WISUDA SARJANA STRATA SATU STITBU LAMPUNG TENGAH

23.28 Add Comment
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Bustanul ‘Ulum Lampung Tengah memohon dengan hormat kehadiran Bapak/Ibu/Saudara pada Rapat Senat Terbuka dalam rangka Upacara Wisuda Program Strata 1 Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Bustanul ‘Ulum Lampung Tengah yang akan diselenggarakan pada :

Hari/Tanggal      : Kamis, 28 Oktober 2010
Waktu                : 09.00 s/d selesai
Tempat              : Kampus STIT Bustanul ‘Ulum Lampung Tengah
                             Jalan Kawista No. 15 Jayasakti Anak Tuha  Lampung
                             Tengah

Demikian atas kehadiran Bapak/Ibu/Saudara diucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Lampung Tengah, 19 Oktober 2010
Ketua,


RATNO GHANI, MA
NPP.  0101.001


SUSUNAN ACARA


1.     Lagu Indonesia Raya dan Mars STIT Bustanul ‘Ulum Lampung Tengah.
2.     Rapat Senat Terbuka dalam rangka Wisuda Program Sarjana Strata 1 Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Bustanul ‘Ulum Lampung Tengah, dibuka oleh Ketua STIT Selaku Ketua Senat.
3.     Pembacaan Ayat Suci Al-Qur’an
4.     Sambutan-sambutan :
-         Ketua
-         Koordinator Kopertais Wilayah VII Sumatra Bagian Selatan
-         Bupati Kepala Daerah Kabupaten Lampung Tengah
5.     Pembacaan Surat Keputusan Ketua tentang Wisuda Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Bustanul ‘Ulum Lampung Tengah.
6.     Wisuda Program Sarjana Strata 1
7.     Pembacaan SK Ketua tentang Wisudawan Berprestasi
8.     Janji Alumni dilanjutkan dengan pelantikan dan penyerahan Alumni kepada pengurus IKA STIT Bustanul ‘Ulum Lampung Tengah.
9.     Do’a
10. Rapat Senat ditutup oleh Ketua STIT Selaku Ketua Senat.

Informasi :                                                                                                                           
  1. stitbustanululum@yahoo.com / bustanululumjayasakti@yahoo.com
  2. Koordinator Panitia CP. 08154034123 . 081279323883 . 085269481803

HUBUNGAN ILMU DAN FILSAFAT

23.19 Add Comment
1.Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alama. Arti dasar dari kata ini adalah pengetahuan. Penggunaan kata ilmu dalam proposisi bahasa Indonesia sering disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris. Kata science itu sendiri memang bukan bahasa Asli Inggris, tetapi merupakan serapan dari bahasa Latin, Scio, scire yang arti dasarnya pengetahuan. Ada juga yang menyebutkan bahwa science berasal dari kata scientia yang berarti pengetahuan. Scientia bersumber dari bahasa Latin Scire yang artinya mengetahui.1 Terlepas dari berbagai perbedaan asal kata, tetapi jika benar ilmu disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris, maka pengertiannya adalah pengetahuan. Pengetahuan yang dipakai dalam bahasa Indonesia, kata dasarnya adalah “tahu”.2 Secara umum pengertian dari kata “tahu” ini menandakan adanya suatu pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman dan pemahaman tertentu yang dimiliki oleh seseorang.3
Pendapat yang sama diungkapkan M. Quraish Shihab. Ia berpendapat bahwa ilmu berasal dari bahasa Arab, ilm. Arti dasar dari kata ini adalah kejelasan. Karena itu, segala bentuk kata yang terambil dari kata ‘ilm seperti kata ‘alm (bendera), ‘ulmat (bibir sumbing), ‘alam (gunung-gunung) dana ‘alamat mengandung objek pengetahuan. Ilmu dengan demikian dapat diartikan sebagai pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.4
Athur Thomson mendefinisikan ilmu sebagai pelukisan fakta-fakta, pengalaman secara lengkap dan konsisten meski dalam perwujudan istilah yang sangat sederhana.5 S. Hornby mengartikan ilmu sebagai: Science is organized knowledge obtained by observation and testing of fact (ilmu adalah susunan atau kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dan percobaan dari fakta-fakta.6 Kamus bahasa Indonesia, menerjemahkan ilmu sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu pula. Kamu ini juga menerangkan bahwa ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian tentang soal duniawi, akhirat, lahir dan bathin.
Poincare menyebutkan bahwa ilmu berisi kaidah-kaidah dalam arti definisi yang tersembunyi (science consist entirely of convertions in the sence of disguised definitions). Pengertian dan kandungan ilmu yang dicoba ditawarkan Poincare ini, harus pula diakui memperoleh penolakan dari berbagai ahli. Bahkan ada anggapan yang menyatakan bahwa pikiran Poincare ini merupakan kesalahan besar. Le Ray seolah menjadi antitesis dari pemikiran Poincare. Le Ray misalnya menyatakan bahwa “Science consist only of consecrations and it is solely to this circumstance that is owes its apparent certainly”. Le Ray juga menyatakan bahwa science cannot teach us the truth, it’s can serve us only as a rule of action (ilmu tidak mengajarkan tentang kebenaran, ia hanya menyajikan sejumlah kaidah dalam berbuat.7 Dari beberapa definisi ilmu di atas, maka, kandungan ilmu berisi tentang; hipotesa, teori, dalil dan hukum.
Penjelasan di atas juga menyiratkan bahwa hakekat ilmu bersifat koherensi sistematik. Artinya, ilmu sedikit berbeda dengan pengetahuan. Ilmu tidak memerlukan kepastian kepingan-kepingan pengetahuan berdasarkan satu putusan tersendiri, ilmu justru menandakan adanya satu keseluruhan ide yang mengacu kepada objek atau alam objek yang sama saling berkaitan secara logis.
Setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan penalaran masing-masing orang. Ilmu akan memuat sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang sepenuhnya belum dimantapkan. Oleh karena itu, ilmu membutuhkan metodologi, sebab dan kaitan logis. Ilmu menuntut pengamatan dan kerangka berpikir metodik serta tertata rapi. Alat bantu metodologis yang penting dalam konteks ilmu adalah terminology ilmiah.

