TELAGA HIKMAH DARI AL-HIKAM 1

11.02
MUKADIMAH





Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Pemelihara semesta alam. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad Rasul Al-Amin, keluarganya, sahabat-sahabatnya dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku pengikutnya.

Aku ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai Diin, Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul, al-Quran sebagai Imam, Ka’bah sebagai Kiblat dan Mukmin sebagai saudara.



Ilahi, Engkaulah maksud dan tujuanku dan keridhaan Engkau pula yang aku cari. Aku mengharapkan cintamu-Mu dan juga ma’rifat-Mu.



Kitab al-Hikam karangan Imam Tajuddin Abu Fadhli Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Athaillah Askandary bisa dianggap sebagai buku teks yang perlu dipelajari oleh orang-orang yang ingin mendalami ilmu tasawuf serta berjalan pada jalan kerohanian. Di dalamnya terkandung kata-kata hikmah yang dapat dijadikan petunjuk jalan menuju Allah dan mencapai keridhaan-Nya.



Pada mulanya saya mengenal Kitab al-Hikam hanya sekedar namanya saja. Apa yang dikatakan orang adalah bahwa kitab ini merupakan sebuah kitab yang sukar dipahami. Hanya sedikit saja bilangan guru-guru yang mampu mengajarkan kitab ini. Anggapan yang telah tertanam dalam pikiran saya adalah hanya orang-orang khusus saja yang layak mempelajari kitab tersebut. Oleh sebab itu, saya tidak pernah mencoba untuk mempelajarinya.



Kehendak Allah sajalah yang mengantarkan saya, ketika ada ketertarikan dalam bidang kerohanian maka timbulah minat dan kecenderungan untuk mengetahui isi Kitab al-Hikam. Mula-mula saya mempelajari syarah-syarah (penjelasan-penjelasan) kitab tersebut yang mudah ditemukan di toko-toko buku. Sedikit sekali pemahaman yang saya dapatkan. Kemudian saya mempelajari kitab-kitab tasawuf dari berbagai sumber yang lain. Berbekal sedikit pengetahuan dalam ilmu tasawuf, saya mulai mempelajari Kitab al-Hikam. Apa yang saya pahami itu, saya tuliskan sebagai salah satu cara pembelajaran. Beberapa orang sahabat telah membaca teks asalnya dan memberikan masukan yang membangun. Hasil dari masukan itu, saya tulis kembali dalam Syarah al-Hikam ini.



Apa yang saya peroleh dan saya pahami dari khazanah al-Hikam ingin saya bagikan dengan saudara-saudara Muslimku. Mudah-mudahan Allah memberikan taufik dan hidayah kepada kita semua.



Penyusun Syarah al-Hikam ini bukanlah seorang yang alim dalam ilmu tasawuf, apa lagi ilmu fiqih. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika saudara-saudara yang membaca kitab ini senantiasa merujuk kembali kepada orang yang lebih alim. Jika terdapat perbedaan pendapat di antara isi kitab ini dengan perkataan orang alim, anggaplah pemahaman penyusun telah khilaf dan berpeganglah kepada pemahaman orang alim. Penyusun mohon maaf atas kekhilafan tersebut. Sekiranya apa yang ditulis dalam syarah kitab ini adalah benar, maka sesungguhnya kebenaran itu dari Allah. Hanya Dialah yang patut menerima pujian. Hanya kepada-Nya kita bersyukur.



Wahai saudara-saudaraku yang aku kasihi,

Ilmu adalah Nur (cahaya). Hati juga Nur. Dan Nur adalah salah satu nama dari nama-nama Allah. Nur Ilahi, hati dan ilmu saling terkait rapat. Hati yang suci bersih menjadi wadah yang sesuai untuk menerima pancaran Nur Ilahi. Hati yang dipenuhi oleh Nur Ilahi mampu menerima Nur Ilmu dari alam ghaib. Nur Ilmu yang dari alam ghaib itu membuka hakikat alam dan hakikat Ketuhanan. Hati yang menerima pengalaman tentang hakikat memancarkan Nurnya kepada akal. Akal yang menerima pancaran Nur akan dapat memahami perkara ghaib yang dinafikan oleh akal biasa.



