Tampilkan postingan dengan label KISAH DAN HIKMAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KISAH DAN HIKMAH. Tampilkan semua postingan

KATA-KATA MUTIARA

02.10 Add Comment
Jalan menuju kesana samgat licin. Satu kakiku terpeleset diatasnya menendang kaki lainnya keluar dari jalur, namun aku kembali berdiri tegak dan berkata kepada diriku sendiri itu hany terpeleset bukan jatuh.
(Abraham Lincoln-setelah kalah dalam suatu pemilihan anggota senat)
Kita bertambah besar boleh karena mimpi-mimpi. Semua orang besar adalah pemimpi.
(Woodrow Wilson)
Kita tidak akan pernah menjadi orang yang luar biasa jika kita hidup biasa-biasa saja.
(John C. Maxwell)
Kematian bukanlah kehilangan terbesar dalam kehidupan. Kehilangan terbesar adalah apa yang mati dalam diri kita pada waktu kita hidup.
(Norman Cousins)
Dalam hidup ini saya tidak lebih mencari apa yang bisa saya dapatkan dari dunia, tapi saya lebih mencari apa yang baik yang bisa saya berikan bagi dunia yang menolong banyak orang. (Marius Ginsu)
Kehidupan memberi kita banyak pengertian dan pelajaran. Setiap masalah yang kita hadapi mengajarkan kita akan sesuatu yang belum kita mengerti.
(Marius Ginsu)
Langkah awal dari semua pencapaian adalah sebuah kemauan dan bukan pengharapan, juga bukan sekedar keinginan. Kemauan yang kuat itulah yang membuat semua terwujud.
(Napoleon Hill)
Semakin besar masalah yang kita hadapi, jika kita mampu mengatasinya, maka semakin kuat kaki kita untuk berdiri.
(Marius Ginsu)
Masa depan tidak terletak pada pekerjaan, tetapi pada orang yang mengerjakannya.
(George Crane).
Keberhasilan seseorang bukan disimpulkan diawal kehidupannya, tetapi di akhir kehidupannya. (Marius Ginsu)
Orang bijak adalah orang yang peduli akan segala sesuatu untuk kebaikan. Semakin banyak orang bijak di suatu bangsa maka semakin maju dan kuatlah bangsa itu.
(Marius Ginsu)
Belajarlah dari kesalahan orang lain … Anda tak dapat hidup cukup lama untuk melakukan semua kesalahan itu sendiri.
(Martin Vanbee)
Seekor burung akan terbang dengan baik, jika ia mempunyai sayap yang kokoh. Setiap kita dapat terbang dengan baik melewati badai-badai yang menghadang kita, jika kita mempunyai sayap yang kokoh itu, yaitu orang-orang yang mau mengasihi, menolong dan menopang kita.
(Marius Ginsu)
Orang-orang yang tidak dapat memotivasi dirinya sendiri pasti adalah orang yang sedang-sedang saja, tidak masalah bagaimanapun mengesankan bakat-bakat yang mereka miliki. (Andrew Carnegie)
Di dalam hidup ini kita selalu akan menemukan jalan, atau kita akan membuat jalan itu sendiri. (Hannibal)
Anjing yang menggonggomg seringkali lebih berguna daripada singa yang tidur. (Washington Irving)
Cinta membawa kita kedalam ruang yang indah, sehingga kita akan merasa nyaman di dalamnya. (Marius Ginsu)
Kerendahan hati bukanlah kata lain untuk kemunafikan tapi kejujuran. Kerendahan hati bukanlah berpura-pura menjadi apa yang bukan kita, tapi mengakui kebenaran tentang siapa kita. (John Stott)
Ketika anda menjelekkan orang lain, itu berarti anda sedang bersaksi bahwa anda bukanlah orang yang benar. (Marius Ginsu)
Tuhan mengulurkan tanganNya untuk menolong mereka yang telah berusaha keras. (Aeschylus)
Jika anda melihat saya dan hidup saya lalu menemukan sesuatu yang baik dan yang luar biasa, tahukah anda bahwa itulah pekerjaan Allah.
(Marius Ginsu)
Orang akan menjadi luar biasa ketika mereka mulai berpikir bahwa mereka dapat melakukan sesuatu. Ketika mereka percaya diri, mereka memiliki rahasia sukses yang pertama.
(Norman Vincent Peale)
Mengerjakan sesuatu yang sulit akan mendatangkan kebaikan untukmu. Kalau engkau tidak mencoba melakukan sesuatu melebihi dari apa yang sudah engkau kuasai, engkau tidak akan pernah bertumbuh. (Ronald E. Osborn)
Layang-layang tidak akan bisa sampai ke tempat yang tinggi jika angin yang kuat tidak membawanya kesana, kita tidak akan sampai ke tempat yang tinggi jika tidak ada masalah yang membuat kita untuk belajar dan bertumbuh.
(Marius Ginsu)
Angin dapat membuat layang-layang semakin tinggi, tapi dapat juga memutuskan benangnya. Jadi kuatkanlah benangnya.
(Marius Ginsu)
Sebagian orang mengatakan kesempatan hanya datang sekali. Itu tidak benar. Kesempatan itu selalu datang, tetapi anda harus siap menanggapi.
(Louis Amour)
Walaupun berada di jalur yang benar, anda akan tersalip jika hanya duduk-duduk disana. (Will Rogers)
Orang yang tidak punya cinta terhadap bangsanya tidak layak dipakai untuk bangsanya, lebih dari itu orang yang tidak punya cinta terhadap Tuhannya sama sekali tidak layak dipakai untuk bangsanya. Sebab itu lebih penting dari kemampuan.
(Marius Ginsu)
Seseorang yang sukses bukanlah mereka yang mudah mundur dan takut gagal, juga bukan orang yang tidak pernah gagal; tetapi mereka adalah orang yang terus gigih meskipun gagal. (Charles Swindoll)
Orang yang dapat menciptakan sesuatu yang hanya dapat menyenangkan orang lain untuk sementara adalah seorang perusak, tetapi orang yang dapat menciptakan sesuatu yang membuat orang lain menjadi lebih baik adalah seorang penolong dan penyelamat.
(Marius Ginsu)
Tuhan tidak pernah memberikan kita pilihan untuk lahir di keluarga siapa, suku yang mana, kulit yang bagaimana dan di negara yang mana? Jangan menilai seseorang dengan perbedaan. (Marius Ginsu)
Dengan cinta masalah besar akan terlihat kecil, tanpa cinta masalah kecil akan terlihat besar. (Marius Ginsu)
ASLI COPAS