2.Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia dan philoshophos. Menurut bentuk kata, philosophia diambil dari kata philos dan shopia atau philos dan sophos. Philos berarti cinta dan shopia atau shopos berarti kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah. Dalam pengertian ini seseorang dapat disebut telah berfilsafat apabila seluruh ucapannya dan perilakunya mengandung makna dan ciri sebagai orang yang cinta terhadap kebijaksanaan, terhadap pengetahuan dan terhadap hikmah.8
Pada awalnya, kata sofia lebih sering diartikan sebagai kemahiran dan kecakapan dalam suatu pekerjaan, seperti perdagangan dan pelayaran. Dalam perkembangan selanjutnya, makna dari kata kemahiran ini lebih dikhususkan lagi untuk kecakapan di bidang sya’ir dan musik. Makna ini kemudian berkembang lagi kepada jenis pengetahuan yang dapat mengantarkan manusia untuk mengetahui kebenaran murni. Sofia dalam arti yang terakhir ini, kemudian dirumuskan oleh Pythagoras bahwa hanya Dzat Maha Tinggi (Allah) yang mampu melakukannya. Oleh karena itu, manusia hanya dapat sampai pada sifat “pencipta kebijaksanaan”. Pythagoras menyatakan: “cukup seorang menjadi mulia ketika ia menginginkan hikmah dan berusaha untuk mencapainya.”9
Harun Hadiwijono berpendapat bahwa filsafat diambil dari bahasa Yunani, filosofia. Struktur katanya berasal dari kata filosofien yang berarti mencintai kebijaksanaan. Dalam arti itu, menurut Hadiwijono filsafat mengandung arti sejumlah gagasan yang penuh kebijaksanaan. Artinya, seseorang dapat disebut berfilsafat ketika ia aktif memperoleh kebijaksanaan. Kata filsafat dalam pengertian ini lebih memperoleh kebijaksanaan. Kata filsafat dalam pengertian ini lebih berarti sebagai “Himbauan kepada kebijaksanaan”.10
Harun Nasution beranggapan bahwa kata filsafat bukan berasal dari struktur kata Philos dan shopia, philos dan shophos atau filosofen. Tetapi kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yang struktur katanya berasal dari kata philien dalam arti cinta dan shofos dalam arti wisdom. Orang Arab menurut Harun memindahkan kata Philosophia ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikan tabi’at susunan kata-kata bahasa Arab, yaitu filsafat dengan pola (wajan) fa’lala, fa’lalah, dan fi’la. Berdasarkan wajan itu, maka penyebutan kata filsafat dalam bentuk kata benda seharusnya disebut falsafat atau Filsaf.11
Harun lebih lanjut menyatakan bahwa kata filsafat yang banyak dipakai oleh masyarakat Indonesia, sebenarnya bukan murni berasal dari bahasa Arab sama seperti tidak murninya kata filsafat terambil dari bahasa Barat, philosophy. Harun justru membuat kompromi bahwa filsafat terambil dari dua bahasa, yaitu Fil diambil dari bahasa Inggris dan Safah dari bahasa Arab. Sehingga kata filsafat, adalah gabungan antara bahasa Inggris dan Arab. Berfilsafat artinya berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya. Atas dasar itu, maka menurut Harun, secara etimologi filsafat dapat didefinisikan sebagai:
1.Pengetahuan tentang hikmah
2.Pengetahuan tentang prinsip atau dasar
3.mencari kebenaran
4.Membahas dasar dari apa yang dibahas
Ali Mudhafir berpendapat bahwa kata filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata Falsafah (Arab), Phyloshophy (Inggris), Philosophie (Jerman, Belanda dan Perancis). Semua kata itu, berasal dari bahasa Yunani Philosphia. Kata philosophia sendiri terdiri dari dua suku kata, yaitu Philien, Philos dan shopia. Philien berarti mencintai, philos berarti teman dan sophos berarti bijaksana, shopia berarti kebijaksanaan. Dengan demikian, menurut Ali Mudhafir ada dua arti secara etimologi dari kata filsafat yang sedikit berbeda. Pertama, apabila istilah filsafat mengacu pada asal kata philien dan shopos, maka ia berarti mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (ia menjadi sifat). Kedua, apabila filsafat mengacu pada asal kata philos dan shopia, maka ia berarti teman kebijaksanaan (filsafat menjadi kata benda)12

3.Hubungan Antara Ilmu dan Filsafat
Berbagai pengertian tentang filsafat dan ilmu sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka berikutnya akan tergambar pula. Pola relasi (hubungan) antara ilmu dan filsafat. Pola relasi ini dapat berbentuk persamaan antara ilmu dan filsafat, dapat juga perbedaan di antara keduanya.
Di zaman Plato, bahkan sampai masa al Kindi, batas antara filsafat dan ilmu pengetahuan boleh disebut tidak ada. Seorang filosof pasti menguasi semua ilmu. Tetapi perkembangan daya pikir manusia yang mengembangkan filsafat pada tingkat praksis, berujung pada loncatan ilmu dibandingkan dengan loncatan filsafat. Meski ilmu lahir dari filsafat, tetapi dalam perkembangan berikut, perkembangan ilmu pengetahuan yang didukung dengan kecanggihan teknologi, telah mengalahkan perkembangan filsafat. Wilayah kajian filsafat bahkan seolah lebih sempit dibandingkan dengan masa awal perkembangannya, dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Oleh karena itu, tidak salah jika kemudian muncul suatu anggapan bahwa untuk saat ini, filsafat tidak lagi dibutuhkan bahkan kurang relevan dikembangkan ole manusia. Sebab manusia hari ini mementingkan ilmu yang sifatnya praktis dibandingkan dengan filsafat yang terkadang sulit “dibumikan”. Tetapi masalahnya betulkah demikian?
Ilmu telah menjadi sekelompok pengetahuan yang terorganisir dan tersusun secara sistematis. Tugas ilmu menjadi lebih luas, yakni bagaimana ia mempelajari gejala-gejala sosial lewat observasi dan eksperimen.13 Keinginan-keinginan melakukan observasi dan eksperimen sendiri, dapat didorong oleh keinginannya untuk membuktikan hasil pemikiran filsafat yang cenderung Spekulatif ke dalam bentuk ilmu yang praktis. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai keseluruhan lanjutan sistem pengetahuan manusia yang telah dihasilkan oleh hasil kerja filsafat kemudian dibukukan secara sistematis dalam bentuk ilmu yang terteoritisasi.14 Kebenaran ilmu dibatasi hanya pada sepanjang pengalaman dan sepanjang pemikiran, sedangkan filsafat menghendaki pengetahuan yang koprehensif, yakni; yang luas, yang umum dan yang universal (menyeluruh) dan itu tidak dapat diperoleh dalam ilmu.
Lalu jika demikian, dimana saat ini filsafat harus ditempatkan? Menurut Am. Saefudin, filsafat dapat ditempatkan pada posisi maksimal pemikiran manusia yang tidak mungkin pada taraf tertentu dijangkau oleh ilmu. Menafikan kehadiran filsafat, sama artinya dengan melakukan penolakan terhadap kebutuhan riil dari realitas kehidupan manusia yang memiliki sifat untuk terus maju.15
Ilmu dapat dibedakan dengan filsafat. Ilmu bersifat pasteriori. Kesimpulannya ditarik setelah melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang. Untuk kasus tertentu, ilmu bahkan menuntut untuk diadakannya percobaan dan pendalaman untuk mendapatkan esensinya. Sedangkan filsafat bersifat priori, yakni; kesimpulan-kesimpulannya ditarik tanpa pengujian. Sebab filsafat tidak mengharuskan adanya data emfiris seperti dimiliki ilmu. Karena filsafat bersifat spekulatif dan kontemplatif yang ini juga dimiliki ilmu. Kebenaran filsafat tidak dapat dibuktikan oleh filsafat itu sendiri, tetapi hanya dapat dibuktikan oleh teori-teori keilmuan melalui observasi dan eksperimen atau memperoleh justifikasi kewahyuan. Dengan demikian, tidak setiap filosof dapat disebut sebagai ilmu, sama seperti tidak semua ilmuwan disebut filosof. Meski demikian aktifitas berpikir. Tetapi aktivitas dan ilmuwan itu sama, yakni menggunakan aktifitas berpikir filosof. Berdasarkan cara berpikir seperti itu, maka hasil kerja filosofis dapat dilanjutkan oleh cara kerja berfikir ilmuwan. Hasil kerja filosofis bahkan dapat menjadi pembuka bagi lahirnya ilmu. Namun demikian, harus juga diakui bahwa tujuan akhir dari ilmuwan yang bertugas mencari pengetahuan, sebagaimana hasil analisa Spencer, dapat dilanjutkan oleh cara kerja berpikir filosofis.
Di samping sejumlah perbedaan tadi, antara ilmu dan filsafat serta cara kerja ilmuwan dan filosofis, memang mengandung sejumlah persamaan, yakni sama-sama mencari kebenaran. Ilmu memiliki tugas melukiskan, sedangkan filsafat bertugas untuk menafsirkan kesemestaan. Aktivitas ilmu digerakkan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta. Sedangkan filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana sesungguhnya fakta itu, dari mana awalnya dan akan ke mana akhirnya.
Berbagai gambaran di atas memperlihatkan bahwa filsafat di satu sisi dapat menjadi pembuka bagi lahirnya ilmu pengetahuan, namun di sisi yang lainnya ia juga dapat berfungsi sebagai cara kerja akhir ilmuwan. “Sombongnya”, filsafat yang sering disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of science) dapat menjadi pembuka dan sekaligus ilmu pamungkas keilmuan yang tidak dapat diselesaikan oleh ilmu.
Kenapa demikian? Sebab filsafat dapat merangsang lahirnya sejumlah keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang melahirkan berbagai pencabangan ilmu. Realitas juga menunjukan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu yang lepas dari filsafat atau serendahnya tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahkan untuk kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat untuk mengkaji ilmu pengetahuan, pada apa yang disebut sebagai filsafat pengetahuan, yang kemudian berkembang lagi yang melahirkan salah satu cabang yang disebut sebagai filsafat ilmu.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa antara ilmu dan filsafat ada persamaan dan perbedaannya.
Perbedaannya ilmu bersifat Posterior kesimpulannya ditarik setelah melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang sedangkan filsafat bersifat priori kesimpulan-kesimpulannya ditarik tanpa pengujian, sebab filsafat tidak mengharuskan adanya data empiris seperti yang dimiliki ilmu karena filsafat bersifat spekulatif.
Di samping adanya perbedaan antara ilmu dengan filsafat ada sejumlah persamaan yaitu sama-sama mencari kebenaran. Ilmu memiliki tugas melukiskan filsafat bertugas untuk menafsirkan kesemestaan aktivitas ilmu digerakan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta, sedangkan filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana sesungguhnya fakta itu dari mana awalnya dan akan ke mana akhirnya