Bila hati dan akal sudah beriman hilanglah keresahan pada jiwa dan kekeliruan pada akal. Lahirlah ketenangan yang sejati. Hiduplah nafsu muthmainnah (jiwa yang tenang) yang menggerakkan anggota lahir dan batin supaya senantiasa berbakti kepada Allah. Jadilah ia seorang hamba yang lahirnya sesuai dengan syariat dan batinnya sesuai dengan kehendak dan perintah Allah. Bila Allah memilihnya, maka jadilah dia seorang Hamba Rabbani, Khalifah Allah yang diberi tugas khusus dalam melaksanakan kehendak Allah di muka bumi.



Khalifah Allah muncul dalam berbagai bidang. Bidang-bidang yang dipimpin oleh Muslim yang bertaraf Khalifah Allah akan menjadi cemerlang dan kaum Muslimin akan kembali berjaya atas kaum-kaum yang lain dalam bidang tersebut. Khalifah di bidang ekonomi akan membawa perekonomian umat Islam memimpin dunia. Khalifah tentara akan membebaskan umat Islam dari kaum penjajah dan penindas yang zalim. Khalifah dakwah akan membukakan Islam yang sebenarnya dan membersihkannya dari bid’ah, kekarutan dan kesesatan. Bila semua bidang kehidupan dipimpin oleh Khalifah Muslim maka umat Islam akan menjadi umat yang teratas dalam segala bidang.



Mulailah bekerja membentuk hati agar ia menjadi selaras cahyanya dengan Nur Ilahi. Nur Ilahi adalah tentera bagi hati yang akan mengalahkan segala jenis senjata dan segala jenis sistem, walau bagaimana canggih sekalipun. Bila Nur Ilahi sudah memenuhi ruang hati umat Islam maka umat Islam akan menjadi satu pemimpin yang tidak akan dapat dikalahkan oleh siapapun, dalam bidang apapun. Insya-Allah!



Tidaklah Allah memberi beban pada seseorang kecuali sesuai dengan kadar kemampuanya, ia akan mendapatkan pahala dari apa yang ia usahakan dan akan mendapat siksa atas apa yang ia usahakan pula. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau tuntut kami atas kealpaan kami dan kesalahan-kesalahan kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan ke atas kami siksaan sebagaimana yang pernah Engkau timpakan atas orang-orang sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau timpakan pada kami beban perintah yang kami tidak mampu memikulnya, maafkanlah (dosa-dosa) kami, ampunilah kami, dan kasihanilah kami; Engkaulah Penolong kami. Maka tolonglah kami atas kaum yang ingkar. (Surah al-Baqarah: 286 )



Dan tulislah untuk kami satu kebaikan di dunia dan juga akhirat. Sesungguhnya kami telah bertaubat kepada Engkau. (Surah al-A’raaf : 156 )



Wahai Tuhan kami, Berilah kami di dunia kebaikan dan di akhirat pun kebaikan. Dan peliharalah kami daripada siksaan neraka. (Surah al-Baqarah:201 )

Amin! Ya Rabbal ‘Aalamin.
1. AMALAN LAHIR DAN AMALAN HATI





SEBAGIAN DARI TANDA BERSANDAR KEPADA AMALAN LAHIR ADALAH BERKURANGNYA HARAPAN (SUASANA HATI) TATKALA BERLAKU PADANYA SUATU KESALAHAN.



Imam Ibnu Athaillah memulai Kalimat Hikmah beliau dengan mengajak kita merenung kepada hakikat amal. Amal bisa dibagi menjadi dua jenis yaitu amalan lahir dan amalan hati atau suasana batin yang terkait dengan amalan lahir itu. Beberapa orang bisa jadi melakukan amalan lahir yang serupa tetapi suasana batin yang terkait dengan perbuatan lahir itu tidak serupa. Pengaruh amalan lahir kepada hati berbeda antara seorang dengan seorang yang lain. Jika amalan lahir itu mempengaruhi suasana hati, maka hati itu dikatakan bersandar kepada amalan lahir. Jika hati dipengaruhi juga oleh amalan hati, maka hati itu dikatakan bersandar juga kepada amal, sekalipun ia termasuk amalan batin.



