PERBUATAN TUHAN DAN PERBUATAN MANUSIA

20.31
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………...….. i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………... 1
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………. 2
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………... 6
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………. 7


BAB I
PENDAHULUAN
Segala sesuatu apa pun bentuknya yang merupakan perbuatan Allah, terbit dari ilmu dan irodatNya, maka segala perbuatan Allah seperti mencipta, memberi rizki, memerintah dan melarang, memberi adzab dan memberi nikmat, adalah merupakan suatu ketetapan bagi Allah dengan kemungkinan yang khusus. Yang tidak dapat di analisis oleh akal, karena itu semua kemauan Allah untuk berbuat sesuatu yang mana perbuatan-perbuatanNya itu wajib dilakukan oleh dzat- dzatNya.
Sedangkan perbuatan manusia adalah suatu hal yang diciptakan oleh dirinya sendiri dan pada orang lain yang sehat akal dan panca indranya.
Dengan demikian makalah ini kami rencanakan sekalipun dengan singkat tetapi kami pandang sukup sekedar untuk mengetahui lebih jauh tentang pemikiran teologi Islam.

BAB II
PEMBAHASAN
Fenomena yang banyak terjadi saat ini di dalam persoalan kalam yang menjadi perdebatan diantara aliran-aliran kalam adalah, masalah perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia. Masalah ini muncul sebagai buntut dari perdebatan ulama’-ulama’ kalam mengenai keimanan, persoalan ini kemudian meluas dengan mempermasalahkan apakah Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu atau tidak? apakah perbuatan Tuhan itu tidak terbatas pada hal yang baik-baik saja, tetapi juga mencakup kepada hal-hal yang buruk.
A. PERBUATAN TUHAN
Semua aliran dalam pemikiran kalam setuju bahwa Tuhan melakukan perbuatan. Perbuatan ini dipandang sebagai konsekuensi logis dari dzat-dzat yang memiliki kemampuan untuk melakukannya. Namun dalam kenyataannya persoalan-persoalan ini telah banyak menyebabkan suatu golongan terlalu berlebih-lebihan dalam mempositifkannya sedemikian rupa, sehingga seseorang yang memperhatikan pendirian mereka, menganggap bahwa Tuhan merupakan seorang yang telah diberi beban diantara orang-orang yang mukallaf, yang diwajibkan kepadaNya agar sungguh-sungguh menunaikan kewajibanNya, diantara kaedah-kaedah yang benar dan dapat diterima oleh seorang yang berakal, Yaitu “bahwa segala perbuatan orang yang berakal tidak ada yang percuma”
Maka ketentuan wajibNya hikmat dalam segala perbuatan Allah, mengikuti pula akan wajib sempurnanya ilmu dan irodahnya. Hal itu tidak menjadi buah perselisihan diantara segala pihak yang suka bertengkar, begitu juga dikatakan tentang wajib membuktikan ancaman dan pahala sebagai janji yang dijanjikan, maka itu juga mengikuti kesempurnaan ilmu dan irodahnya.
1. Aliran Mu’tazilah
Sebagai aliran kalam yang bercorak rasional, alairan Mu’tazilah berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang dikatakan baik. Namun tidak berarti Tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena Tuhan mengetahui dari perbuatan buruk itu. Dasar pemikiran tentang konsep keadilan Tuhan yang berjalan sejajar dengan paham adanya batasan-batasan bagi kekuasaan dan kehendak Tuhan, kewajiban-kewajiban itu dapat disimpulkan dalam satu hal, yaitu kewajiban berbuat baik bagi manusia, dalam istilah Arab berbuat baik dan terbaik bagi manusai disebut “ash-shalahwa al-aslah”. Term ini dalam golongan teologi Islam dikenal dengan term Mu’tazilah dan yang dimaksud adalah kewajiban Tuhan berbuat baik bahkan yang terbaik bagi manusia, hal ini memang merupakan suatu keyakinan yang penting bagi aliran Mu’tazilah, menurut aliran Mu’tazilah kewajiban-kewajiban Allah adalah :
a. Kewajiban tidak memberikan beban diluar kemampuan manusia.
b. Kewajiban mengirimkan Rosul.
c. Kewajiban menepati janji (al-wa’ad) dan ancaman (al-wa’di).
2. Aliran Asy’ariah
Aliran Asy’ariah mempunyai paham bahwa kewajiaban Tuhan berbuat baik dan terbaik bagi manusia hal ini sama seperti apa yang dikatakan oleh aliran Mu’tazilah hal ini ditegaskan oleh Al-Ghozali ketika mengatakan bahwa Tuhan tidak berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia dan demikian aliran Asy’ariah tidak menerima paham Tuhan mempunyai kewajiban. Tuhan dapat berbuat dengan sekehendak hatiNya terhadap makhlukNya. Sebagaimana yang dikatan Al-Ghozali bahwa perbuatan-perbuatan Tuhan bersifat tidak wajib (jaiz) dan tidak satupun darinya memiliki sifat wajib.
Aliran Asy’ariah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban menepati janji dan menjalankan ancaman yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits, dengan kata lain yang diancam akan mendapat hukuman bukanlah semua orang, tetapi sebagian orang yang menelan harta anak yatim piatu dan dengan interprestasi demikianlah Al-Asy’ari mengatasi persoalan wajibnya Tuhan berbuat baik dengan manusia.