PEMIKIRAN PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

20.38 Add Comment

BAB I
Pendahuluan
Membincangkan pendidikan berarti membincangkan masalah diri manusia sendiri sebagai makhluk Tuhan yang dipersiapkan untuk menjadi khalifah-Nya di muka bumi dalam kerangka mengabdi kepada-Nya. Pendidikan Islam dikaitkan dengan konsepsi kejadian manusia yang dari sejak awal kejadiannya sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna yang dibekali potensi hidayah akal dan ilmu, maka itu merupakan proses panjang yang tidak berkesudahan sehingga siap untuk memikul amanat Tuhan dan tanggung jawab, sepanjang dunia masih ada. Oleh sebab itu problematika pendidikan Islam yang muncul selalu complicate serumit persoalan manusia itu sendiri.[1] Problem pendidikan Islam mulai pengertian pendidikan, tujuan, materi dan strategi pendidikan-pengajarannya hingga lembaga penyelenggara pendidikan Islam, yang muncul dari masa ke masa, dikaji dan dicari jawabannya selalu berkembang dan melahirkan pemikiran-penting seiring dengan perkembangan zaman, peradaban dan produk-produknya, khususnya hasil ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat berpengaruh bagi eksistensi dan peran pendidikan Islam di masyarakatnya.
Pendidikan Islam dan eksistensinya sebagai komponen pembangunan bangsa, khususnya di Indonesia, memainkan peran yang sangat besar dan ini berlangsung sejak jauh sebelum kemerdekaan Bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilihat praktik pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh umat Islam melalui lembaga-lembaga pendidikan tradisional seperti majelis taklim. Forum pengajian, surau, masjid dan pesantren-pesantren yang berkembang subur dan eksis hingga sekarang. Bahkan setelah kemerdekaan penyelenggaraan pendidikan Islam semakin memperoleh pengakuan dan payung yuridisnya dengan adanya berbagai produk perundang-undangan tentang pendidikan nasional.
Namun meskipun demikian, Pendidikan Islam hingga kini boleh dikatakan masih saja berada dalam posisi problematik antara 'determinisme historis' dan 'realisme praktis'. Di satu sisi pendidikan Islam belum sepenuhnya bisa keluar dari idealisme kejayaan pemikiran dan peradaban Islam masa lampau yang hegomonik; sementara di sisi lain, ia juga 'dipaksa' untuk mau menerima tuntutan-tuntutan masa kini, khususnya yang datang dari Barat, dengan orientasi yang sangat praktis. Dalam dataran historis empiris, kenyataan tersebut acap kali menimbulkan dualisme  dan polarisasi sistem pendidikan di tengah-tengah masyarakat muslim sehingga agenda transfomasi sosial yang digulirkan seakan berfungsi hanya sekedar 'tambal sulam' saja. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila di satu sisi kita masih saja mendapatkan tampilan 'sistem pendidikan Islam' yang sangat tradisional karena tetap memakai 'baju lama'[2]
Berangkat dari uraian tersebut di atas, maka dalam makalah ini, penulis mengambil topik: "Pemikiran Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia"

