Wanita Shalihah, Surga bagi dirinya sendiri…
Wanita, terlahir dengan sifat dan watak unik yang menonjolkan dasar kepribadiannya yang ‘bengkok’. Nuansa kepribadiannya bak gelas-gelas kaca, sebuah keindahan yang rapuh, lagi mudah pecah. Secara
bijak, Rasulullah Shalallahu’alaihiwasalam menegur shahabatnya, Anjasyah, saat ia sedang mengiringi kaum wanita, dalam sebuah perjalanan haji.
"Pelan-pelan saja wahai Anjasyah! Jagalah botol-botol kaca itu dengan penuh kelembutan." (Riwayat Abu Dawud)
Kerapuhan kaum wanita adalah kelemahan, yang sekaligus kelebihan mereka. Kerapuhan itu menjadi titik lemah, saat harus berhadapan dengan "kompetisi" dalam menunaikan ajaran syari’at, secara ketat dan berkesinambungan. Pencapaian konsistensi secara optimal, menjadi sebuah keniscayaan yang cukup berat meski bukan berarti mustahil. Namun karena kerapuhan itu pula, Islam memberikan hak-hak perlindungan serba lebih, bagi kaum wanita. Walaupun terkesan lebih mengikat, namun sebenarnya lebih merupakan penjagaan yang sangat ketat. Tak ubahnya merawat botol-botol kaca. Seorang Sopir truk, yang melalui perjalanan dalam hitungan ribuan kilometer, dengan mengangkut tumpukan ribuan botol-botol kaca, mungkin termasuk orang yang memahami, betapa riskannya merawat botol-botol kaca tersebut. Banyak ajaran Syari’at, atau tugas-tugas yang disahkan dalam syari’at, yang dengan santun ‘dibebaskan’ dari kaum wanita. Semua itu berpangkal dari fenomena kerapuhan wanita, dan semua itu merupakan rahmat dan kasih sayang islam, terhadap kaum wanita.
Dalam perwujudan upaya menggali potensi dirinya, melalui penerapan ajaran-ajaran syari’at, tanpa disadari seorang wanita muslimah -pada hakikatnya- sedang menuju upaya menutupi kekurangan-kekurangan pada watak dasar dan prilakunya. watak dan prilaku alamiah yang secara naluri biasa mereka lakukan. Gelar wanita shalihah, tak ubahnya seperti sebuah acara pelantikan, legitimasi atau wisuda yang
menetapkan keputusan final, "wanita, dengan tingkat kerapuhan paling rendah."
Oleh sebab itu, wanita shalihah adalah wanita yang memiliki kesempatan terbanyak untuk menjadi wanita paling bahagia.
Allah berfirman :
"Sebab itu, wanita shalihah,ialah wanita yang taat kepada Allah, lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada. Oleh karena Allah telah memelihara mereka." (An-Nisa: 34)
Mereka memelihara diri, karena sadar, bahwa Allah telah memberikan pemeliharaan kepada mereka. Perwujudan rasa syukur dirinya adalah dengan memproses dirinya menjadi wanita yang shalihah.
Dimana tentunya berbuah manis berupa pencapaian nikmat kebahagiaan tertinggi. Setara dengan upaya berat yang selama ini telah mereka lakukan. Dengarkan dan camkan apa yang telah diungkapkan Asiyah, istri Fir’aun yang durjana. Dalam kehidupan secara lahir, penuh dengan penderitaan, wanita ini telah berhasil menunjukkan gelombang kebahagiaan yang bersinar di dalam jiwanya.,
" Ya Rabb-ku, Bangunkanlah untukku sebuah rumah disisi-Mu dalam surga nanti, dan selamatkanlah diriku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah diriku dari kaum yang zhalim…." (At-Tahrim:11)
Aduhai indahnya. betul-betul sebuah ucapan indah yang teduh lagi penuh makna. Sama sekali bukanlah ucapan yang mencerminkan seorang wanita yang panik, khawatir, dan terlilit rasa takut yang mencekam. Padahal, pantas saja bila sewajarnya ia khawatir dan takut, karena yang dihadapinya adalah Fir’aun, suaminya, diktator nomor wahid sepanjang masa. Namun sekali lagi, dia tidak menunjukkan rasa gelisah perasaannya. Ia hanya berpulang kepada Allah dan meminta sebuah imbalan (upah) kecil -dibandingkan dengan segala karunia yang akan Allah janjikan- sebagai hiburannya di surga,
yaitu sebuah rumah idaman. Sebuah permohonan yang muncul dari lubuk hati wanita paling bahagia di dunia!
Darimana kebahagiaannya itu muncul? tidak lain dari dasar keimanan yang mendalam. dari sentuhan demi sentuhan amal shalih, yang mengikat kuat aktivitas hidupnya, yang telah menyatu dengan denyut nadi, hembusan nafas dan aliran darahnya.
keberadaannya sebagai seorang wanita, tidak menghalangi dirinya dalam menembus batas-batas kewajaran, menyejajarkan diri dengan para tokoh
besar. Bukan dalam panggung politik atau perebutan kursi kekuasaan. Bukan pula dalam ajang pengesahan diri melalui pengakuan orang banyak, namun dengan meludahi tembok syari’at. Tidak, sama sekali
tidak. Kemuliaannya dia peroleh melalui rentetan amal ibadah yang benar dan ikhlas, sehingga mampu mendulang rahmat Allah dan ‘memberi izin’ turunnya rahmat Allah.
"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuanyang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah akan menyediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar." (Al Ahzab:35)
Itulah realitas kebahagiaan yang bersejarah. Kebahagiaan seorang wanita yang telah membuka mata kaum muslimin melalui keteguhan sikap, pendirian dan imannya yang terpintal kuat, dalam lubuk hatinya yang paling mendalam. Realitas itulah yang mengangkat Asiyah hingga pada tataran kesempurnaan yang mungkin hanya bisa diraih oleh para tokoh
agung dari kalangan lelaki.
Rasulullah Shalallahu’alaihiwasalam bersabda yang artinya,
" Di antara kaum lelaki, banyak yang sempurna. Namun di antara kaum wanita yang sempurna, hanyalah Asiyah Fir’aun dan Maryam binti Imran." ( Riwayat Al Bukhari, muslim, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Imam Ahmad, dan Ibnu Hibban)
0 Komentar