Judul Buku : Pendidikan Rusak-rusakan
Penulis : Darmaningtyas
Penerbit : LKiS Yogyakarta
Tahun Terbit : 2005
Jumlah Halaman : 360
Pendidikan
telah kehilangan ruh, pendidikan telah kehilangan elan vital dalam
melakukan transformasi sosial. Demikian penerbit buku ini memaparkan
secara singkat dalam back-cover. Pendidikan telah mendapatkan stigma karena malpraktik yang dilakukan oleh penguasa dan pelaksana pendidikan di lapangan.
Bagian
demi bagian dalam buku ini merupakan realitas yang selama ini terjadi
dalam praktek pendidikan di Indonesia. Mulai dari proses yang terjadi
pada peserta didik di sekolah, praktek mengajar guru, sampai pada aras
pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Gugatan demi
gugatan merupakan sajian utama buku ini. Beberapa kritik tajam juga
menyeruak seolah mencerminkan sebuah eforia pasca reformasi.
Sebagai
seorang praktisi kebijakan, Darmaningtyas banyak menyoroti malpraktik
yang dilakukan oleh penguasa negeri ini. Praktek-praktek pada aras
kebijakan pendidikan yang selama ini terjadi di indonesia marak terjadi
pasca bergulirnya era otonomi daerah. Dengan adanya desentralisasi
dalam bidang-bidang yang telah ditentukan pemerintah, budaya koruppun
tak ayal ikut terdesentralisasi pula ke daerah-daerah yang dulunnya
enggan dan takut melakukan tindakan-tindakan penyelewengan.
Dalam
kolusi sekarang ini, tawar menawar jabatan guru dilakukan secara
terang-terangan antara calon guru dengan aparat pemerintah daerah.
Entah ada koordinasi antar daerah atau tidak, yang pasti, ada semacam
keseragaman tarif untuk dapat diterima menjadi seorang guru negeri.
Untuk menjadi guru SD misalnya, tarifnya antara Rp. 10.000.000-Rp.
20.000.000. sedangkan untuk guru SLTP, karena dasar pendidikannya
sama-sama S1, tarifnya antara Rp. 20.000.000.-Rp.40.000.000.(hal. 84).
Pendidikan,
kata Darmaningtyas, bukanlah sekedar anggaran. Alih-alih menganggarkan
dana untuk pendidikan dengan alokasi yang sesuai dengan kebutuhan.
Pemerintah lebih disibukkan dengan permasalahan persiapan “baku hantam”
dengan rival politiknya. Padahal dalam pasal 31 UUD 1945 amandemen,
pemerintah telah menetapkan bahwa anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya adalah sebesar dua puluh persen. Dengan melihat
realitas yang terjadi di Indonesia, kita bisa mengatakan bahwa
pemerintah mengkhianati konstitusi dengan tidak menjalankan amanat UUD
1945.
0 Komentar