BAB II
PEMBAHASAN

A. Permasalahan Pendidikan Islam

 Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan manusia. Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada sekelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya, sekalipun dalam masyarakat yang masih terbelakang (primitif). Pendidikan sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan untuk anak manusia demi menunjang perannya di masa datang. Upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan rekayasa bangsa di masa mendatang, karena pendidikan merupakan salah satu kebutuhan asasi manusia, bahkan M. Natsir menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan masyarakat tersebut.[3] Pernyataan M. Natsir di atas merupakan indikasi tentang urgensi pendidikan bagi kehidupan manusia, karena pendidikan itu sendiri mempunyai peranan sentral dalam mendorong individu dan masyarakat untuk meningkatkan kualitasnya dalam segala aspek kehidupan demi mencapai kemajuan, dan untuk menunjang perannya di masa mendatang. Hal ini terbukti dalam kehidupan sekarang, pendidikan tampil dengan daya pengaruh yang sangat besar dan menjadi variabel pokok masa depan manusia.
Pendidikan merupakan bagian terpenting dari kehidupan manusia yang sekaligus membedakan manusia dengan hewan. Hewan juga "belajar", tetapi lebih ditentukan oleh insting, sedangkan bagi manusia, belajar berarti rangkaian kegiatan menuju "pendewasaan" guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Oleh karena itu berbagai pandangan yang menyatakan bahwa pendidikan itu merupakan proses budaya untuk mengangkat "harkat dan martabat" manusia dan berlangsung sepanjang hayat. Apabila demikian, maka pendidikan memegang peranan yang menentukan eksistensi dan perkembangan manusia, "karena pendidikan merupakan usaha melestarikan, dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudyaan dalam segala aspeknya dan jenis kepada generasi penerus" untuk mengangkat harkat dan martabat manusia.
Untuk mengingat pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia, negara, dan pemerintah, maka "pendidikan harus selalu ditumbuhkembangkan secara sistematis oleh para pengambil kebijakan yang berwenang di Negara ini". Berangkat dari kerangka ini, maka upaya pendidikan yang dilakukan suatu bangsa selalu memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan rekayasa bangsa tersebut di masa mendatang, sebab pendidikan selalu dihadapkan pada perubahan, baik perubahan zaman maupun perubahan masyarakat. Oleh karena itu, mau tidak mau pendidikan Agama Islam harus didesain mengikuti irama perubahan tersebut, kalau tidak pendidikan akan ketinggalan. Tuntutan pembaharuan pendidikan menjadi suatu kaharusan dan "pembaruan" pendidikan selalu mengikuti dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, baik pada konsep, kurikulum, proses, fungsi, tujuan, manajemen lembaga-lembaga pendidikan, dan sumber daya pengelola pendidikan.  
B. Pembaharuan Pendidikan Islam
Gagasan pemikiran pembaruan atau modernisasi pendidikan Islam di Indonesia, seperti apa yang dikemukakan di atas, sangat "berkaitan erat dengan pertumbuhan gagasan modernisme Islam di kawasan ini". Apabila mengamati gagasan modernisasi Islam pada awal abad 20 pada lapangan pendidikan direalisasikan dengan pembentukan lembaga-lembaga pendidikan modern yang diadopsi dari sistem pendidikan kolonial Belanda dan kehadiran organisasi-organisasi modernis Islam, seperti Jami'at Khair, Al-Irsyad, Muhammadiyah, dan lain-lain, sebagai pelopor modernis, walaupun pada awal perkembangan organisasi-organisasi ini mengadopsi sistem dan lembaga pendidikan modern secara hampir menyeluruh. Artinya, titik tolak modernisme pendidikan Islam di sini adalah sistem dan kelembagaan pendidikan modern (Belanda) bukan sistem dan lembaga pendidikan Islam Tradisional.[4]
Dalam mencermati konsep pembaruan pendidikan Islam di atas, Jusuf Amir Faisal dalam bukunya "Reorientasi Pendidikan Islam" menyebutkan bahwa "pembaruan pendidikan merupakan suatu usaha multidimensional yang kompleks, dan tidak hanya bertujuan untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang dirasakan, tetapi terutama merupakan suatu usaha penelaahan kembali atas aspek-aspek sistem pendidikan yang berorientasi pada rumusan tujuan yang baru", dan selalu berorientasi pada perubahan masyarakat.[5] Upaya pembaruan pendidikan tidak akan memiliki ujung akhir sampai kapan pun. Mengapa demikian, karena persoalan pendidikan selalu saja ada selama peradaban dan kehidupan manusia itu sendiri masih ada, pembaruan pendidikan diakhiri, apalagi dalam abad informasi seperti saat ini, tingkat obselescence dari program pendidikan sangat tinggi. Tetapi, yang lebih penting lagi dalam upaya pembaruan ialah keikutsertaan dan didukung secara mental kemampuan profesional pengelola pendidikan, dan para pengelola perlu memiliki semacam a common mission pada setiap upaya pembaruan pedidikan dan agar upaya pembaruan menjadi lebih efektif. Selain itu, juga perlu menyadari terhadap adanya misi umum yang ingin dicapai oleh pembaruan itu dan indikator adanya kesadaran terhadap common mission suatu pembaruan.
Pembaruan pendidikan terjadi karena adanya tantangan kebutuhan masyarakat pada saat itu dan pendidikan itu sendiri diharapkan dapat menyiapkan produk manusia yang mampu mengatasi kebutuhan masayarakat tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan lebih bersifat konservatif. Misalnya, pada masyarakat agraris pendidikan di desain agar relevan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat pada era tersebut, begitu juga apabila perubahan masyarakat menjadi masyarakat industrial dan informasi, pendidikan juga di desain mengikuti irama perkembangan masyarakat industri dan informasi dan seterusnya.
Sebagaimana kondisi pendidikan di Indonesia, kondisi pendidikan Islam di Indonesia pun menghadapi berbagai persoalan dan kesenjangan dalam berbagai aspek yang lebih kompleks, yaitu: berupa persoalan dikotomi pendidikan, kurikulum, tujuan, sumber daya, serta manajemen pendidikan Islam. Upaya perbaikannya belum dilakukan secara mendasar, sehingga terkesan seadanya saja. Usaha pembaruan dan peningkatan pendidikan Islam sering bersifat sepotong-sepotong atau tidak komprehensif dan menyeluruh serta sebagian besar sistem dan lembaga pendidikan Islam belum dikelola secara profesional. Usaha pembaruan pendidikan Islam secara mendasar selalu dihambat berbagai masalah, mulai dari persoalan dana sampai tenaga ahli, sehingga "Pendidikan Islam dewasa ini terlihat orientasinya yang semakin kurang jelas". Dengan kenyataan ini maka sebenarnya "sistem pendidikan Islam haruslah senantiasa mengorientasi diri untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat sebagai konsekuensi logis dari perubahan".
Pada saat ini, pemerintah telah memiliki 7 poin arah kebijakan program pendidikan nasional, yaitu; 1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi, 2) meningkatkan kemampuan akademik dan profesional, 3) melakukan pembaruan sistem pendidikan termasuk kurikulum, 4) memberdayakan lembaga pendidikan, baik sekolah maupun luar sekolah, 5) melakukan pembaruan dan pemantapan sistem pendidikan Nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan, dan manajemen, 6) meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik masyarakat maupun pemerintah, dan 7) mengembangkan kualitas SDM sedini mungkin secara terarah. Dengan ketujuh strategi ini, sebenarnya dapat meyakinkan bahwa pendidikan nasional dan pendidikan Islam kita secara makro cukup menjanjikan bagi penyediaan SDM yang benar-benar memililki unggulan kompetitif. Tetapi apabila melihat kenyataan kondisi pendidikan sekarang, ada dua alasan pokok yang perlu dilakukan pembaruan pendidikan Islam di Indonesia, yaitu: pertama, konsepsi dan praktik pendidikan Islam sebagaimana tercermin pada kelembagaannya dan isi programnya didasarkan pada konsep atau pengertian pendidikan Islam yang sempit yang terlalu menekankan pada kepentingan akhirat, kedua, lembaga-lembaga dan isi pendidikan Islam yang dikenal sekarang ini, seperti madrasah dan pesantren tidak atau kurang mampu memenuhi kebutuhan umat Islam dalam menghadapi tantangan dunia modern. Terutama masyarakat dan bangsa Indonesia bagi pembangunan di segala bidang di masa sekarang dan di masa yang akan datang.
Untuk menghadapi dan membangun masyarakat madani di Indonesia diperlukan usaha pembaruan pendidikan Islam secara mendasar, yaitu 1) perlu pemikiran kembali konsep pendidikan Islam yang betul-betul didasarkan pada asumsi dasar tentang manusia, terutama pada fitrah atau potensi, 2) pendidikan Islam harus menuju pada integritas antara ilmu agama dan ilmu umum untuk tidak melahirkan jurang pemisah antara ilmu agama dan ilmu bukan agama, karena dalam pandangan Islam bahwa Ilmu pengetahuan adalah satu yaitu berasal dari Allah SWT, 3) pendidikan di desain menuju tercapainya sikap dan perilaku "toleransi", lapang dada dalam berbagai hal dan bidang, terutama toleran dalam perbedaan pendapat dan penafsiran ajaran Islam tanpa melepaskan pendapat atau prinsipnya yang diyakini, 4) pendidikan yang mampu menumbuhkan kemampuan untuk berswadaya dan mandiri dalam kehidupan, 5) pendidikan yang menumbuhkan etos kerja, mempunyai aspirasi pada kerja, disiplin dan jujur, 6) pendidikan Islam perlu di desain untuk mampu menjawab tantangan masyarakat untuk menuju masyarakat madani serta lentur terhadap perubahan zaman dan masyarakat.
Dari pembahasan di atas, ada beberapa indikator sebagai usaha pembaruan pendidikan Islam, yaitu: setting pendidikan, lingkungan pendidikan, karekteristik tujuan. Perlu diketahui bahwa suatu usaha pembaruan pendidikan terarah dengan baik apabila didasarkan pada kerangka dasar filsafat dan teori pendidikan yang mantap. Filsafat pendidikan hanya dapat dikembangkan berdasarkan asumsi-asumsi dasar yang kokoh dan jelas tentang manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, hubungannya dengan lingkungan, alam semesta, akhiratnya, dan hubungannya dengan Maha Pencipta, sedangkan teori pendidikan dapat dikembangkan atas dasar pertemuan antara pendekatan filosofis dan pendekatan empiris.
Dengan demikian, kerangka dasar pertama pembaruan pendidikan Islam adalah "konsepsi filosofis" dan "teori pendidikan" yang didasarkan pada asumsi-asumsi dasar tentang manusia yang hubungannya dengan masyarakat lingkungan dan ajaran Islam.
Langkah awal yang dilakukan dalam mengadakan perubahan pendidikan adalah merumuskan "kerangka dasar filosofis pendidikan" yang sesuai dengan ajara Islam, kemudian mengembangkan secara "empiris prinsip-prinsip" yang mendasari keterlaksanaannya dalam konteks lingkungan (sosial dan kultural) tanpa kerangka dasar "filosofis" dan 'teoritis" yang kuat, maka pembaruan pendidikan Islam tidak punya pondasi yang kuat dan juga tidak mempunyai arah yang pasti. Kemudian langkah selanjutnya adalah mengembangkan kerangka dasar sistemik, yaitu kerangka dasar filosofis dan teoritis pendidikan Islam harus ditempatkan dalam konteks supra - sistem masyarakat, bangsa dan negara serta kepentingan umat di mana pendidikan itu diterapkan. Apabila terlepas dari konteks ini, pendidikan akan menjadi tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia dalam menghadapi tuntutan perubahan menuju "masyarakat madani" Indoensia.
Untuk mengakhiri pembahasan ini, mengutip Johar dalam bukunya Pengembangang Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan" menyatakan bahwa pendidikan harus berdasarkan paradigma kebangsaan yang religius. Artinya kepemilahaan kita dalam melaksanakan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa yang religius. Konsekuensi dari itu maka pendidikan kita harus harus dilaksanakan dengan cara:
1. Pendidikan untuk membangun integritas ilmu dan agama
2. Pendidikan kita dilaksanakan dengan Iqra', mengkaji ciptaan Tuhan utuk memperoleh ilmu Tuhan
3. Pendidikan kita dilaksanakan untuk mengamalkan ajaran Tuhan
4. Pendidikan kita dilaksanakan dengan misi tugas hidup di bumi sebagai wakil Tuhan
5. Pendidikan kita seharusnya mengkaji realita
6. Pendidikan harus mampu membangun tauhid vertikal dan tauhid sosial
7. Harus mampu membangun tauhid vertikal, yang mengaku Tidak Ada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah Utusan Allah.     