Hati yang bebas dari bersandar kepada amal, baik amalan lahir ataupun amalan batin adalah hati yang menghadap kepada Allah dan meletakkan pergantungan kepada-Nya serta menyerah sepenuhnya kepada Allah tanpa sembarang takwil atau tuntutan. Hati yang demikian tidak menjadikan amalnya, lahir dan batin, walau berapa banyak sekalipun, sebagai alat untuk tawar menawar dengan Allah untuk mendapatkan sesuatu. Amalan bukan menjadi penyebab perantaraan antara dirinya dengan Tuhannya. Orang yang seperti ini tidak membataskan kekuasaan dan kemurahan Allah untuk tunduk kepada perbuatan manusia.



Allah Maha Berdiri Sendiri berbuat sesuatu menurut kehendak-Nya tanpa dipengaruhi oleh siapapun dan sesuatu apapun. Apa saja tentang Allah adalah mutlak, tiada kekurangan, cacat dan pembatasan. Oleh karena itu, orang arif tidak menjadikan amalan sebagai sarana yang merongrong ketTuhanan Allah atau ‘memaksa’ Allah berbuat sesuatu menurut perbuatan makhluk.



Perbuatan Allah berada di depan dan perbuatan makhluk ada di belakang. Tidak pernah terjadi Allah mengikuti perkataan dan perbuatan seseorang atau sesuatu apapun. Sebelum menjadi seorang yang arif, hati manusia memang terkait rapat dengan amalan dirinya, baik yang lahir maupun yang batin. Manusia yang kuat bersandar kepada amalan lahir adalah mereka yang mencari manfaat keduniaan dan mereka yang kuat bersandar kepada amalan batin adalah yang mencari manfaat akhirat. Kedua jenis manusia tersebut percaya bahwa amalannya menentukan apa yang akan mereka peroleh baik di dunia dan juga di akhirat. Kepercayaan yang demikian kadang membuat manusia hilang atau kurang rasa bergantung nya kepada Allah.



Pergantungan mereka hanyalah kepada amalan semata, atau jikapun mereka bergantung kepada Allah, maka pergantungan itu bercampur dengan keraguan. Seorang manusia boleh memeriksa dirinya sendiri apakah kuat atau lemah pergantungannya kepada Allah. Kalimat Hikmah pertama yang dikeluarkan oleh Imam Ibnu Athaillah memberi petunjuk mengenainya.



Lihatlah kepada hati apabila kita terperosok ke dalam perbuatan maksiat atau dosa. Jika kesalahan yang demikian membuat kita berputus asa dari rahmat dan pertolongan Allah, itu tandanya pergantungan kita kepada-Nya sangat lemah. Firman-Nya:



“...Wahai anak-anakku, Pergilah dan carilah berita mengenai Yusuf dan saudaranya (Bunyamin), dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat serta pertolongan Allah. Sesungguhnya tidak berputus asa dari rahmat dan pertolongan Allah melainkan kaum yang kafir ”. ( Ayat 87 : Surah Yusuf )



Ayat di atas menceritakan bahwa orang yang beriman kepada Allah meletakkan pergantungan kepada-Nya walau dalam keadaan bagaimanapun. Pergantungan kepada Allah membuat hati tidak berputus asa dalam menghadapi cobaan hidup.



Kadang apa kita yang inginkan, kita rencanakan dan kita usahakan tidak mendatangkan hasil yang seperti diharapkan. Kegagalan mendapatkan sesuatu yang diinginkan bukan bermakna tidak menerima pemberian Allah. Selama orang itu beriman dan bergantung kepada Allah maka pasti Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya.



Kegagalan memperoleh apa yang diinginkan bukan bermakna tidak mendapat rahmat Allah. Segala hal yang Allah lakukan kepada orang yang beriman pasti didalamnya terdapat hikmah yang besar rahmat-Nya yang luas. Keyakinan terhadap yang demikian menjadikan orang yang beriman tabah menghadapi ujian hidup, tidak sekali-kali mereka berputus asa. Mereka yakin bahwa apabila mereka sandarkan segala perkara kepada Allah, maka apapun amal kebaikan yang mereka lakukan tidak akan menjadi sia-sia.



