makalah PENGERTIAN KURIKULUM

06.15
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Sepanjang masa pendidikan klasik Islam, penentuan pengembangan pendidikan dasar, menengah dan tinggi berada di tangan ulama kelompok orang-orang berpengetahuan dan diterima secara otoritatif dalam soal-soal agama dan hukum. Keyakinan mereka berakar pada konservatisme agama dan keyakinan kokoh terhadap wahyu sebagai inti dari semua pengetahuan.
Mengikuti arus penolakan atas aliran yang diilhami filsafatYunani terutama pasca al-Ghazali, kurikulum pendidikan belum terbentuk secara baku dalam bentuk peraturan, tetapi kurikulum dan metode di masjid, akademi dan madrasah mengikuti pola-pola yang dikembangkan dari majlis dan halaqah-halaqah ilmiah. Dengan demikian, yang dibicarakan dalam pengembangan madrasah lebih difokuskan pada kurikulum dan metode pengajaran saja.
Ilmu-ilmu keislaman memegang kontrol penuh dan menjadi unsur penting bagi lembaga-lembaga pendidikan. Naiknya ilmu-ilmu ini mulai terjadi secara nyata setelah gagalnya gerakan rasionalis (teologi Muktazilah dan filsafat) dan mencapai puncaknya pada pertengahan abad ke 5 H/11 M. Dalam kelompok mi, hukum Islam (fiqh) dianggap sebagai satu dari segala cabang pengetahuan dengan peringkat yang tertinggi, sementara ilmu-ilmu sastra berfungsi sebagai pelayannya. Kelompok lainnya, yang disebut ilmu-ilmu kuno, yaitu ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani ditentang oleh sarjana Muslim di tengah masyarakat, tetapi memperoleh penghormatan secara terselebung di kalangan sebagian terpelajar.
Kurikulum pendidikan pada masa Nabi Saw. ditentukan secara pribadi oleh beliau sendiri yang bertindak sebagai perancang pendidikan, konsultan sekaligus guru. Pada saat itu belum ada undang-undang pendidikan yang mengatur segala bentuk pengelolaan dan pengembangan pendidikan. Pada masa Khulafa al-Rasyidun dan Bani Umayyah kurikulum pendidikan ditentukan oleh para ulama dan khalifah yang memerintah pada masa itu. Sementara itu pada masa Dinasti Abbasyiah, ketika lembaga pendidikan model madrasah sudah mulai dikenal, kurikulum dan metode pendidikan diurus oleh ulama, sedangkan khalifah tidak terlalu dominan dalam menentukan kebijakan-kebijakan pendidikan. Ini dilakukan dalam kerangka penghormatan mereka terhadap otorita lembaga pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang dilakukan para ulama., selain karena mereka disibukkan dengan urusan politik.

B. Perumusan Masalah
1. Apakah pengertian kurikulum?
2. Bagaimana kurikulum pendidikan Islam klasik sebelum berdirinya madrasah?
3. Bagaimana kurikulum pendidikan Islam klasik setelah berdirinya madrasah?

C. Metode Pengambilan Data
Dalam pengambilan data ini, kami melalui studi pustaka di berbagai perpustakaan yang ada di sekitar kota serang. Baik di perpusakaan IAIN SMH Banten, Untirta, Pusda Banten maupun yang lainnya. Untuk bahan pendukugnya kami melalui diskusi-diskusi kecil dengan teman-teman yang sekiranya mereka sudah berpengalaman dalam masalah kurikulum pendidikan Islam pada masa klasik.