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian singkat di atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pemikiran pembaruan pendidikan Islam di Indonesia adalah harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat melalui pembaruan pada sistem dan penyelenggaraan pendidikan Islam itu sendiri. Sistem pendidikan Islam di masa kini dan masa yang akan datang perlu dipikirkan dan dibicarakan sebab-sebab permasalahannya, antara lain: Pertama, bahwa penyelenggaraan pendidikan Islam secara formal/ informal belum sesuai dengan pengertian pendidikan Islam itu sendiri; Kedua, bahwa sistem dan metode itu masih dalam lingkaran pendakalan (proses de islamisasi).
Adapun pembaharuan pendidikan Islam meliputi: adanya perubahan dari sistem ke sistem madrasah; adanya perubahan dari sistem ke sistem sekolah Islam; dan adanya kewajiban mempelajari agama Islam, di sekolah-sekolah umum sesuai dengan Undang-undang sistem pendidikan Nasional.

DAFTAR PUSTAKA
Arifi, Ahmad, 2009, Politik Pendidikan Islam; Menelusuri Ideologi dan Aktualisasi Pendidikan Islam Di Tengah Arus Globalisasi, Yogyakarta: Teras.
Arief, Armani, 2005, Reformulasi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press.
Natsir, M., 1973, Kapita Selekta, Jakarta: Bulan Bintang,
Sanaky, Hujair AH., 2003. Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia, Yogyakarta: Safiria Insania Press,
Faisal, Jusuf Amir, 1995, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani,
Djohar, 2006, Pengembangang Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan, Yogyakarta: Grafika Indah.