Kisah si Abunawas : Raja Jadi Pengemis

10.05 Add Comment
Abunawas kaget, ketika tiba-tiba pesuruh menuju ke istana. Disana telah menunggu Baginda yang tengah duduk tegap di Singgasana istana. “Hai apa kabar, Abunawas?” sapa Baginda. “Aku benar-benar mengharap bantuanmu.” “Bantuan apa, Baginda?” Abunawas balik bertanya. “Begini, Abu,” Baginda mulai bercerita, “Aku dengar Tuan Habul sudah mulai membangkang terhadap kewajiban negara. Pembantu-pembantuku di daerah melaporkan kalau dia sudah tidak mau lagi membayar zakat. Padahal dia orang yang kaya raya, lho!” “Mengapa Baginda tidak panggil saja dia ke istana? Lantas jebloskan ke dalam penjara. Habis perkara. Gitu aja kok repot….”

“Sebenarnya bisa saja aku berbuat begitu. Tapi apa tidak ada cara lain? Soalnya sayang kalau aku menghukumnya. Bagaimana pun dulu dia adalah orang yang paling rajin membayar zakat. Tapi entah mengapa, semakin dia kaya, semakin malas pula dia membayar zakat.” Sebenarnya kalau ingat nama Tuan Habul, Abunawas inginnya dia dipenjara. Karena seantero negeri tahu, kalau Tuan Habul orang yang sangat pelit. Hampir tidak ada orang yang menyukainya. Kecuali mungkin antek-anteknya saja. Tapi karena ini perintah Baginda, mau tak mau Abunawas ikut pula memikirkan jalan keluarnya.