Orang yang tidak beriman kepada Allah berada dalam situasi yang berbeda. Pergantungan mereka hanya tertuju kepada amalan mereka, yang terkandung di dalamnya ilmu dan usaha. Apabila mereka mengadakan sesuatu usaha berdasarkan kemampuan dan pengetahuan yang mereka miliki, mereka mengharapkan akan mendapatkan hasil yang setimpal. Jika ilmu dan usaha (termasuklah pertolongan orang lain) gagal mendatangkan hasil, mereka tidak mempunyai tempat bersandar lagi. Jadilah mereka orang yang berputus asa. Mereka tidak mampu melihat hikmah kebijaksanaan Allah yang telah mengatur perjalanan takdir dan mereka juga tidak mampu merasakan rahmat dan karunia-Nya.



Jika orang kafir tidak bersandar kepada Allah dan mudah berputus asa, di kalangan sebagian orang Islam pun ada yang berperilaku demikian, bergantung setingkat demikian menyerupai sifat orang kafir. Orang yang seperti ini melakukan amalan karena kepentingan diri sendiri, bukan karena Allah. Orang ini mungkin mengharapkan dengan amalannya itu dia dapat mengecap kemakmuran hidup di dunia. Dia mengharapkan semoga amal kebajikan yang dilakukannya dapat mengeluarkan hasil dalam bentuk bertambah rezekinya, kedudukannya atau pangkatnya, orang lain semakin menghormatinya dan dia juga dihindarkan daripada bala penyakit, kemiskinan dan sebagainya. Bertambah banyak amal kebaikan yang dilakukannya bertambah besarlah harapan dan keyakinannya tentang kesejahteraan hidupnya.



Sebagian kaum muslimin yang lain mengaitkan amal kebaikan dengan kemuliaan hidup di akhirat. Mereka memandang amal salih sebagai tiket untuk memasuki surga, sekaligus dapat dijauhkan dari azab api neraka.



Rohani orang yang bersandar kepada amal sangat lemah, terutama mereka yang mencari keuntungan dunia dengan amal mereka. Mereka tidak akan tahan menempuh ujian. Mereka mengharapkan perjalanan hidupnya sentiasa mudah dan segala-segalanya berjalan menurut apa yang mereka rencanakan. Apabila terjadi sesuatu di luar perkiraan, mereka menjadi panik dan gelisah. Bala bencana membuat mereka merasakan bahwa merekalah manusia yang paling malang di atas muka bumi ini. Namun sebaliknya, bila mereka sukses memperoleh sesuatu kebaikan, mereka merasakan kesuksesan itu disebabkan kepandaian dan kemampuan mereka sendiri. Mereka mudah menjadi egois serta suka menyombongkan diri.



Apabila rohani seseorang bertambah teguh, dia melihat amal itu sebagai jalan untuknya mendekatkan diri kepada Allah, hatinya tidak akan lagi cenderung kepada manfaat duniawi dan ukhrawi tetapi dia berharap untuk mendapatkan karunia Allah seperti terbukanya hijab-hijab yang menutupi hatinya. Orang-orang ini merasakan amal-amalnya membawa mereka kepada Allah. Bila dia tertinggal melakukan sesuatu amal yang biasa dilakukannya atau bila dia tergelincir melakukan kesalahan maka dia merasa dijauhi oleh Allah. Inilah orang yang pada peringkat permulaan mendekatkan diri kepada Allah melalui amalan tarekat tasawuf.



Jadi, ada golongan yang bersandar kepada amal semata-mata dan ada pula golongan yang bersandar kepada Allah melalui amal. Kedua golongan tersebut berpegang kepada pengaruh amal dalam mendapatkan sesuatu. Golongan pertama kuat berpegang kepada amal lahir, yaitu perbuatan lahir yang dinamakan usaha atau ikhtiar. Jika mereka salah memilih ikhtiar, hilanglah harapan mereka untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.



Ahli tarekat yang masih berada pada tingkat permulaan juga bersandar kuat kepada amalan batin seperti shalat dan zikir. Jika mereka tertinggal melakukan sesuatu amalan yang biasa mereka lakukan, akan berkuranglah harapan mereka untuk mendapatkan anugerah dari Allah. Sekiranya mereka tergelincir melakukan dosa, maka putuslah harapan mereka untuk mendapatkan anugerah Allah.