[1]Ahmad Arifi, Politik Pendidikan Islam; Menelusuri Ideologi dan Aktualisasi Pendidikan Islam Di Tengah Arus Globalisasi (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 1.
[2]Untuk menelusuri bagaimana penyebaran Ilmu dalam Islam di masa klasik, mengutip pendapat Armani Arief mengatakan bahwa penting melihat keberadaan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang muncul sejak kehadiran Islam itu sendiri yang dibawa oleh Nabi Muhammad serta peran yang dimainkannya dalam transmisi ilmu, seperti lembaga kuttab (lembaga pendidikan dasar yang mengajarkan baca tulis), masjid, madrasah, dan lembaga pendidikan lainnya seperti Bayt al-Hikmah, dan Halaqah. Lihat Armani Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm. 110-112.     
[3]M. Natsir, Kapita Selekta, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 77.
[4]Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003), hlm. 5.
[5]Jusuf Amir Faisal,Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1995), hlm. 65.

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KAPITA SELEKTA PAI

20.30 Add Comment
BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang
Dalam makalah ini penyusun membahas tentang pendidikan agama Islam meliputi dasar-dasar pendidikan Agama Islam, tujuan pendidikan agama Islam, fungsi pendidikan Agama Islam, ruang lingkup pendidikan agama Islam serta karakteristik pendidikan agama Islam.
Adapun masalah yang melatarbelakangi pembuatan makalah ini yaitu pentingnya mengetahui tentang pendidikan agama Islam jadi kita sebagai calon guru pendidikan agama Islam yang meliputi dasar-dasar pendidikan Agama Islam, tujuan pendidikan agama Islam, fungsi pendidikan Agama Islam, ruang lingkup pendidikan agama Islam serta karakteristik pendidikan agama Islam

B. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang kami bahas dalam makalah ini adalah tentang pendidikan agama Islam meliputi dasar-dasar pendidikan Agama Islam, tujuan pendidikan agama Islam, fungsi pendidikan Agama Islam, ruang lingkup pendidikan agama Islam serta karakteristik pendidikan agama Islam.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan makalah yang kami susun ini adalah :
1. Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang tentang pendidikan agama Islam meliputi dasar-dasar pendidikan Agama Islam, tujuan pendidikan agama Islam, fungsi pendidikan Agama Islam, ruang lingkup pendidikan agama Islam serta karakteristik pendidikan agama Islam.
2. Memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen untuk membuat makalah mengenai lembaga atau organisasi pendidikan Islam di Indonesia serta jenis-jenis lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang kami pergunakan dalam pembuatan makalah ini yaitu dengan menggunakan library research yaitu metode yang menggunakan buku-buku perpustakaan yang berhubungan dengan tema makalah yang kami buat sebagai bahan utama maupun penunjang dalam pembuatan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam menyimpulkan tentang pengertian Pendidikan Agama Islam terlebih dahulu dikemukakan pengertian pendidikan dari segi etimologi dan terminology.
Dari segi etimologi atau bahasa, kata pendidikan berasal kata “didik” yang mendapat awalan pe- dan akhiran –an sehingga pengertian pendidikan adalah sistem cara mendidik atau memberikan pengajaran dan peranan yang baik dalam akhlak dan kecerdasan berpikir.
Kemudian ditinjau dari segi terminology, banyak batasan dan pandangan yang dikemukakan para ahli untuk merumuskan pengertian pendidikan, namun belum juga menemukan formulasi yang tepat dan mencakup semua aspek, walaupun begitu pendidikan berjalan terus tanpa menantikan keseragaman dalam arti pendidikan itu sendiri.
Diantaranya ada yang mengemukakan pengertian pendidikan sebagai berikut:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1.
Kata pendidikan berasal dari kata didik yang berarti menjaga, dan meningkatkan. (Webster’s Third Digtionary), yang dapat didefinisikan sebagai berikut.
1. Mengembangkan dan memberikan bantuan untuk berbagai tingkat pertumbuhan atau mengembangkan pengetahuan, kebijaksanaan, kualitas jiwa, kesehatan fisik dan kompetensi.
2. Memberikan pelatihan formal dan praktek yang di supervisi.
3. Menyediakan informasi.
4. Meningkatkan dan memperbaiki.
Pendidikan Agama Islam berkenaan dengan tanggung jawab bersama. Oleh sebab itu usaha yang secara sadar dilakukan oleh guru mempengaruhi siswa dalam rangka pembentukan manusia beragama yang diperlukan dalam pengembangan kehidupan beragama dan sebagai salah satu sarana pendidikan nasional dalam rangka meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Selanjutnya H. Haidar Putra Daulay, mengemukakan bahwa Pendidikan Islam pada dasarnya adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi Muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani maupun rohani.
Pendidikan Islam yaitu membimbing jasmani dan rohani berdasarkan hokum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain, kepribadian utama dengan istilah kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat diambil pengertian bahwa yang dimaksud Pendidikan Agama Islam adalah suatu aktivitas atau usaha-usaha tindakan dan bimbingan yang dilakukan secara sadar dan sengaja serta terencana yang mengarah pada terbentuknya kepribadian anak didik yang sesuai dengan norma-norma yang ditentukan oleh ajaran agama.
Pendidikan Agama Islam juga merupakan upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertaqwa, dan ber akhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya yaitu kitab suci Al-Quran dan Al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.
Dari pengertian di atas terbentuknya kepribadian yakni pendidikan yang diarahkan pada terbentuknya kepribadian Muslim. kepribadian Muslim adalah pribadi yang ajaran Islam nya menjadi sebuah pandangan hidup, sehingga cara berpikir, merasa, dan bersikap sesuai dengan ajaran Islam.
Dengan demikian Pendidikan Agama Islam itu adalah usaha berupa bimbingan, baik jasmani maupun rohani kepada anak didik menurut ajaran Islam, agar kelak dapat berguna menjadi pedoman hidupnya untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
A. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam.
Dasar adalah landasan tempat berpijak atau tempat tegaknya sesuatu. Dalam hubungannya dengan Pendidikan Agama Islam, dasar-dasar itu merupakan pegangan untuk memperkokoh nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Adapun yang menjadi dasar dari Pendidikan Agama Islam adalah Al-Qur’an yang merupakan kitab suci bagi kita umat Islam yang tentunya terpelihara keaslian nya dari tangan-tangan yang tak bertanggung jawab dan tidak ada keraguan di dalamnya, sebagaimana Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an yaitu surat Al-Baqarah ayat 2 yaitu :
         