BAB II
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KLASIK
A. Definisi Kurikulum Pendidikan Islam
1. Definisi Kurikulum
Secara etimologis, kurikulum adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Kata kurikulum ini berasal dari Yunani kuno yang sering dikaitkan dengan suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis star ke garis finish. Dalam bahasa Arab kata kurikulum biasa disamakan dengan kata manhaj yang berarti jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan.
Kemudian dalam kamus Webster third new international Dictionary mendefinisikan secara bahasa adalah kata kurikulum berasal dari kata latin (curere) artinya: berlari cepat, tergesa-gesa, menjalani. Bahasa prancis courer artinya berlari.
Pada masa klasik kurikulum didefinisikan dengan kata al-Maddah yaitu serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam tingkat tertentu.
Kurikulum ketika didefinisikan secara terminologis kurikulum adalah seperti yang dikumukakan oleh adamardasy yang dikutip oleh Neng Muslihah bahwa kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, budaya, social, olah raga dan seni yang disediakan oleh murid-muridnya di dalam dan luar sekolah.
Crow and crow mendefinisikan seperti yang dikutif oleh Ramayulis, bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran atau sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan seuatu program untuk memperole ijasah. Menurut Zakiyah Darajat adalah suatu program yang direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.
Menurut willian B. Ragan kurikulum adalah serluruh usaha sekolah untuk meransang anak belajar baik di dalam kelas, di halaman sekolah maupaun di luar sekolah. Kumudian menurut Harord Alberty kurikulum adalah seluruh aktifitas yang dilakukan sekolah untuk para pelajar.
Sementara itu, menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, pada bab I, tentang ketentuan umum pasal 1 ayat (1) diyatakan bahwa: kurikulum adalah seperangkat dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pengajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kemudian pengertian kurikulum menurut fungsinya:
1. Kurikulum sebagai program studi adalah seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh peserta didik di sekolah atau di instansi pendidikan lainnya.
2. Kurikulum sebagai konten adalah informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lainnya yang memungkinkan timbulnya belajar.
3. Kurikulum sebagai kegiatan berencara adalah kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan hasil baik.
4. Kurikulum sebagai hasil belajar adalah seperangkat tujuan untuk memperoleh seuatu hasil tertentu.
5. kurikulum sebagai pengalaman belajar adalah kesuluruhan pengaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.

2. Definisi Pendidikan
Pendidikan menurut para tokoh pendidikan. Pendidikan adalah
1. John Dewey
John Dewey merupakan tokoh pendidikan dalam aliran progesifisme. Di mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.
2. Driyarkara
Pendidikan adalah Pemanusian manusia muda atau pengankatan manusia muda ke taraf insani.
3. Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
4. Menurut Athiyah al- Abrashi
Pendidikan adalah upaya mempersiapakan individu untuk kehidupan yang lebih sempurna, kebahagiaan hidup, cinta tanah air, berkompetensi dalam mengucapakan bahasa lisan dan bahasa tulisan serta terampil dalam berkreatifitas.
5. Menurut UU No. 20 Th. 2003
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan seuasana belajar mengajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
6. Dalam bahasa arab pendidikan sering diklasifikasikan dengan beberapa istilah, diantaranya:
1. Tarbiyah : mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya dan sebagainya.
2. Ta’lim : proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.
3. Ta’dib : pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang tepat dari sgala sesuatu yang di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaannya.
7. Menurut Yahya Qahar
Pendidikan adalah filsafat yang bergerak di lapangan pendidikan yang mempelajari proses kehidupan dan alternatif proses pendidikan dalam pembentukan watak.
8. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jwab bersama antara keluarga, dan pemerintah.