“Begini saja, Baginda,” usul Abunawas. “beri hamba kesempatan berpikir untuk membuat dirinya sadar. Tapi tentu saja selama berpikir, hamba tidak bisa bekerja mencari nafkah buat keluarga. Oleh sebab itu hamba minta ganti rugi selama hamba berpikir menyelesaikan masalah ini.” “Sudah kuduga sejak semula. Kau pasti meminta imbalan kalau kuminta bantuan. Ini, bawa!” ujar Baginda kesal. Baginda mengeluarkan uang dua ratus ribu dinar kepada Abunawas. Sambil cengar-cengir, Abunawas membawa pulang uang pemberian Baginda.

Seminggu kemudian Abunawas datang ke istana. Dia datang dengan segudang rencana yang telah disusunnya. “Bagaimana, Abunawas? Sudah ketemu jalan keluarnya?” tanya Baginda. “Beres, Baginda. Cuma caranya Baginda dan saya harus menyamar jadi pengemis. Apakah Baginda bersedia?”

Semula Baginda agak kaget juga mendengar usul Abunawas. Tapi karena keinginan kuat menyadarkan Tuan Habul, Baginda akhirnya bersedia. Dengan menyamar jadi pengemis, Abunawas dan Baginda datang ke rumah Tuan Habul. Pucuk dicinta ulam tiba, Tuan Habul sedang ada di rumah. Abunawas pun segera uluk salam. “Selamat pagi, Tuan. Kami ini pengemis. Apakah Tuan ada sedikit uang receh?”

“Tidak ada!” jawab Tuan Habul dengan angkuh. “Kalau begitu, apakah Tuan punya pecahan roti kering sekadar untuk mengganjar perut kami yang sedang lapar?”“Tidak ada!” “Kalau begitu, kami minta air putih saja. Tidak banyak, masing-masing satu gelas saja.” “Sudah kubilang sedari tadi aku tidak punya apa-apa!” Tuan Habul mulai tidak bisa menahan emosinya. Dan rupanya jawaban ini yang ditunggu-tunggu Abunawas. “Kalau Tuan tidak punya apa-apa,” cetus Abunawas, “mengapa Tuan tidak ikut kami saja jadi pengemis?” Wajah Tuan Habul pucat pasi mendengar cetusan Abunawas. Rasa marah, tersinggung dan terhina bercampur aduk menjadi satu. Tapi, belum sempat kesadaran Tuan Habul pulih, Abunawas dan Baginda segera membuka kedoknya. “Bagaimana, Habul,” kali ini giliran Baginda yang berbicara, “mau pilih jadi orang kaya atau menjadi orang yang tidak punya apa-apa? Kalau pilih jadi orang yang tidak punya apa-apa, ya ikut saja Abunawas mengemis dari rumah ke rumah. Tapi kalau pilih menjadi orang kaya, ya jangan lupa membayar zakatnya. Bukan begitu, Habul?” Mendengar penuturan Baginda, Tuan Habul terdiam seribu bahasa. Dia merasa sangat malu. Sedang Abunawas hanya cengengesan menyaksikan kejadian itu. “Enak saja Baginda menyuruhku jadi pengemis,” gumam Abunawas sambil mengumpat dalam hati. Apa boleh buat, zakat kewajiban bagi yang mampu untuk menunaikannya. (*/mntr)