3. Aliran Maturidiyah
Mengenai perbuata Tuhan ini terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukharo. Dalam sejarah pertumbuhan aliran-aliran kalam dikenal dua sub sekte aliran Maturidiyah yang berbeda pendapat, Maturidiyah Samarkand memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja, demikian juga pengiriman Rosul dipandang sebagai kewajiban Tuhan.
Adapun Maturidiyah Bukharo memiliki pandangan yang sama dengan As’ariyah tentang paham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban. Tentang pengiriman Rosul Maturidiyah Bukharo berpendapat bahwa itu merupakan kehendak mutlak Tuhan, tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin saja. Mengenai memberikan beban kepada manusia diluar batas kemampuan manusia, aliran asy’ariyah menerimanya.
B. PERBUATAN MANUSIA
Masalah perbuatan manusia bermula dari pembahasan sederhana yang dilakukan oleh kelompok Jabariyah dan kelompok Qodariya. Akar dari perbuatan manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta termsuk di dalamnya manusia itu sendiri.
1. Aliran Jabariyah
Dalam aliran ini dampak dua perdebatan dalam masalah perbuatan manusia. Jabariyah Ekstrim dan Jabariyah Moderat. Jabariyah Ekstrim mengatakan bahwa manusia tidak mampu berbuat apa-apa, ia tidak mempunyai daya. Adapun Jabariyah Moderat, mengatakan bahwa Tuhan menciptakan perbuatan manusia, perbuatan baik dan perbuatan buruk tetapi manusia mempunyai peranan di dalamnya.
2. Aliran Qodariyah
Aliran ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendak sendiri, baik itu perbuatan buruk atau perbuatran baik kerena itu ia berhak mendapat pahala atas kewajiban dan juga berhak mendapat hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Tetapi aliran Qodariyah berpendapat bahwa tidak pantas bagi manusia tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
3. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah memandang manusia memiliki daya yang besar dan bebas, oleh kerena itu Mu’tazilah menganut paham Qodariyah, perbuatan manusia bukanlah diciptakan Tuhan pada diri manusia tetapi manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatannya. Dengan paham ini aliran Mu’tazilah mengakui Tuhan sebagai pencipta awal sedangkan manusia berperan sebagai pihak yang beriaksi untuk mengubah bentuknya.
4. Aliran Asy’ariyah
Paham Asy’ari menyebutkan manusia ditempatkan sebagai posisi yang lemah, oleh karena itu aliran ini lebih dekat dengan aliran Jabariyah dari pada paham Mu’tazilah.
5. Aliran Maturidiyah
Ada perbedaan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukharo mengenai perbuatan manusia, kelompok pertama lebih dekat dengan paham Mu’tazilah sedangkan kelompok kedua lebih dekat dengan paham Asy’ariyah.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengetahuan kita tentang peristiwa-peristiwa yang biasa terjadi dapat dijadikan perumpaan yang lebih dekat. Adapun untuk menggali pengertian yang lebih dalam dari itu lagi maka itu tidak dikehendaki oleh iman sebagaiman kami terangkan tadi, karena itu adalah kelobaan akal untuk mencoba untuk menyikapi rahasia-rahasia Tuhan, kami ingin memberikan pengertian yang lebih dekat untuk menjangkau yang jauh tentang segala perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia dalam teologi Islam.


DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Sahilun A. Nasir , 1996, Pengantar Ilmu Kalam, Raja Pers, Jakarta.
Harun Nasution, 1986, Teologi Islam, Universitas Indonesia Pers, Jakarta.
Previous
Next Post »
0 Komentar