Dalam perkara bersandar kepada amal ini, termasuk juga bersandar kepada ilmu, baik ilmu lahir atau ilmu batin. Ilmu lahir adalah ilmu penguasaan dan pengurusan sesuatu perkara menurut kekuatan akal. Ilmu batin adalah ilmu yang menggunakan kekuatan batin dalam memperoleh sesuatu yang diinginkan.



Kebanyakan orang meletakkan kesuksesan kepada ayat dan usaha, hingga mereka lupa kepada Allah yang meletakkan takdir atas segala sesuatu.



Seterusnya, sekiranya Allah izinkan, rohani seseorang meningkat kepada kedudukan yang lebih tinggi. Nyata di dalam hatinya maksud kalimat:


Tiada daya dan upaya kecuali bersama Allah.

“Padahal Allah yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu” ( Ayat 96 : Surah as- Saaffaat )



Orang-orang yang maqom atau kedudukan rohaninya berada pada tingkat ini tidak lagi melihat kepada amalnya, walaupun banyak amal yang dilakukannya tetapi hatinya tetap melihat bahwa semua amalan tersebut hakekatnya adalah karunia Allah semata. Jika tidak karena taufik dan hidayah dari Allah tentu tidak ada amal kebaikan yang dapat dilakukannya. Allah berfirman:



“Ini adalah keutamaan dari Tuhanku, untuk mengujiku apakah aku akan bersyukur atau aku akan ingkar. Dan sungguh barang siapa yang bersyukur maka syukurnya itu hanyalah berpulang kepada dirinya sendiri, dan barang siapa yang ingkar (maka tidaklah menjadi masalah bagi Allah), karena sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya, lagi Maha Pemurah”. ( Ayat 40 : Surah an-Naml )



Dan tiadalah kamu berkeinginan (melakukan sesuatu perkara) melainkan dengan cara yang dikehendaki Allah; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Ia memasukkan siapa saja yang dikehendaki-Nya (menurut aturan yang ditetapkan) ke dalam rahmat-Nya (dengan menempatkannya di surga); dan bagi orang-orang yang zalim, Ia telah menyediakan untuk mereka azab yang pedih. ( Ayat 30 & 31 : Surah al-Insaan )



Segala-galanya adalah pemberian Allah dan menjadi milik-Nya. Orang ini melihat kepada takdir yang Allah tentukan, tidak terlihat olehnya pengaruh perbuatan makhluk termasuk perbuatan dirinya sendiri. Maqam atau kedudukan ini dinamakan maqom ariffin yaitu orang-orang yang mengenal Allah. Golongan ini tidak lagi bersandar kepada amal tetapi justru merekalah yang paling kuat mengerjakan amal ibadah.



Orang yang masuk ke dalam lautan takdir, ridha dengan segala yang ditentukan Allah, akan sentiasa tenang, tidak berdukacita apabila terjadi kehilangan atau ketiadaan sesuatu. Mereka tidak melihat makhluk sebagai penyebab atau pemberi pengaruh.



Di awal perjalanan menuju Allah, seseorang akan kuat beramal menurut tuntutan syariat. Dia melihat amalan itu sebagai kendaraan yang membawanya menghampiri Allah. Semakin kuat dia beramal semakin besarlah harapannya untuk sukses dalam perjalanannya. Apabila dia mencapai satu tahap, pandangan mata hatinya terhadap amal mulai berubah. Dia tidak lagi melihat amalan sebagai alat atau penyebab. Pandangannya beralih kepada karunia Allah. Dia melihat semua amalannya adalah karunia Allah semata kepadanya dan kedekatannya dengan Allah juga karunia-Nya. Seterusnya terbukalah hijab yang menutupi dirinya dan dia mengenali dirinya dan mengenali Tuhannya. Dia melihat dirinya sangat lemah, hina, jahil, serba kekurangan dan faqir. Allah adalah Maha Kaya, Berkuasa, Mulia, Bijaksana dan Sempurna dalam segala segi.



Bila dia sudah mengenali dirinya dan Tuhannya, pandangan mata hatinya tertuju kepada Qudrat dan Iradat Allah yang melingkupi segala sesuatu yang ada dalam alam raya ini. Jadilah dia seorang arif yang sentiasa memandang kepada Allah, berserah diri kepada-Nya, bergantung dan berhajat kepada-Nya. Dia hanyalah hamba Allah yang sangat faqir (lemah dan butuh).
Previous
Next Post »

7 komentar

  1. asslmkum,,,boleh tanya sesuatu??
    apakah tasawuf ini berasal dari islam dan yg diajarkan oleh rasulullah??