ABUNAWAS

10.04 Add Comment
Tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita akan nama sang tokoh kocak “Abu Nawas”  saking masyhurnya nama tersebut hingga kadang kita tidak mengetahui siapa   nama asli dia sebenarnya. Nama asli Abu Nawas adalah Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M ) di kota Ahvaz di negeri Persia (Iran sekarang), dengan darah dari ayah Arab dan ibu Persia mengalir di tubuhnya. Ayahnya, Hani al-Hakam, merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abu Nawas belajar berbagai ilmu pengetahuan.
Masa mudanya penuh perilaku kontroversial yang membuat Abu Nawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai sprirtual, di samping cita rasa kemanusiaan dan keadilan. Abu Nawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Al-Quran kepada Ya’qub al-Hadrami. Sementara dalam Ilmu Hadis, ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said al-Qattan, dan Azhar bin Sa’ad as-Samman. Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab al-Asadi, telah memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah. Di Kufah bakat Abu Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab.
Kemudian ia pindah ke Baghdad. Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul dengan para penyair. Berkat kehebatannya menulis puisi, Abu Nawas dapat berkenalan dengan para bangsawan. Namun karena kedekatannya dengan para bangsawan inilah puisi-puisinya pada masa itu berubah, yakni cenderung memuja dan menjilat penguasa.
Dalam Al-Wasith fil Adabil ‘Arabi wa Tarikhihi, Abu Nawas digambarkan sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Namun sayang, karya-karya ilmiahnya justru jarang dikenal di dunia intelektual. Ia hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim. Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk menjadi penyair istana (sya’irul bilad).
Sikapnya yang jenaka menjadikan perjalanan hidupnya benar-benar penuh warna. Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda tersendiri dalam khazanah peradaban dunia. Kedekatannya dengan kekuasaan juga pernah menjerumuskannya ke dalam penjara. Pasalnya, suatu ketika Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang dianggap menyinggung Khalifah. Tentu saja Khalifah murka, lantas memenjarakannya. Setelah bebas, ia berpaling dari Khalifah dan mengabdi kepada Perdana Menteri Barmak. Ia meninggalkan Baghdad setelah keluarga Barmak jatuh pada tahun 803 M. Setelah itu ia pergi ke Mesir dan menggubah puisi untuk Gubernur Mesir, Khasib bin Abdul Hamid al-Ajami. Tetapi, ia kembali lagi ke Baghdad setelah Harun al-Rasyid meninggal dan digantikan oleh Al-Amin.
Sejak mendekam di penjara, syair-syair Abu Nawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kehidupan duniawi yang penuh glamor dan hura-hura, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah.
Memang, pencapaiannya dalam menulis puisi diilhami kegemarannya melakukan maksiat. Tetapi, justru di jalan gelap itulah, Abu Nawas menemukan nilai-nilai ketuhanan. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafisrkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan. Meski dekat dengan Sultan Harun al-Rasyid, Abu Nawas tak selamanya hidup dalam kegemerlapan duniawi. Ia pernah hidup dalam kegelapan – tetapi yang justru membawa keberkahan tersendiri.
Seorang sahabatnya, Abu Hifan bin Yusuf bin Dayah, memberi kesaksian, akhir hayat Abu Nawas sangat diwarnai dengan kegiatan ibadah. Beberapa sajaknya menguatkan hal itu. Salah satu bait puisinya yang sangat indah merupakan ungkapan rasa sesal yang amat dalam akan masa lalunya.
Mengenai tahun meningalnya, banyak versi yang saling berbeda. Ada yang menyebutkan tahun 190 H/806 M, ada pula yang 195H/810 M, atau 196 H/811 M. Sementara yang lain tahun 198 H/813 M dan tahun 199 H/814 M. Konon Abu Nawas meninggal karena dianiaya oleh seseorang yang disuruh oleh keluarga Nawbakhti – yang menaruh dendam kepadanya. Ia dimakamkan di Syunizi di jantung Kota Baghdad.  Berikut salah satu kisah Jenaka Abu Nawas.