Al-Qur’an sebagai kitab suci telah dipelihara dan dijaga kemurniannya oleh Allah Swt dari segala sesuatu yang dapat merusaknya sepanjang masa dari sejak diturunkannya sampai hari kiamat kelak, hal ini diterangkan dalam sebuah surat dalam Al-Qur’an yaitu surah Al-Hijr ayat 9 yaitu :
  •     
Al-Hadits merupakan perkataan ataupun perbuatan Nabi Muhammad SAW yang memberikan gambaran tentang segala sesuatu hal, yang juga dijadikan dasar dan pedoman dalam Islam, dan sebagai umat Islam kita harus mentaati apa yang telah di sunnahkan Rasulullah dalam Hadistnya, hal ini di jelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 80 yaitu sebagai berikut :
•             
Selain ayat di atas, terdapat juga hadits yang berkenaan dengan mentaati rasul, yang berarti juga menjalani segala sunnah-sunnahnya melalui Al-Hadist yaitu :
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ مَا تَمَسَّكْتَمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا أَبَدًا كِتَابَ الله ِ وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ ( رواه إمام مالك (
Selain dari dua dasar yang paling utama tersebut, masih ada dasar yang lain dalam negara kita khususnya seperti yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal 29 ayat 1 dan 2. Ayat 1 berbunyi, Negara berdasarkan azas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat 2 berbunyi, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing.
Dalam pasal ini kebebasan memeluk agama dan kebebasan beribadah menurut agama yang dianutnya bagi warga Indonesia telah mendapat jaminan dari pemerintah dan hal ini sejalan dengan Pendidikan Agama Islam dan hal-hal yang terdapat di dalamnya.
B. Tujuan Pendidikan Agama Islam.
Tujuan Pendidikan Agama Islam identik dengan tujuan agama Islam, karena tujuan agama adalah agar manusia memiliki keyakinan yang kuat dan dapat dijadikan sebagai pedoman hidupnya yaitu untuk menumbuhkan pola kepribadian yang bulat dan melalui berbagai proses usaha yang dilakukan. Dengan demikian tujuan Pendidikan Agama Islam adalah suatu harapan yang diinginkan oleh pendidik Islam itu sendiri.
Zakiah Daradjad dalam Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam mendefinisikan tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu Tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu membina manusia beragama berarti manusia yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan baik dan sempurna, sehingga tercermin pada sikap dan tindakan dalam seluruh kehidupannya, dalam rangka mencapai kebahagiaan dan kejayaan dunia dan akhirat. Yang dapat dibina melalui pengajaran agama yang intensif dan efektif.
Sedangkan Djamaluddin yang menukil pendapat dari Burlian Somad dalam buku Kapita Selekta menjelaskan bahwa Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri, berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikannya adalah mewujudkan tujuan itu yaitu ajaran Allah, secara terperinci, beliau mengemukakan “Pendidikan itu disebut Pendidikan Islam apabila mempunyai dua cirri khas, yaitu (1) Tujuannya membentuk individu menjadi bercorak diri tertinggi menurut ukuran Al-Qur’an, (2) Isi ajarannya adalah ajaran Allahyang tercantum dengan lengkap di dalam Al-Qur’an yang pelaksanaannya di dalam praktek hidup sehari-hari sebagaiman yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah sebagai usaha untuk mengarahkan dan membimbing manusia dalam hal ini peserta didik agar mereka mampu menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, serta meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan mengenai Agama Islam, sehingga menjadi manusia Muslim, ber akhlak mulia dalam kehidupan baik secara pribadi, bermasyarakat dan berbangsa dan menjadi insan yang beriman hingga mati dalam keadaan Islam, sebagaimana Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 102 yaitu :
     •   •    
C. Fungsi Pendidikan Agama Islam.
Pendidikan Agama Islam mempunyai fungsi sebagai media untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT, serta sebagai wahana pengembangan sikap keagamaan dengan mengamalkan apa yang telah didapat dari proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Zakiah Daradjad berpendapat dalam bukunya Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam bahwa Sebagai sebuah bidang studi di sekolah, pengajaran agama Islam mempunyai tiga fungsi, yaitu: pertama, menanam tumbuhkan rasa keimanan yang kuat, kedua, menanam kembangkan kebiasaan (habit vorming) dalam melakukan amal ibadah, amal shaleh dan akhlak yang mulia, dan ketiga, menumbuh kembangkan semangat untuk mengolah alam sekitar sebagai anugerah Allah SWT kepada manusia.
Dari pendapat diatas dapat diambil beberapa hal tentang fungsi dari Pendidikan Agama Islam yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa kepada Allah SWT yang ditanamkan dalam lingkup pendidikan keluarga.
2. Pengajaran, yaitu untuk menyampaikan pengetahuan keagamaan yang fungsional
3. Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat ber sosialisasi dengan lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
4. Pembiasaan, yaitu melatih siswa untuk selalu mengamalkan ajaran Islam, menjalankan ibadah dan berbuat baik.
Disamping fungsi-fungsi yang tersebut diatas, hal yang sangat perlu di ingatkan bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup bagi peserta didik untuk mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat selain itu Pendidikan Islam juga Mempunyai fungsi secara umum yaitu :
1. Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang, peranan ini berkaitan dengan kelanjutan hidup (survival) masyarakat sendiri
2. Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan tersebut dari generasi tua ke generasi muda
3. Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan untuk memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelangsungan hidup suatu masyarakat dan peradaban, dengan kata lain, nilai-nilai keutuhan dan kesatuan suatu masyarakat, tidak akan terpelihara yang akhirnya menyebabkan kehancuran masyarakat itu sendiri. Adapun nilai-nilai yang dipindahkan ialah nilai-nilai yang diambil dari 5 sumber, yaitu : Al-Qur’an, Sunah Nabi, Qiyas, Kemaslahatan umum, dan kesepakatan atau Ijma’ ulama, dan ahli-ahli piker Islam yang dianggap sesuai dengan sumber dasar, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
4. Mendidik anak agar beramal di dunia ini untuk memetik hasilnya di akhirat.
Jika kita cermati dari arti dan tujuan Pendidikan Agama Islam di atas maka, tentunya dapat kita ketahui bahwa pendidikan Agama Islam tidak dapat dihayati dan diamalkan kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan. Nabi telah mengajarkan untuk beriman dan beramal serta berakhlak baik sesuai dengan ajaran Islam dengan berbagai metode dan pendekatan. Dari satu segi, kita dapat melihat bahwa Pendidikan Agama Islam itu lebih banyak ditujukan pada perbaikan sikap mental yang akan berwujud dalam amal perbuatan, baik dalam segi keperluan diri sendiri maupun orang lain, pada segi lainnya, Pendidikan Agama Islam tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis, Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan amal dan pendidikan iman, dan karena isi dari Pendidikan Agama Islam adalah tentang sikap dan tingkah laku pribadi di masyarakat, maka Pendidikan Agama Islam bukan hanya pendidikan yang berlaku secara individu saja tetapi juga menjadi pendidikan masyarakat.
D. Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam.
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan ketiga hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam juga identik dengan aspek-aspek Pengajaran Agama Islam karena materi yang terkandung didalamnya merupakan perpaduan yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Apabila dilihat dari segi pembahasannya maka ruang lingkup Pendidikan Agama Islam yang umum dilaksanakan di sekolah adalah :
1. Pengajaran keimanan
Pengajaran keimanan berarti proses belajar mengajar tentang aspek kepercayaan, dalam hal ini tentunya kepercayaan menurut ajaran Islam, inti dari pengajaran ini adalah tentang rukun Islam.
2. Pengajaran akhlak
Pengajaran akhlak adalah bentuk pengajaran yang mengarah pada pembentukan jiwa, cara bersikap individu pada kehidupannya, pengajaran ini berarti proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan supaya yang diajarkan berakhlak baik.
3. Pengajaran ibadah
Pengajaran ibadah adalah pengajaran tentang segala bentuk ibadah dan tata cara pelaksanaannya, tujuan dari pengajaran ini agar siswa mampu melaksanakan ibadah dengan baik dan benar. Mengerti segala bentuk ibadah dan memahami arti dan tujuan pelaksanaan ibadah.
4. Pengajaran fiqih
Pengajaran fiqih adalah pengajaran yang isinya menyampaikan materi tentang segala bentuk-bentuk hukum Islam yang bersumber pada Al-Quran, sunnah, dan dalil-dalil syar’i yang lain. Tujuan pengajaran ini adalah agar siswa mengetahui dan mengerti tentang hukum-hukum Islam dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
5. Pengajaran Al-Quran
Pengajaran Al-Quran adalah pengajaran yang bertujuan agar siswa dapat membaca Al-Quran dan mengerti arti kandungan yang terdapat di setiap ayat-ayat Al-Quran. Akan tetapi dalam prakteknya hanya ayat-ayat tertentu yang di masukkan dalam materi Pendidikan Agama Islam yang disesuaikan dengan tingkat pendidikannya.
6. Pengajaran sejarah Islam
Tujuan pengajaran dari sejarah Islam ini adalah agar siswa dapat mengetahui tentang pertumbuhan dan perkembangan agama Islam dari awalnya sampai zaman sekarang sehingga siswa dapat mengenal dan mencintai agama Islam.
E. Karakteristik Pendidikan Agama Islam
Sebagai mata pelajaran yang wajib dipelajari di sekolah baik yang umum maupun yang khusus, Pendidikan Agama Islam mempunyai karakteristik yang khas diantaranya adalah :
1. Pendidikan Islam merujuk pada aturan-aturan yang sudah pasti.
Pendidikan Agama Islam mengikuti aturan atau garis-garis yang sudah jelas dan pasti serta tidak dapat ditolak dan di tawar. Aturan itu adalah Wahyu Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, semua yang terlibat dalam Pendidikan Agama Islam itu harus senantiasa berpegang teguh pada aturan ini.
Pendidikan pada umumnya bersifat netral, artinya pengetahuan itu diajarkan sebagai mana adanya dan terserh kepada manusia yang hendak mengarahkan pengetahuan itu. Ia hanya mengajarkan, tetapi tidak memberikan petunjuk kea rah mana dan bagaimana memberlakukan pendidikan itu.
Pengajaran umum mengajarkan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang bersifat relative, sehingga tidak bisa diramalkan ke arah mana pengetahuan keterampilan dan nilai itu digunakan, disertai dengan sikap yang tidak konsisten karena terperangkap oleh. perhitungan untung rugi, sedangkan Pendidikan Agama Islam memiliki arah dan tujuan yang jelas, tidak seperti pendidikan umum.
2. Pendidikan Agama Islam selalu mempertimbangkan dua sisi kehidupan duniawi dan ukhrawi dalam setiap langkah dan geraknya.
Pendidikan Agama Islam seperti diibaratkan mata uang yang mempunyai dua sisi, pertama; sisi keagamaan yang menjadi pokok dalam substansi ajaran yang akan dipelajari, kedua; sisi pengetahuan berisikan hal-hal yang mungkin umum dapat di indera dan diakali, berbentuk pengalaman factual maupun pengalaman pikir.
Sisi pertama lebih menekankan pada kehidupan dunia sedangkan sisi kedua lebih cenderung menekankan pada kehidupan akhirat namun, kedua sisi ini tidak dapat dipisahkan karena terdapat hubungan sebab akibat, oleh karena itu, kedua sisi ini selalu diperhatikan dalam setiap gerak dan usahanya, karena memang Pendidikan Agama Islam mengacu kepada kehidupan dunia dan akhirat.
3. Pendidikan Agama Islam bermisikan pembentukan akhlakul karimah
Pendidikan Agama Islam selalu menekankan pada pembentukan akhlakul karimah, hati nurani untuk selalu berbuat baik dan bersikap dalam kehidupan sesuai dengan norma-norma yang berlaku, tidak menyalahi aturan dan berpegang teguh pada dasar Agama Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
4. Pendidikan Agama Islam diyakini sebagai tugas suci
Pada umumnya, manusia khususnya kaum muslimin berkeyakinan bahwa penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam merupakan bagian dari risalah, karena itu mereka mengangapnya sebagai misi suci.
Karena itu dengan menyelenggarakan Pendidikan Agama Islam berarti pula menegakkan agama, yang tentunya bernilai suatu kebaikan di sisi Allah.
5. Pendidikan Agama Islam bermotifkan ibadah
Sejalan dengan hal yang dijelaskan pada sebelumnya maka kiprah Pendidikan Agama Islam merupakan ibadah yang akan mendapatkan pahala dari Allah, dari segi mengajar, pekerjaan itu terpuji karena merupakan tugas yang mulia, disamping tugas itu sebagai amal jariah, yaitu amal yang terus berlangsung hingga yang bersangkutan meninggal dunia, dengan ketentuan ilmu yang diajarkan itu diamalkan oleh peserta didik ataupun ilmu itu diajarkan secara berantai kepada orang lain.
BAB III
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Dari judul yang kami bahas dalam makalah ini dapat menyimpulkan bahwa :
1. Pendidikan Agama Islam juga merupakan upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertaqwa, dan ber akhlak mulia Adapun yang menjadi dasar dari Pendidikan Agama Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu membina manusia beragama yang berarti manusia yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan baik dan sempurna, sehingga tercermin pada sikap dan tindakan dalam seluruh kehidupannya.
3. Fungsi pendidikan agama Islam adalah pengembangan, pengajaran, penyesuaian dan pembiasaan.
4. Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia.
5. Karakteristik pendidikan agama Islam yaitu yang merujuk pada aturan-aturan yang sudah pasti, mempertimbangkan dua sisi kehidupan yaitu dunia dan akhirat, bermisikan pembentukan akhlak, diyakini sebagai tugas suci dan dijadikan sebagai ibadah.
B. Saran-saran
1. Pelajarilah pendidikan agama Islam yang meliputi dasar-dasar pendidikan Agama Islam, tujuan pendidikan agama Islam, fungsi pendidikan Agama Islam, ruang lingkup pendidikan agama Islam serta karakteristik pendidikan agama Islam.
2. Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa dalam menerapkan Ilmu Agama dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Abrasyi, Muhammad Atiyah. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Terjemahan Bustami. A Gani dan Djohar Bahry. Bulan Bintang. Jakarta. 1974
Djamaluddin, Drs, H dan Aly Abdullah, Drs. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Pustaka Setia. 1999
Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam. Al-Husna. Jakarta. 1987
Marimba, Ahmad D. Pengantar Pendidikan Islam. Al-Ma’arif. 1989
Qutb, Muhammad. Sistem Pendidikan Islam. Terjemahan Salman Harun. Al-Ma’arif. Bandung.1988