    BalasHapus
  2. wa'alaikum salam
    tasawuf bukan muncul pada masa ROSUL tapi ajarannya disandarkan kepada al-qur'an dan sunnah yang di bawa ROSUL,sedang jika kita adalah orang islam maka kita wajib taat kepada ALLAH dan juga ROSUL nya,dan salah satu jalannya adalah dengan jalan tasawuf ini.......
    tetapi jangan sampai kita tersesat dalam menempuh jalan ini karena banyaknya goda yang akan kita temui,hingga terkadang orang yang belum sampai kepada apa yang dituju tetapi merasa sudah mendapat apa yang jadi tujuannya hingga kita akhirnya tersesat
    itulah kebanyakan yang dialami oleh orang-orang.......
    intinya tasawuf itu adalah segala jalan yang bisa membawa kita semakin dekat kepada ALLAH,sedang jika kita mengambil jalan bertasawuf namun semakin jauh dari ALLAH maka kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang tersesat........
    wallohu a'lam......

    BalasHapus
  3. bukankah islam sudah sempurna sebelum Rasul wafat?? dan apakah ada dalil yang kuat bahwa Rasul berwasiat kepada para sahabatnya utk mendekatkan diri kepada ALLAH dgn jalan tasawuf??.tidak ada perkara apa yg mendekatka kita ke surga dan menjauhkan kita dari api neraka kecuali sudah di terangkan secara gamblang oleh Rasul. ALLAH lebih tahu segala sesuatu, jadi tidak mungkin ALLAH mewafat Rasul_NYA sebelum agama ini sempurna.
    dasar ibadah itu haram kecuali apa yg disyari'atkan ALLAH melalui Rasuln_NYA,mengada2 dalam perkara ibadah atau amalan yg di ada contohnya dari dari Rasul maupun dr para sahabat maka amalan itu tertolak,sebagaimana gelas yg sudah terisi dgn air penuh sempurna klo kita tambahkan setes air lagi maka akan tumpah alias tertolak.
    jgn mengomentari bahwa Rasul tidak sempurna menyampaikan risalah,menyandarkan sesuatu kepada sunnah Rasul padahal itu bukan berasal dr sunnah Rasul dosanya sangat besar di banding kita berdusta atas nama orang lain.
    beragama bukan berdasarkan akal dan hawa nafsu tapi berdasarkan wahyu.
    saudaraku,pelajari sunnah dgn baik agar tidak terjerumus dalam lembah kesesatan mempelajari itu nikmat.
    semoga kita selalu mendapatkan hidayah..

    BalasHapus
  4. bukankah islam sudah sempurna sebelum Rasul wafat?? dan apakah ada dalil yang kuat bahwa Rasul berwasiat kepada para sahabatnya utk mendekatkan diri kepada ALLAH dgn jalan tasawuf??.tidak ada perkara apa yg mendekatka kita ke surga dan menjauhkan kita dari api neraka kecuali sudah di terangkan secara gamblang oleh Rasul. ALLAH lebih tahu segala sesuatu, jadi tidak mungkin ALLAH mewafat Rasul_NYA sebelum agama ini sempurna.
    dasar ibadah itu haram kecuali apa yg disyari'atkan ALLAH melalui Rasuln_NYA,mengada2 dalam perkara ibadah atau amalan yg di ada contohnya dari dari Rasul maupun dr para sahabat maka amalan itu tertolak,sebagaimana gelas yg sudah terisi dgn air penuh sempurna klo kita tambahkan setes air lagi maka akan tumpah alias tertolak.
    jgn mengomentari bahwa Rasul tidak sempurna menyampaikan risalah,menyandarkan sesuatu kepada sunnah Rasul padahal itu bukan berasal dr sunnah Rasul dosanya sangat besar di banding kita berdusta atas nama orang lain.
    beragama bukan berdasarkan akal dan hawa nafsu tapi berdasarkan wahyu.
    saudaraku,pelajari sunnah dgn baik agar tidak terjerumus dalam lembah kesesatan mempelajari itu nikmat.
    semoga kita selalu mendapatkan hidayah..