Demi Tata Krama Kepada Raja

Konon di Zaman Raja Harun Al Rasyid dulu tidak ada yang namanya WC, yang ada cuma sungai atau kali untuk buang hajat. Suatu ketika sang raja merasa perutnya sedang sakit, dan sudah tidak bisa lagi untuk diajak kompromi. Seketika itu juga raja meminta para pengawal untuk mendampinginya ke sungai demi  menuntaskan hajatnya. Kebetulan sungai disitu mengalir ke arah selatan. Dan   Sudah masyhur di kalangan  masyarakat , jika sang raja sedang buag hajat di sungai, maka rakyat dilarang keras berak di sebelah utaranya raja, karena di khawatirkan kotoran tersebut akan mengalir ke arah selatan dan mengenai badan sang raja. Dan kalau ada yang melanggar, maka akan mendapatkan hukuman berat dari sang raja.
Namun kali ini, peraturan tersebut tidak di indahkan oleh sang  tokoh kocak Abu Nawas, Abu Nawas dengan santainya juga ikut berak di sebelah utara agak jauh dari posisi sang raja, sehingga sang raja tidak melihatnya. Disaat asyik buang hajat, tiba – tiba saja ada suatu benda yang menyenggol pantat sang raja, tanpa berpikir panjang, benda tersebut langsung dipegang dan dilihat oleh sang raja, alangkah terkejutnya, ternyata benda tersebut adalah kotoran manusia. kontan saja hal itu membuat sang raja naik pitam. seketika itu juga raja menyuruh para pengawalnya untuk menelusuri sungai di sebelah utara,dan  menangkap orang yang berak .  Benar saja, di sebelah utara  agak jauh dari posisi sang raja, terlihat sosok abu nawas sedang berak dengan santainya. Saat itu juga para pengawal langsung menangkap dan membawanya ke hadapan raja untuk di hukum.
Ketika di hadapkan pada raja, Abu  Nawas memprotes pada raja kenapa dia di tangkap dan akan dihukum. Raja pun menjawab :
” Apakah kamu tidak tahu wahai Abu Nawas, perbuatanmu itu telah melecehkan privasiku, kamu telah menginjak – injak harga diriku, kamu memang tidak punya tata krama !!! bentak sang raja.
“Berani – beraninya kamu berak di sebelah utaraku, sehingga kotoranmu  mengenai badanku, selama ini tidak pernah seorangpun dari rakyatku  berani melakukan perbuatan sepertimu” wahai Abu Nawas” Tambah sang raja dengan nada  sangat kesal.
“Kini kamu harus menerima hukuman dariku”
“Maaf, tunggu sebentar wahai raja ” sela Abu nawas.
“Ada apa? tanya raja, “kali ini tidak ada lagi ampun bagimu Abu nawas”
“Tunggu sebentar, tolong beri saya kesempatan untuk menjelaskannya.
“Saya melakukan itu semua, karena saya sangat menghormati engkau wahai raja”
mendegar hal itu, raja harun Al Rasyid langsung sedikit tertegun dengan apa yang disampaikan oleh abu nawas.
“Lho perbuatan seperti itu , kamu bilang malah untuk menghormati aku???” tanya raja dengan ekspresi agak sedikit keheranan.
“Ya benar raja ”  jawab abu nawas dengan tegasnya.
Rajapun semakin keheranan dan penasaran dengan abu nawas.
“Baiklah kali ini aku kasih kamu  kesempatan untuk menjelaskan alasannya, jika alasanmu tidak masuk akal maka aku tidak segan – segan untuk  memperberat hukumanmu.”
“Baiklah raja, begini alasannya . Raja tahu, selama ini jika raja tengah mengadakan perjalanan dengan rakyat atau bersama  pengawal ,  tidak ada satupun dari rakyat atau pengawal  raja yang berani mendahului jalannya raja, begitu juga dengan saya, ketika saya ikut rombongan raja , posisi saya ketika berjalan tidak berani mendahului raja, itu saya lakuakan karena saya  menjaga tata krama dan sopan santun kepada raja”
“Ya bagus, lha terus apa hubungannya dengan perbuatanmu yang sekarang ini??” tanya raja dengan nada semakin penasaran dengan akal cerdik abu nawas.
“Begini raja, saya menghormati engkau tidak setengah – setengah, melainkan saya menghormati engkau dengan sepenuh hati . Ketika saya buang hajat , saya memilih di sebelah utara raja, dan sama sekali , saya tidak berani berak  berada di sebelah selatan raja. Hal ini saya lakukan karena saya kuatir, jika saya berak di sebelah selatan raja, maka nanti kotoran saya berlaku tidak  sopan kepada kotoran raja,  karena sudah berani berjalan mendahuli kotoran raja.  sehingga saya memilih berak di sebelah utara, agar supaya kotoran saya tidak sampai mendahului kotoran raja. Ini semua saya lakuakan tidak lain, hanya demi Tata krama saya kepada kotoran raja.
Terus terang wahai baginda, kotoran  saya tidak berani mendahului kotoran raja, karena hal itu merupakan perbuatan  su’ul adab.
Ketika raja berjalan, saya tidak berani mendahului jalan raja, begitu juga ketika kotoran raja mengalir, maka kotoran saya pun tidak berani mendahului kotoran raja. ini semua saya lakuakn karena Sopan santun dan tata krama  saya yang sepenuh hati kepada raja.”
“Malah yang seharusnya diberi hukuman bukan saya wahai raja , melainkan rakyat engkau yang tidak punya tata krama, karena mereka berani berak di sebelah selatanmu, sehingga kotoran mereka mendahului kotoranmu. “
Mendengar penjelasan Abu nawas, raja pun tersennyum. dia tidak jadi marah dan menghukum Abu nawas, tetapi oleh sang raja Abu Nawas malah diberi hadiah karena alasannya masuk akal. Sejak kejadian itu, raja pun menginstruksikan kepada rakyatnya untuk berak di sebelah utara sang raja, demi menjaga kesopanan kepada kotoran sang raja…