B. Sejarah Kurukulum Pendidikan Islam Klasik
a. Kurikululm Pendidikan Islam Sebelum Berdirinya Masrasah
1. Kurikulum pendidikan rendah
Sebelum berdirinya madrasah tidak ada tingkatan dalam pendidikan Islam, tetapi hanya ada satu tingkat yang bermula di Kuttab dan berakhir dengan diskusi halaqoh. Tidak ada kurikulum yang harus diikuti oleh seluruh umat Islam. Di lembaga Kuttab biasanya diajarkan membaca dan menulis di samping Al-Qur’an terkadang diajarkan juga bahasa, nahwu dan arudi.
Seperti yang ditawarkan oleh Ibnu Sina untuk tingkat ini mengajar al-Qur’an, karena dari segi fisik dan mental, telah menerima pendiktean, pada waktu yang sama diajarkan juga huruf Hijaiyah dan dasar agama. Kemudian setelah itu diarahkan yang sesuai dengan kecendrungannya.
Ada perbeadaan antara kuttab-kuttab yang diperuntukan bagi masyarakat umum dengan yang ada di istana. Di Istana orang tua (para pembesar Istana) adalah yang membuat rencana pelajaran tersebut sesuai dengan anaknya dan tujuan yang dikehendakinya. Sepertinya halnya, pidato, sejarah, peperangan-peperangan, cara bergaul dengan masyarakat. Tetapi tidak melupakan yang pokok, seperti Al-qur’an, Syair dan Bahasa.
Sedang kurikulum di tingkat ini bervariasi tergantung pada tingkat kebutuhan mmasyarakat. Karena kurikulum tidak terlepas pada factor sosiologis, politiks, ekonomis masyarakkat yang melingkupinya.
Kemudian di lembaga pendidikan masyarakat umum. Orang tua kuranng mempunyai peran dalam penyusunan kurikulum karena akan belajar tergantung pada gurunya yang tersedia. Hal ini menjadikan suatu perbedaan antara pendidikan untuk masyarakat umum dan orang di istana. Kalau di istana, anaknya dididik untuk menjadi seorang pemimpin untuk menggantikan orang tuanya. Sedang masyarakat umum kebalikannya. Dengan kata lain pendidikan di istana sangat eksklusif dengan melihat bukti sejarah.

2. Kurikulum pendidikan tinggi
Kurikulum pendidikan tinggi, halaqoh yang bervariasi tergantung pada syeikh yang mengajarkannya. Para mahasiswa tidak terikat untuk mempelajari mata pelajaran tertentu, demikian juga guru tidak mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti kurikulum tertentu. Mahasiswa bebas untuk mengikuti di sebuah halaqoh tertentu dan pindah ke halaqoh lain, bahkan dari kota ke kota lain.
Menurut Rahman yang dikutip oleh Hasani Asro bahwa pendidikan seperti itu adalah pendidikan orang dewasa karena diberikan kepada orang banyak yang tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan mereka mengenai al-Qur’an dan Agama.
Kurikulum tingkat ini dibagi menjadi dua bagian. Yaitu jurusan ilmu-ilmu agama (al-ulum al-naqliyah) dan jurusan ilmu pengetahuan (al-ulum aqliyah). Kurikulum yang pertama sejalan dengan pada fase dimana dunia Islam mempersiapkan diri untuk mendalami masalah agama, menyiarkan dan mempertahankan. Seperti yang dikumukakan oleh Al-Khuwarizmi bahwa Kurikulum agama mencakup ilmu fiqh, ilmu nahwu, ilmu kalam, ilmu kitabah, ilmu arud, ilmu sejarah islam, sejarah yunani dan Romawi dan matematika dasar. Kemudian kata Ikhwan Al-Shafa bahwa kurikulum jurusan ini adalah ilmu al-qur’an, tafsir, hadis, fiqih, zikir, zuhud, Tasauf, dan Syahadat.
Kurikulum yang kedua adalah kurikulum ilmu pengetahuan, seperti ilmu mantic, ilmu alam dan kimia, musik, ilmu pasti, ilmu-ilmu ukur, ilmu-ilmu falaq, ketuhanan, ilmu hewan, ilmu tumbuh-tumbuhan dan kedokteran. Hal ini karena telah bersentuhan dengan dunia pemikiran Yunani, Parsia, dan India.
Masalah kurikulum ilmu pengetahuan tidaklah sampai di situ. Menurut Ikhwan Al-Safa, beliau mengklasifikasikan ilmu-ilmu umum kepada:
b. Disiplin-disiplin ilmu: tulis baca, arti kata dan gramatika, ilmu hitung, sastra, ilmu sihir dan jimat, kimia dan sulap, jual beli, pertanian peternakan dan lain sebagainya.
c. Ilmu-ilmu filosfis: matematik, logika, angka-angka, musik, psikologi, ilmu-Ilmu alam ghaib, meteorology, dsb.
Kemudian al-Faraby juga mengklasifikasikan seperti ilmu bahasa: sintaksis, tata bahasa, grammer, speeking. Dan ilmu logika , ilmu propaeddeutic (ilmu hitung, musik dan gaya berat), ilmu fisika, ilmu kemasyarakatan.

