dari bagian-bagian yang saling bekerja sama untuk mencapai hasil yang diharapkan berdasarkan atas kebutuhan tertentu.” [4]
Menurut Lembaga Administrasi Negara: “system pada hakikatnya adalah seperangkat komponen, elemen, yang satu sama lain saling berkaitan, pengaruh-mempengaruhi dan saling tergantung, sehingga keseluruhannya merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi atau suatu totalitas, serta “mempunyai peranan atau tujuan tertentu.”[5]
System juga diartikan sebagai suatu kesatuan komponen yang sama, satu sama lain saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu.
Dari berbagai pengertian yang didefinisikan oleh beberapa pakar pendidikan, maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa sistem adalah kumpulan dari sekian banyak komponen yang saling berintegrasi, saling berfungsi secara kooperaatif dan saling mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Dari konsep ini, ada empat ciri utama suatu system. Pertama, suatu system memiliki tujuan tertentu. Kedua, ada komponen sistem ; ketiga, untuk menggerakkan fungsi, adanya fungsi yang menjamin dinamika dan kesatuan kerja sistem. Dan keempat, adanya interaksi antar berbagai Komponen. Berikut penjelasan dari berbagai poin diatas:
1.     Adanya Tujuan