DOSA

10.02 Add Comment
Mau denger cerita… Abu Nawas… ??? Mau.. ??? Mau…??? Mau…??? (koyo iklaan waeee… red.). Oke lanjuuuutt… !!! Abu Nawas dianggap tokoh lucu… namun dianggap juga sebagai tokoh ulama, sufi.. orang Persia lahir tahun 750M di Ahwaz..dan meninggal tahun 819M di Baghdad… !!! Ia mengabdikan diri nya pada Sultan Harun Al Rasyid Raja Baghdad… !!! Karena Abu Nawas juga dianggap seorang ulama.. maka banyak muridnya … dan suatu ketika… ada tiga orang yang menanyakan kepada Abu Nawas pertanyaan yang sama… !!! Pertanyaannya adalah “Manakah yang lebih utama mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil… ???” :D
Orang pertama menanyakan hal itu, dan jawaban Abu Nawas adalah “Orang yang mengerjakan dosa kecil.. !!!” Mengapa… tanya orang pertama. Sebab lebih mudah diampuni oleh Allah.. kata Abu Nawas.  Orang pertama puas, yaagh karena ia memang yakin akan hal itu… !!!
Orang kedua menanyakan hal yang sama,… dan jawaban Abu Nawas adalah “Orang yang tidak mengerjakan kedua-duanya… !!!” Mengapa begitu… tanya orang kedua. Yaagh dengan begitu tentu tidak memerlukan pengampunan Allah… kata Abu Nawas… !!! Orang kedua … langsung dapat mencerna penjelasan Abu Nawas…. !!!
Orang ketiga menanyakan juga hal yang sama… !!! Namun jawaban Abu Nawas adalah Orang yang mengerjakan dosa besar… !!! Mengapa … ??? tanya orang ketiga. Sebab pengampunan Allah kepada hambanya sebanding dengan besarnya dosa hambanya itu… !!! jawab Abu Nawas. Orang ketiga puas dengan penjelasan Abu Nawas… !!!
Seorang murid Abu Nawas … yang bingung menanyakan kepada Abu Nawas… !!! “Mengapa dengan pertanyaan yang sama menghasilkan jawaban berbeda… ??? tanyanya.
Jawaban Abu Nawas adalah manusia dibagi tiga tingkatan… yaitu tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati… !!! Seorang anak kecil melihat bintang di langit akan bilang bahwa bintang itu kecil… karena ia hanya menggunakan matanya… !!! Sebaliknya … seorang pandai akan mengatakan bahwa bintang itu besar.. karena ia berpengetahuan dan menggunakan otaknya… !!! Kemudian apa tingkatan hati… ??? Orang pandai yang melihat bintang di langit.. ia akan tetap mengatakan bahwa bintang  itu kecil… walau ia tahu bintang itu besar.. !!! Karena ia tahu dan mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan Allah yang Maha Besar… !!!
Kemudian … murid tersebut menanyakan… “Wahai Guru… bagaimana mendapatkan ampunan dari Allah mengingat dosa-dosa yang begitu besar… ???”. Bisa… dengan melalui pujian dan doa… kata Abu Nawas… !!! Ajarkan doa itu wahai Guru… pinta murid Abu Nawas… !!!
Illahi lastu lil firdausi ahlan, walaa aqwa’ alannaril jahiimi, fahabli taubatan waqhfir dzunuubi, fa innaka ghafiruz dzambil adziimi ….
Wahai Tuhanku, aku ini tidak pantas menjadi penghuni surga. namun aku tidak akan kuat terhadap panasnya api neraka. Oleh sebab itu terimalah tobatku dan ampunilah dosa-dosaku. Sesungguhnya hanya Engkau pengampun dosa-dosa besar…