b. Kurikulum Pendidikan Islam Setelah Berdirinya Madrasah
Kurikulum pendidikan Islam setelah berdirinya madrasah dititikberatkan pada ilmu fiqih dan teologi. Ilmu-ilmu yang bersifat logika hal ini dihapuskan karena mereka curiga bahwa ilmu logika akan menghancurkan pola pikir mereka. Ilmu-ilmu logika lebih berkembang di lembaga non formal.
Kenapa ilmu fiqih atau ilmu syariat lebih dominan terhadap lembaga-lembaga pendidikan islam. Menurut Fazlur Rahman mengapa kurikulum pendidikan Islam lebih kepada fiqih dan teologi karena ilmu itu luas dan hidup ini singkat, maka orang harus memberikan prioritas. Dan prioritas itu dengan sendirinya diberikan pada sain-sains agama yang membawa kejayaan di akhirat.
Kemudian menurut Azra, kurikulum pendidikan itu lebih kepada fiqih dan teologi, karena lembaga-lembaga pendidikan itu dikuasai oleh para ahli agama, dan juga para dermawan yang sholeh mendukung lembaga pendidikan untuk mempelajari ilmu agama karena akan mendatangkan pahala.


BAB III
KESIMPULAN

Kurikulum pendidikan islam pada masa klasik, hal ini dimunculkan oleh cendikiawan muslim pada masa klasik, seperti al-Kindi, al-Ghazali, al-farabi, Ibnu sina dan lain-lain. Kurikulum pendidikan ini di bagi kepada dua bagian. Bagian pertama, kurikulum sebelum sebelum madrasah. Kedua, kurikulum setelah bedirinya madrasah.
Kedua bagian ini, masing-masing mempunyai bagian-bagiannya. Kurikulum pendidikan sebelum madrasah terbagi dua bagian, diantaranya: kurikulum pendidikan rendah dan kurikulum pendidikan tinggi. Kemudian pendidikan setelah berdirinya madrasah ini lebih menitik beratkan kepada tingkat dewasa(mahasiswa).
Kurikulum pendidikan rendah terbagi ke dua bagian. Pertama, kurikulum pendidikan untuk masyarakat umum. Kedua, kurikulum pendidikan untuk orang istana. Untuk masyarakat umum, orang tua mereka tidak mempunyai peran dalam maslah pendidikan, karena itu diatur oleh guru mereka langsung seperti ilmu cara baca al-quran, sejarah dsb. Sedang kurikulum orang istana, diatur oleh orang tua (para pejabat), karena anaknya dicetak untuk jadi pemimpin untuk melanjutkan kepemimpinan orang tuannya, mereka konsentrasi ilmu kepemimpinan, peperangan, sejarah, dan tanpa mengesampingkan ilmu al-quran dan agama.
Kemudian kurikulum pendidikan tinggi ini lebih kepada kebebasan untuk memilih dan berpindah-pindah dengan menggunakan metode halaqoh. Dan tidak diharuskan seorang murid untuk mengikuti syeikh-syeikhnya. Begitu juga syeikhnya tidak mewajibkan kepada muridnya mengikutinya. Kurikululum pada tingkat ini terbagi dua yaitu, kurikulum agama dan pengetahuan umum.


Kemudian kurikulum setelah berdirinya madrasah, hal ini lebih kepada ilmu-ilmu syariat dan teologi. Karena para ahli atau yang berkuasa pada saat itu adalah para ilmuan dibidang agama, tetapi tidak membuat patah kepada pelajar untuk mempejari ilmu umum. Mereka mencari sendiri-sendiri ilmu-ilmu umum itu.

Daftar Pustaka

Aziz , Abd., Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras, 2009
Burhanudin, Pengantar Pedagogik Dasar-Dasr Ilmu Mendidik Jakarta: Rineka Cipta, 2002
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press, 2005
Muslihah, Eneng, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Diadit Media, 2010
Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004
Prasetya, Filsafat Pendidikan Islam untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung: Pustaka Setia
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2008
S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, Bandung: Alumni, 1986
Shaleh, Abdul Rahman, Pendidikan Agama dan Pengembangan Watak Bangsa, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005
Previous
Next Post »
0 Komentar