    BalasHapus
  5. yang saya maksudkan dengan tasawuf disini adalah segala jalan yang bisa membawa diri kita semakin dekat kepada Allah....
    sebagaimana yang saya katakan di atas dan saya setuju dengan pendapat anda.Memang benar islam itu sudah sempurna dan tidaklah akan menyangkalkannya kecuali orang-orang bodoh belaka.
    mengenai tasawuf itu hanya sekedar istilah saja bukan menjadi sebuah tujuan utama karena tujuan utama kita adalah ALLAH semata.
    mengenai amalan yang tertolak,maka kalo kita kaji lebih jauh sudah teramat banyak amalan yang baru,mengenai tertolak atau tidaknya itu adalah hak perogatif dari Allah......
    apabila kita tidak hanya memandang satu beberapa segi didalam kaidah ushul fiqh juga dijelaskan mengenai 5 kaidah untuk menyandarkan suatu amalan.
    benar kata anda bahwa kita wajib bersandar pada ajaran nabi,namun tidak semua pemikiran kita mampu memahami ajaran Nabi,untuk itu kita juga perlu ulama sebagai pewarisnya para Nabi yang mana mengenai para ulama itu seringkali kita saling berbeda pendapat dalam menanggapi ajarannya.......
    untuk itu lakukanlah apa yang kita yakini dan dapat kita pertanggungjawabkan kepada Allah dan Rosulnya dimana setelah Rosul wafat tentunya kita mengambil imam dari pewaris para Nabi yaitu para ulama............

    BalasHapus
  6. yang menyatakan agama islam ini sudah sempurna bukan saya ,tapi berdasarkan dali(Al_Maidah ayat 3).syarat diterimanya ibadah 2 yaitu:ikhlas dan i'tiba'(mengikuti Rasul).bagaimana mungkin kita tau tata caranya sedangkan tasawuf ini muncul setelah Rasul wafat.
    klo boleh taw tasawuf anda aliran apa??
    moga kita mendapat hidayah

    BalasHapus
  7. it's OK...lantas bagaimana menurut anda dengan zakat profesi, zakat bagi tanaman buah-buahan selain kurma dan anggur.....
    bukankah pada masa Nabi hal-hal seperti itu tidak ada....
    namun apabila di tidak diterapkan akan menjadikan adanya ketimpangan sosial,dimana padi dengan penghasilan lebih kecil terkena zakat di bandingkan dengan para pekebun coklat misalnya...
    sedangkan masalah tasawuf itu hanya sekedar istilah alias nama yang diberikan...
    sedangkangkan inti dari tasawuf adalah segala jalan yang bisa mendekatkan diri kepada ALLAH, dan tentunya jalan itu adalah jalan para Nabi dan para pewarisnya.....
    mengenai harus mengikuti Nabi itu memang benar...
    tetapi banyak ajaran Nabi yang terkadang belum bisa kita pahami,semisal Nabi mengatakan Sholatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku sholat...
    itu sudah sesuai dengan ucapan Nabi,namun pada kenyataannya banyak sekali terjadi perbedaan,karena adanya berbagai penafsiran dari para pewarisnya yaitu para ulama,
    lantas siapakah yang salah dalam memahami ucapan Nabi tersebut..
    namun kita juga tidak bisa menyalahkan mereka karena sudah di katakan bahwa ulama adalah pewaris para Nabi...
    Lantas jalan seperti apakah yang harus kita ikuti...karena didalam mengikuti ajaran tersebut terdapat banyak sekali penafsiran..
    semua itu tentu kembali kepada keyakinan dan pribadi masing-masing...
    mengenai aliran tasawuf, yang saya maksudkan tasawuf disini adalah segala jalan yang bisa mendekatkan diri kita kepada Allah itulah tasawuf, dan mengenai aliran Allah itu dekat lebih dekat daripada urat leher kita dan tidak akan memilahmilih orang yang akan di cintaiNYA dari aliran mana, dan akan kurang bijak rasanya jika masing-masing diri mengklaim dirinya yang paling lurus ,karena pastilah selalu ada cela di dalam sesuatu, karena hanya DIA lah yang MAHA SEMPURNA...
    Wallohua'lam......

    BalasHapus