Kisah Abu Nawas ‘melarang’ ruku dan sujud

10.01 Add Comment
Syahdan, Khalifah Harun al-Rasyid marah besar pada sahibnya yang karib dan setia, yaitu Abu Nawas. Ia ingin menghukum mati Abu Nawas setelah menerima laporan bahwa Abu Nawas mengeluarkan fatwa: tidak mau ruku’ dan sujud dalam salat. Lebih lagi, Harun al-Rasyid mendengar Abu Nawas berkata bahwa ia khalifah yang suka fitnah! Menurut pembantu-pembantu-nya, Abu Nawas telah layak dipancung karena melanggar- syariat Islam dan menyebar fitnah. Khalifah mulai terpancing. Tapi untung ada seorang pembantunya yang memberi saran, hendaknya Khalifah melakukan tabayun (konfirmasi) dulu pada Abu Nawas.
Abu Nawas pun digeret menghadap Khalifah. Kini, ia menjadi pesakitan. ”Hai Abu Nawas, benar kamu berpendapat tidak ruku’ dan sujud dalam salat?” tanya Khalifah dengan keras.
Abu Nawas menjawab dengan tenang, ”Benar, Saudaraku.”
Khalifah kembali bertanya dengan nada suara yang lebih tinggi, ”Benar kamu berkata kepada masyarakat bahwa aku, Harun al-Rasyid, adalah seorang khalifah yang suka fitnah?”
Abu Nawas menjawab, ”Benar, Saudara-ku.”
Khalifah berteriak dengan suara menggelegar, ”Kamu memang pantas dihukum mati, karena melanggar syariat Islam dan menebarkan fitnah tentang khalifah!”
Abu Nawas tersenyum seraya berkata-, ”Saudaraku, memang aku tidak menolak bahwa aku telah mengeluarkan dua pendapat tadi, tapi sepertinya kabar yang sampai padamu tidak lengkap, kata-kataku dipelintir, dijagal, seolah-olah aku berkata salah.”
Khalifah berkata dengan ketus, ”Apa maksudmu? Ja-ngan membela diri, kau telah mengaku dan mengatakan kabar itu benar adanya.”
Abu Nawas beranjak dari duduknya dan menjelaskan dengan tenang, ”Saudaraku, aku memang berkata ruku’ dan sujud tidak perlu dalam salat, tapi dalam salat apa? Waktu itu aku menjelaskan tata cara salat jenazah yang memang tidak perlu ruku’ dan sujud.”
”Bagaimana soal aku yang suka fitnah?” tanya Khalifah.
Abu Nawas menjawab dengan senyuman, ”Kala itu, aku sedang menjelaskan tafsir ayat 28 Surat Al-Anfal, yang berbunyi ketahuilah bahwa kekayaan dan anak-anakmu hanyalah ujian bagimu. Sebagai seorang khalifah dan seorang ayah, kamu sangat menyukai kekayaan dan anak-anakmu, berarti kamu suka ’fitnah’ (ujian) itu.” Mendengar penjelasan Abu Nawas yang sekaligus kritikan, Khalifah Harun al-Rasyid tertunduk malu, menyesal dan sadar.
Rupanya, kedekatan Abu Nawas dengan Harun alRa-syid menyulut iri dan dengki di antara pembantu-pembantunya. Abu Nawas memanggil Khalifah dengan ”ya akhi” (saudaraku). Hubungan di antara mereka bukan antara tuan dan hamba. Pembantu-pembantu khalifah yang hasud ingin memisahkan hubungan akrab tersebut de-ngan memutarbalikkan berita.
Sumber http://www.facebook.com/notes/mohamad-guntur-romli/gus-dur-al-quran-dan-pornografi/271094715389